Biografi Sunan Bonang: dari Silsilah Hingga Metode Dakwahnya

Sunan Bonang adalah salah satu tokoh agama Islam yang memiliki peran penting dalam sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa, Indonesia. Beliau juga merupakan salah satu dari sembilan Wali Songo yang sangat dihormati.

Memiliki metode pengajaran serta penyampaian melalui kesenian wayang, memuat ajaran yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat pulau Jawa.

Artikel ini akan membahas biografi Sunan Bonang metode dakwah yang digunakan.

Silsilah Sunan Bonang

Silsilah Sunan Bonang memiliki nasab secara langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Hal ini juga yang dijelaskan dalam buku “Sunan Bonang Wali Keramat: Karomah, Kesaktian, dan Ajaran-Ajaran Hidup Sang Waliullah”.

Buku ini dikarang oleh Asti Musman dan menjelaskan bahwa Sunan Bonang merupakan anak dari Sunan Ampel. Ayahnya sendiri berasal dari negeri Champa dan Ibunya bernama Dewi Chandrawati yang merupakan seorang adipati Tuban.

Dewi Chandrawati atau Nyai Ageng Manila merupakan istri kedua dari Sunan Ampel. Dari pernikahan ini Sunan Ampel dikarunia 3 putri dan 2 putra: Siti Syare’at, Siti Mutmainah, Siti Sofiah, Sunan Bonang dan Sunan Drajad.

Nama asli beliau adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim yang lahir pada tahun 1465 Masehi di daerah yang bernama Rembang, Tuban. Beliau wafat di tahun 1525 Masehi ketika berada di Pulau Bawean.

Baca juga: Hukum Kloning Hewan dalam Islam, Wajib Tahu!

Asal Mula Nama Sunan Bonang

Nama Sunan Bonang memiliki berbagai teori yang melatarbelakanginya. Salah satu teori yang diterima luas adalah bahwa nama “Bonang” berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang merujuk kepada “instrument gamelan” yang bernama “bonang.

Instrumen bonang sendiri adalah salah satu alat musik tradisional Jawa yang digunakan dalam berbagai pertunjukan seni tradisional, termasuk dalam wayang kulit yang merupakan metodenya untuk menyebarkan agama Islam.

Sunan Bonang dikenal karena penggunaan wayang kulit sebagai alat dakwah yang inovatif. Pertunjukan wayang kulit ini memadukan unsur-unsur seni, budaya dan agama Islam untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada masyarakat Jawa.

Dalam pertunjukan wayang kulit, alat musik bonang sering kali digunakan untuk mengiringi cerita dan menciptakan suasana yang mendalam. Nama “Bonang” mungkin diberikan kepadanya karena penggunaan alat musik tersebut.

Metode Dakwah 

Sunan Bonang merupakan salah satu tokoh utama dalam sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa. Beliau dikenal tidak hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi juga karena metode dakwah inovatifnya.

Salah satu aspek yang paling menonjol dalam peran Sunan Bonang adalah penggunaan pertunjukan wayang kulit sebagai alat dakwah yang kreatif. Hal ini membuat penyebaran ajaran Islam sangat mudah diterima oleh masyarakat.

Berikut ini beberapa metode dakwah yang beliau lakukan dalam penyebaran ajaran-ajaran Islam.

1. Wayang Kulit Sebagai Alat Dakwah

Salah satu ciri khas Sunan Bonang adalah penggunaan wayang kulit dalam upayanya untuk menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Wayang kulit adalah pertunjukan tradisional Jawa yang melibatkan boneka kulit yang digerakkan oleh dalang.

Pertunjukan ini juga diiringi oleh musik gamelan, termasuk alat musik bonang. Sunan Bonang memanfaatkan pertunjukan wayang kulit ini untuk menyampaikan cerita-cerita Islami dan nilai-nilai moral kepada masyarakat Jawa.

Dalam pertunjukan wayang kulit, cerita-cerita Islami disusun dengan cermat dan karakter-karakter dalam cerita tersebut digambarkan secara visual oleh boneka kulit. Sunan Bonang menggambarkan ajaran Islam melalui cerita-cerita yang menarik.

Hal ini tentunya sekaligus menghibur dan membuat penyampaiannya lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Wayang kulit ini membawa pesan-pesan agama ke seluruh pelosok Jawa dan membantu mendekatkan Islam pada budaya setempat.

2. Toleransi Antar Agama

Sunan Bonang adalah pendukung kuat toleransi antar agama. Beliau mendorong dialog antarumat beragama dan menciptakan harmoni antara berbagai kelompok masyarakat sebagai pengenalan bahwa agama Islam merupakan ajaran baik.

Toleransi adalah salah satu ciri khas Islam yang diajarkan oleh Sunan Bonang dan para Wali Songo. Dalam lingkungan multikultural Pulau Jawa, beliau berhasil menciptakan ruang untuk dialog antarumat beragama.

Bahkan, Sunan Bonang kerap kali menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh Hindu dan Budha setempat. Hal ini membantu mengurangi ketegangan antar agama dan membuat masyarakat Jawa.

Bahkan banyak masyarakat yang akhirnya menerima Islam karena membawa perdamaian. Kehebatan beliau mampu menciptakan suasana yang memungkinkan semua agama untuk berdampingan dengan damai dan menghormati satu sama lain.

3. Pesantren dan Pendidikan

Selain penggunaan wayang kulit dan toleransi antar beragama, Sunan Bonang juga mendirikan pesantren di Tuban, Jawa Timur. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan Islam yang penting sebagai tempat para ulama dan santri belajar ajaran Islam.

Beliau mengajarkan bahwa agama Islam dapat disampaikan dengan kebijaksanaan dan dalam konteks budaya. Metode dakwah melalui pesantren dan pendidikan ini membuat para santri yang belajar bisa mengenal ajaran Islam lebih mendalam.

4. Karya Sastra

Tidak hanya melalui wayang, dialog hingga membangun tempat pendidikan untuk melakukan penyebaran dakwah. Namun, beliau juga melakukannya melalui bentuk karya sastra yang sampai saat ini masih bisa kita temukan.

Salah satu lagu yang saat ini mungkin masih kita dengan adalah karya sastra dalam bentuk lagu dengan judul “Tombo Ati”. Selain itu, terdapat juga karya-karya lainnya seperti berikut ini:

Suluk Wujil

Suluk Wujil membawa dua makna yang ingin dia sampaikan. Makna pertama adalah niatnya untuk menggambarkan transisi ajaran Hindu ke Islam. Transisi ini mencakup semua aspek, termasuk politik, budaya, sastra, kepercayaan dan intelektual.

Ini terjadi terutama selama keruntuhan Kerajaan Majapahit dan munculnya Kesultanan Demak. Makna kedua melibatkan kontemplasi terhadap pengetahuan Tuhan dan kepunyaannya, yang dikenal dengan sebutan Ilmu Sufi.

Kemunculan Suluk Wujil dipicu oleh rasa ingin tahu seorang murid bernama Wujil Kinasih tentang ajaran agama pada aspek terdalam. Akibatnya, lahir dengan makna tersirat yang terkait dengan tujuan ibadah, pengenalan diri sendiri dan hakikat niat.

Suluk Latri

Suluk ini masih ada dan dapatkan kita temukan di Universitas Leiden. Makna dalam suluk tersebut berpusat pada seseorang yang menunggu kekasihnya hingga merasa gelisah. Seiring berjalannya waktu, gelisah ini semakin bertambah saat malam larut.

Ketika akhirnya sang Kekasih datang, semua kegelisahan lenyap dan individu tersebut terbawa oleh ombak cinta hingga hanyut ke lautan tanpa bentuk.

Suluk Jebeng

Suluk Jebeng muncul sebagai hasil dari pembicaraan tentang pengenalan diri sendiri agar seseorang berada di jalan yang benar. Selain itu, menceritakan tentang pembentukan khalifah di bumi.

Suluk Jebeng juga mencerminkan hubungan yang kuat dan saling pengenalan antara Tuhan dan manusia.

Suluk Khalifa

Suluk ini berisi tentang perjalanan para Walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam di Indonesia. Dalam syair Suluk Khalifah juga menjelaskan perjuangan para Walisongo dalam mendidik masyarakat tentang Islam hingga memeluknya.

Terdapat pula penjelasan mengenai kisah Raden Makhdum Ibrahim dalam menjalankan riyadhoh ke Pasai dan perjalanannya dalam menjalankan ibadah haji.

Sunan Bonang menjadi salah satu ulama yang sangat baik tentang bagaimana metode kreatif dan toleransi untuk menyebarkan ajaran agama. Bahkan beliau juga mampu menciptakan lingkungan yang harmonis bagi masyarakat jawa yang beragam.

Makam Sunan Bonang

Sunan bonang wafat di tahun 1525 Masehi di Pulau Bawean ketika melakukan dakwah. Biasanya beberapa para wali dimakamkan dibelakang masjid yang mereka bangun ditempat melakukan perjalanan dakwah untuk penyebaran Islam.

Terdapat beberapa kisah yang menjelaskan tempat dimakamkannya Sunan Bonang. Makam beliau bisa kita temukan di kampung Tegal Gubug pulau Bawean tepatnya sebelah utara daerah Tuban dan di Masjid Agung Tuban.

Hal ini bisa terjadi karena murid-murid beliau yang ada di Bawean awalnya ingin beliau dimakamkan di daerah tersebut. Namun, murid yang ada di Tuban tidak setuju dan ingin memakamkan Sunan Bonang di daerah Tuban.

Akhirnya, murid yang ada di daerah Bawean melakukan “Nyirep” atau menidurkan santri-santri di pulau Bawean. Kemudian, jenazah Sunan Bonang dilayarkan menuju Tuban, tepatnya di daerah dekat masjid Agung Tuban.

Sunan Bonang adalah salah satu tokoh yang sangat penting dalam sejarah Islam di Indonesia. Ajarannya tentang toleransi, dialog antar agama dan pendekatan kreatif dalam dakwah masih relevan dan dihormati hingga sekarang oleh masyarakat.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment