Apa Syarat Kredit Biar Tidak Riba dalam Islam? Begini Caranya

Kredit menjadi alternatif dalam mendapatkan sesuatu dengan metode pembayaran secara angsuran. Namun, seperti yang kita ketahui bahwa dalam praktik ini sering kali kita temukan riba atau bunga. Lantas, bagaimana syarat kredit biar tidak riba?

Berdasarkan pemaparan dari para ulama kontemporer, terdapat beberapa syarat sah yang harus dipenuhi dalam melakukan praktik kredit agar tidak terjadi riba.

Tentunya ini perlu kita ketahui agar transaksi yang dilakukan terhindar dari riba.

Pengertian Kredit

Kredit adalah suatu bentuk transaksi keuangan di mana pemberi kredit memberikan dana kepada peminjam dengan persetujuan bahwa jumlah tersebut akan dikembalikan pada waktu yang telah ditentukan.

Biasanya dengan tambahan biaya atau bunga yang dibebankan kepada penerima kredit. Dalam konteks ekonomi modern, kredit seringkali digunakan untuk membiayai pembelian barang atau jasa, investasi bisnis hingga kebutuhan keuangan pribadi.

Dengan adanya kredit, individu atau perusahaan dapat mengakses dana yang mungkin tidak tersedia seketika. Adanya manfaat ini membuat banyak orang yang melakukan praktik kredit dalam menjaga keberlangsungan ekonomi.

Dalam proses transaksi keuangan secara konvensional, jelas pada praktikum ini terdapat riba yang mana dalam Islam sangat dilarang. Hal ini karena terdapat bunga atau biaya tambahan yang dibebankan kepada penerima.

Alasan Kenapa Riba Dilarang dalam Islam

Riba atau bunga dianggap sebagai suatu praktik yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Larangan riba ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Hadist sebagai salah satu bentuk eksploitasi ekonomi yang menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِى عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ فَقُلْتُ مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرَائِيلُ قَالَ هَؤُلاَءِ أَكَلَةُ الرِّبَا

Artinya:

“Pada malam Isra’, aku mendatangi suatu kaum yang perutnya sebesar rumah dan dipenuhi dengan ular-ular. Ular tersebut terlihat dari luar. Akupun bertanya, “Siapakah mereka wahai Jibril?” “Mereka adalah para pemakan riba,” jawab beliau.” (HR. Ibnu Majah, No. 2273).

Terdapat juga hadits lainnya dari Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa dosa yang paling ringan dari orang yang melakukan riba adalah seperti berzinah dengan ibu kandungnya sendiri.

الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ

Artinya:

“Riba itu ada tujuh puluh dosa. Yang paling ringan adalah seperti seseorang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Ibnu Majah, No. 2274. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Dari hadits ini bisa kita ketahui bahwa praktik riba merupakan haram dan dosa yang diterima serta ditanggung oleh pelaku nya sangat besar. Selain itu, terdapat juga beberapa alasan lainnya mengapa riba dianggap haram dalam Islam, yakni:

1. Prinsip Keadilan

Dalam konteks larangan riba, prinsip keadilan menekankan bahwa semua pihak yang terlibat dalam transaksi keuangan harus diperlakukan secara adil. Riba dianggap melanggar prinsip ini karena pemberian dan pengambilan bunga.

Hal ini tentunya cenderung menciptakan atau menghasilkan ketidaksetaraan. Sebagai contoh, pertimbangkan situasi di mana peminjam harus membayar bunga yang tinggi, sementara pemberi kredit mendapatkan keuntungan yang besar.

Hal ini dapat mengakibatkan peminjam mengalami kesulitan ekonomi, sementara pemberi kredit memperoleh keuntungan yang tidak proporsional.

2. Ketidakpastian atau Gharar

Praktik riba dianggap mengandung unsur ketidakpastian atau gharar yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dan kepastian dalam Islam.

Sebagai contoh, bunga yang dikenakan pada suatu pinjaman tidak selalu jelas.

Hal Ini menciptakan ketidakpastian bagi peminjam yang mungkin sulit merencanakan pengeluaran mereka dengan baik karena fluktuasi bunga yang tidak terduga.

Baca juga: 10 Kriteria Mati Syahid dan Keutamaannya, Wajib Tahu!

3. Kemajuan Bersama

Islam mendorong kemajuan kesejahteraan bersama dan keadilan ekonomi. Riba dianggap dapat merugikan masyarakat dengan menciptakan kesenjangan ekonomi antara pemberi dan penerima kredit.

Jika bunga sangat tinggi, peminjam yang kurang mampu ekonomi akan kesulitan membayar, sementara pemberi kredit dapat mengumpulkan keuntungan yang besar. Hal ini bertentangan dengan prinsip syariah yang ada dalam ajaran Islam.

4. Pemberdayaan Ekonomi

Dalam konteks pemberdayaan ekonomi, Islam mendorong adanya kesempatan yang setara dalam transaksi keuangan. Riba dianggap sebagai bentuk eksploitasi karena pemberian kredit dengan bunga dapat merugikan pihak yang kurang mampu.

Individu atau kelompok yang sudah dalam situasi ekonomi yang sulit dapat terjebak dalam lingkaran utang yang sulit diputuskan akibat bunga yang terus bertambah.

5. Pentingnya Transparansi

Prinsip-prinsip Islam menekankan transparansi dan tanggung jawab dalam transaksi keuangan. Riba dianggap melanggar nilai-nilai ini karena dapat menciptakan ketidakjelasan dalam kesepakatan kontrak.

Ketika terdapat ketidakjelasan dalam perhitungan bunga atau biaya tersembunyi dalam kontrak kredit, hal ini tidak sesuai dengan prinsip transparansi yang diinginkan dalam Islam.

Transparansi yang kurang dapat mengakibatkan pihak yang kurang berpengetahuan menghadapi risiko yang tidak diantisipasi dalam transaksi keuangan.

Syarat Kredit Biar Tidak Riba

Ketika mengambil kredit atau melakukan transaksi keuangan, umat Islam dihimbau untuk memastikan bahwa transaksi tersebut memenuhi syarat-syarat yang diakui oleh syariah agar terhindar dari riba.

Berikut adalah beberapa syarat kredit biar tidak riba menurut Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid yang bisa kita praktikkan:

  • Pemberi kredit harus memiliki barang supaya tidak kena larangan menjual barang yang tidak dimiliki.
  • Tidak ada tambahan dari kredit, misal setiap tahun ada tambahan 5% terpisah dari harga kendaraan karena konsekuensi dari kredit. Terlebih lagi biaya tambahan yang tidak dicantumkan dalam kontrak ketika akad.
  • Tidak ada denda jika terjadi keterlambatan pembayaran yang dibebankan kepada penerima kredit.

Sudah seharusnya kita memahami dan menerapkan syarat-syarat kredit yang sesuai dengan prinsip Islam. Salah satunya dengan melakukan syarat kredit biar tidak riba seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment