Pengertian Sunnah Muakkad dan Contoh-Contohnya 

Dalam ajaran Islam, tidak semua ibadah dan amalan memiliki hukum wajib atau fardhu. Beberapa ibadah termasuk dalam kategori sunnah, salah satunya sunnah muakkad.

Adapun sunnah muakkad adalah jenis sunnah yang lebih dianjurkan.

Masih cukup banyak yang merasa bingung mengenai hukum sunnah muakkad. Oleh karena itu, mari simak bersama penjelasan mengenai pengertian sunnah muakkad dan contohnya.

Pengertian Sunnah Muakkad Adalah

Ibadah sunnah yaitu ibadah yang tidak wajib, tapi apabila dilaksanakan akan mendatangkan pahala. Sehingga banyak ulama yang menganjurkan untuk mengamalkan ibadah sunnah.

Hukum sunnah sendiri terbagi dalam beberapa tingkatan berdasarkan penekanan pelaksanaannya. Beberapa ibadah sunnah lebih ditekankan untuk dilaksanakan, sehingga disebut memiliki tingkatan lebih tinggi.

Melansir dari laman Muslim, sunnah muakkad adalah ibadah yang dikerjakan oleh Rasulullah secara rutin dan kontinyu, serta diiringi adanya motivasi langsung dari lisan Rasulullah.

Ibadah yang termasuk dalam sunnah muakkad sangat diutamakan untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, hukumnya tetap sunnah. Sehingga boleh untuk tidak dikerjakan.

Umumnya, para ulama menganjurkan kita untuk sebisa mungkin melaksanakan ibadah yang termasuk dalam sunnah muakkad.

Pasalnya, pelaksanaan ibadah dapat mendatangkan pahala dan kebaikan. Hal tersebut diibaratkan sebagai penambal dari kekurangan kita dalam pelaksanaan ibadah fardhu.

Dalam ilmu ushul fiqih, diterangkan mengenai amalan sunnah muakkad, sebagai berikut:

وهو الذي يكون فعله مكملا ومتمما للواجبات الدينية كالأذان والإقامة والصلاة المفروضة في جماعة

Artinya: 

“Yaitu adalah sunnah yang dilakukan untuk melengkapi dan menyempurnakan kewajiban agama seperti azan, iqamat, dan shalat fardhu berjamaah.”

ويدخل في هذا القسم أيضا، وما واظب النبي على فعله، ولم يتركه إلا مرّة او مرّتين للدلالة على أنه غير لازم وذلك مثل: المضمضة و الإستنشاق في الوضوء وصلاة ركعتين قبل صلاة الفجر، ويسمّى هذا القسم بالسنة المؤكّدة أو سنة الهدى

Artinya:

“Masuk juga dalam sunnah muakkad, perkara yang dilestarikan oleh Nabi dan tidak ditinggalkan kecuali sekali dua kali untuk menunjukan bahwa amalan itu tidak wajib. Contohnya seperti kumur-kumur ketika berwudhu, menghirup air ketika wudhu, dan shalat dua rakaat sebelum subuh. Sunnah ini dinamakan sunah muakkadah atau sunatul huda.”

Perbedaan dengan Sunnah Ghairu Muakkad

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sunnah muakkad adalah ibadah sunnah yang tingkatannya lebih tinggi.

Sementara itu, terdapat ibadah yang hukum pelaksanaannya berada di bawah tingkatan sunnah muakkad, yaitu sunnah ghairu muakkad.

Melansir dari laman Muslim, sunnah ghairu muakkad adalah ibadah sunnah yang tidak dirutinkan oleh Rasulullah. Meski begitu, Rasulullah memotivasi umat muslim untuk mengerjakannya.

Ada banyak amalan yang termasuk dalam ghairu muakkad. Salah satunya yaitu shalat empat rakaat sebelum shalat ashar.

Contoh Amalan Sunnah Muakkad

Setelah mengerti bahwa sunnah muakkad adalah ibadah yang sangat dianjurkan, maka ada baiknya kita mengenali apa saja amalan yang termasuk sunnah muakkad.

Amalan yang termasuk sunnah muakkad adalah di antaranya:

1. Sholat Qabliyah Subuh

Sholat qabliyah subuh adalah shalat sunnah yang waktu pelaksanaannya sebelum shalat fardhu subuh.

Dari Ibnu ‘Umar, dari Hafshoh, ia mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ لاَ يُصَلِّى إِلاَّ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ

Artinya: 

“Ketika terbit fajar Shubuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah shalat kecuali dengan dua raka’at yang ringan” (HR. Muslim no. 723).

Riwayat lain menyebutkan bahwa shalat qabliyah subuh termasuk dalam ibadah yang dilakukan secara rutin oleh Rasulullah SAW. Bahkan ketika safar pun, Rasulullah terus menerus menjaga shalat ini.

 ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ

Artinya: 

“Tidak ada shalat sunnah yang lebih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tekuni daripada dua raka’at fajar (shalat sunnah qabliyah subuh).” (HR. Bukhari No. 1163 dan Muslim No. 724).

Amalan shalat qabliyah subuh juga memiliki keutamaan yang luar biasa, hingga disebut lebih baik daripada dunia seisinya.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Artinya: 

“Dua rakaat fajar itu lebih baik dari dunia seisinya.” (HR. Muslim No. 725)

2. Sholat Tahajud

Melansir dari Rumaysho, dalam tulisan Al Qodhi Abu Syuja’ yang bertajuk Matan Al Ghoyah wat Taqriid dijelaskan tentang tiga shalat sunnah muakkad, yaitu shalat lail (shalat tahajud), shalat Dhuha, dan shalat tarawih.

Shalat lail disebut juga sebagai shalat tahajud, merupakan shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari. Pengerjaan shalat pada tengah malam lebih baik, sementara pada akhir malam lebih afdhol.

Perintah untuk melaksanakan shalat ini terdapat dalam firman Allah berikut.

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً

Artinya: 

“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu.” (QS. Al Isra’: 79).

Pelaksanaan shalat tahajud juga disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW.

عليكم بقيام الليل فإنه دأب الصالحين قبلكم ، وهو قربة لكم إلى ربكم ، ومكفر للسيئات ، ومنهاة عن الإثم

Artinya: 

“Lakukanlah shalat lail karena shalat tersebut merupakan kebiasaan orang sholih sebelum kalian. Shalat tersebut akan lebih mendekatkan diri kalian kepada Rabb kalian dan juga akan menghapuskan dosa dan menjauhkan dari maksiat.” (HR. Hakim 1: 308, ia berkata sesuai syarat Bukhari).

3. Shalat Dhuha

Shalat Dhuha juga disebutkan dalam kitab Matan Al Ghoyah wa Taqrib sebagai sunnah muakkad. Pensyariatan shalat ini berlandaskan pada firman Allah SWT yang berbunyi:

يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ

Artinya: 

“Mereka bertasbih di waktu petang dan pagi” (QS. Shaad: 18).

Adapun pelaksanaan shalat dhuha yaitu pada waktu dhuha (pagi). Lebih tepatnya, yaitu mulai matahari terbit seukuran satu tombak (2,5 meter) sampai waktu zawal (saat posisi matahari mulai ke arah barat).

Dalam fiqih, diterangkan bahwa waktu pelaksanaan shalat dhuha yang baik yaitu setelah melewati seperempat siang, atau sekitar jam 9 pagi.

Hukum disunnahkannya shalat dhuha juga ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairah yang berkata:

أَوْصَانِى خَلِيلِى – صلى الله عليه وسلم – بِثَلاَثٍ صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى ، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ

Artinya: 

“Kekasihku –yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- mewasiatkan tiga nasehat padaku: (1) berpuasa tiga hari setiap bulannya, (2) melaksanakan shalat Dhuha dua raka’at, dan (3) berwitir sebelum tidur.” (HR. Bukhari No. 1981 dan Muslim No. 721).

Anjuran pelaksanaan amalan shalat sunnah muakkad adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: لَا يُحَافِظُ عَلَى صَلَاةِ الضُّحَى إِلَّا أَوَّابٌ. قَالَ: وَهِيَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ. (رواه الحاكم وقال: هذا حديث صحيح على شرط مسلم)

Artinya: 

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Tidak ada yang menjaga shalat Dhuha kecuali orang yang kembali kepada Allah dengan bertaubat.’ Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Shalat Dhuha adalah shalat orang-orang yang kembali kepada Allah dengan bertaubat’,” (HR al-Hakim dan ia berkata: “Ini hadits shahih sesuai syarat Imam Muslim).

Selain itu, shalat dhuha juga memiliki keutamaan yang besar, yakni menjadi sedekah semua tulang manusia.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ: يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ. فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى. (رواه مسلم)

Artinya: 

“Diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: ‘Ada sedekah (yang hendaknya dilakukan) atas seluruh tulang salah seorang dari kalian. Karena itu setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan dua rakaat shalat Dhuha mencukupi semuanya itu’,” (HR Muslim).

4. Shalat Tarawih

Umat muslim tentunya sudah tidak asing dengan shalat sunnah yang satu ini. Pasalnya, shalat tarawih memiliki waktu pelaksanaan khusus yaitu selama bulan Ramadhan.

Umumnya, umat muslim melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah di masjid.

Rupanya, bukan sekedar ibadah untuk meningkatkan amalan baik selama Ramadhan saja, shalat tarawih juga termasuk dalam amalan sunnah muakkad.

Melansir dari laman NU Online, shalat tarawih termasuk salah satu amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW.

Shalat tarawih juga merupakan amalan yang memiliki keutamaan besar, yakni pengampunan dari dosa yang telah lewat. Hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW.

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: 

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari No. 37 dan Muslim No. 759).

Adapun tata cara pelaksanaan shalat tarawih yaitu dilakukan dua rakaat demi dua rakaat. Total jumlah rakaat shalat tarawih tidak terdapat batasan tertentu. Artinya, kitab oleh melaksanakan sebanyak 10 maupun 20 rakaat.

Nah, biasanya shalat tarawih diikuti dengan shalat witir, yaitu shalat yang memiliki jumlah rakaat ganjil.

Sehingga biasanya, pelaksanaan shalat tarawih dan witir memiliki jumlah total rakaat sebanyak 11 atau 23 rakaat.

Pelaksanaan shalat witir setelah tarawih merupakan anjuran dari Rasulullah SAW yang bersabda:

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرً

Artinya: 

“Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751).

Supaya tidak terasa berat, kita bisa mengikuti shalat tarawih berjamaah di masjid. Apalagi, pelaksanaan shalat tarawih berjamaah juga memiliki keutamaan lebih sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi berikut.

مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

Artinya: 

“Barang siapa shalat Tarawih bersama imam sampai selesai, maka untuknya dicatat seperti beribadah semalam.”

5. Shalat Rawatib

Mengutip Rumaysho, shalat rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat lima waktu. Berdasarkan waktu pelaksanaannya, shalat rawatib dibedakan menjadi dua, yaitu:

  1. Shalat sunnah qabliyah: dilaksanakan sebelum shalat wajib
  2. Shalat sunnah ba’diyah: dilaksanakan setelah shalat wajib

Adapun hukum shalat rawatib ada dua, yaitu sunnah muakkad dan sunnah ghairu muakkad. Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, sunnah muakkad merupakan amalan yang lebih ditekankan untuk dilaksanakan.

Shalat rawatib yang termasuk sunnah muakkad adalah shalat yang terdiri dari 10 rakaat sehari, yaitu:

  • 2 rakaat qabliyah Subuh
  • 2 rakaat qabliyah Zuhur
  • 2 rakaat ba’diyah Zuhur
  • 2 rakaat ba’diyah Maghrib
  • 2 rakaat ba’diyah Isya

Sementara shalat rawatib ghairu muakkad, ada 12 rakaat dalam sehari, yaitu:

  • 2 rakaat qabliyah Zuhur
  • 2 rakaat ba’diyah Zuhur
  • 4 rakaat qabliyah Ashar
  • 2 rakaat qabliyah Maghrib
  • 2 rakaat qabliyah Isya

Salah satu shalat rawatib adalah shalat qabliyah subuh yang mana telah dijelaskan mengenai pelaksanaan dan keutamaannya pada poin nomor satu.

Mengingat keutamaannya yang luar biasa, ulama menganjurkan untuk jangan sampai meninggalkannya.

Shalat sunnah rawatib lainnya juga memiliki keutamaan yang besar apabila kita menjalankan, yakni dijanjikan istana di surga.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

Artinya: 

“Barangsiapa merutinkan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas rakaat tersebut adalah empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh.” (HR. Tirmidzi, No. 414. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Untuk pelaksanaan shalat rawatib zhuhur, terdapat beberapa model yang bis akita gunakan, yaitu:

  • Pertama: 4 rakaat sebelum zhuhur dan 2 rakaat sesudah zhuhur
  • Kedua: 4 rakaat sebelum zhuhur dan 4 rakaat sesudah zhuhur
  • Ketiga: 2 rakaat sebelum zhuhur dan 2 rakaat sesudah zhuhur

Shalat rawatib zhuhur juga memiliki keutamaan yang besar, sehingga ada baiknya apabila kita melaksanakan dalam jumlah rakaat yang lebih besar. Sebagai contoh, yaitu dengan menggunakan model pelaksanaan yang pertama.

Dengan model tersebut, maka kita dapat melaksanakan shalat rawatib muakkad dengan jumlah total rakaat 12 sesuai hadits mengenai keutamaan shalat sunnah 12 rakaat.

Demikianlah penjelasan mengenai sunnah muakkad adalah ibadah sunnah yang lebih ditekankan. Nah, semoga setelah memahaminya kita juga dapat menjalankannya. Amin.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment