Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang harus kita kerjakan. Pada dasarnya, rukun Islam menjadi kewajiban yang harus kita tunaikan sebagai seorang muslim. Rukun Islam yang ketiga itu mewajibkan untuk menyumbangkan sebagian harta yang kita miliki.
Akan tetapi, masih ada yang meremehkan rukun Islam ketiga ini. Banyak yang mengeluarkan zakat tidak sesuai syariat. Lebih parahnya lagi, ada yang tidak terpikir untuk melakukannya.
Jadi, kenapa zakat menjadi sangat penting dan menjadi hal agung sebagai rukun Islam ketiga? Mari kita memahami berbagai faktanya, mulai dari pengertian, jenis, ketentuan, hingga hikmahnya.
Pengertian Zakat
Zakat berasal dari kata bahasa Arab “Zakah” yang artinya bersih, suci, berkah, subuh, dan berkembang. Secara terminologi bahasa, zakat artinya ath-thaharah yang berarti suci dan an-nama yang berarti berkembang.
Dari asal-usul dan terminologinya, bisa kita simpulkan zakah mempunyai arti untuk menjadikan lebih baik sekaligus menyucikan. Hal ini sesuai dengan kutipan dua ayat Al Qur’an sebagai berikut:
فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً
Artinya:
“Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu” (QS. Al-Kahfi: 81).
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
Artinya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu” (QS. Asy Syams: 9).
Sementara menurut istilah syar’I, zakah adalah penunaian kewajiban seseorang pada hartanya menggunakan cara khusus. Kewajiban itu wajib ia keluarkan jika telah memenuhi haul (satu tahun) dan nishob (ukuran minimal takaran kewajiban zakah).
Sebagai rukun Islam yang ketiga, zakah menjadi wajib untuk kita tunaikan. Jika menunaikannya, kita akan mendapat pahala. Sebaliknya, kita akan mendapat dosa apabila sampai mengabaikannya.
Ada sebuah hadits yang menjelaskan zakah termasuk rukun Islam yang wajib kita kerjakan. Berikut adalah perkataan Rasulullah SAW yang terkutip dari hadits sebagai berikut:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya:
“Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, hajji, dan puasa Ramadhan’”. (HR Bukhari, No. 8).
Baca juga: Hukum Arisan dalam Islam: Bolehkah Dilakukan? Ini Jawabnya
Jenis Zakat
Setelah memahami pengertiannya, saatnya kita memahami zakat ada berapa macam. Terdapat dua jenis zakat, yakni zakat fitrah dan zakat mal.
1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah jenis zakat yang wajib kita bayar sebagai seorang muslim baik laki-laki dan perempuan. Syaratnya kita sudah mampu untuk menunaikan dan juga berkecukupan.
Waktu untuk menunaikannya sekali dalam setahun. Umumnya, kita wajib menunaikan zakat fitrah pada bulan Ramadhan. Biasanya, kita membayar saat menjelang hari raya Idul Fitri, lebih tepatnya sebelum melaksanakan shalat Ied.
Secara bahasa, zakat fitrah memiliki arti menyucikan harta. Mengapa demikian? Hal ini karena sebagian dari setiap harta yang kita miliki adalah milik orang lain, terutama orang yang sangat membutuhkannya.
Lebih penting lagi, setiap harta manusia di dunia sebenarnya milik Allah SWT. Lebih tepatnya, Allah hanya menitipkan setiap harta dan mengandalkan kita untuk memegang amanah. Hal itu tercantum pada ayat Al Qur’an berikut ini:
أَلَآ إِنَّ لِلَّهِ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ ۗ وَمَا يَتَّبِعُ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ شُرَكَآءَ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
Artinya:
“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga.” (Q.S. Yunus: 66).
Umumnya, kita harus membayar menggunakan makanan pokok (beras, gandum, kurma) untuk menunaikan zakat fitrah. Jika membayar dengan uang, harganya harus setara dengan 1 sho (kurang lebih 2,4 kg) makanan pokok tersebut.
رَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
Artinya:
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat Id.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Zakat Maal
Zakat maal adalah zakat yang wajib kita bayarkan berdasarkan banyaknya perolehan harta. Harta yang diperoleh itu bisa dari upah kerja, gaji, atau hasil usaha. Harta tersebut juga bisa berupa segala jenis tanpa memandang substansi dan zatnya.
Kata maal sendiri diambil dari kata bahasa Arab yaitu harta atau kekayaan. Maal atau al-amwal, versi jamaknya, memiliki makna sesuatu yang dimiliki oleh seseorang.
Kita wajib menunaikan zakat maal jika kita memiliki sebuah harta yang bersangkutan selama satu tahun. Harta tersebut sudah bisa kita simpan dan rasakan manfaatnya.
Berikut adalah jenis harta yang dimaksud untuk menunaikan zakat maal:
1. Emas, perak, dan logam mulia
2. Uang dan surat berharga
3. Hasil perniagaan
4. Hasil pertanian
5. Hasil peternakan
6. Hasil pertambangan
7. Hasil perindustrian
8. Pendapatan dan jasa
9. Harta temuan.
Harta yang wajib dizakatkan tentu memiliki syarat tertentu. Mulai dari harta yang harus menjadi “miliknya” secara utuh dengan cara halal. Setidaknya harta tersebut bisa dia nikmati.
Terdapat ketentuan berapa banyak harta yang harus ia zakatkan. Menurut aturan syariat, seseorang harus menyumbangkan 2,5 persen dari total harta yang sudah dimiliki atau disimpan selama setahun.
Sama seperti zakat fitrah, zakat maal juga menjadi wajib. Hal ini sudah tercantum pada ayat Al Qur’an sebagai berikut:
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya:
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103).
Syarat Wajib Zakat
Kita sudah mengetahui pengertian dan kedua jenisnya. Kini, kita harus mengetahui bagaimana seperti apa syarat umat muslim yang wajib menunaikan rukun Islam ketiga tersebut.
Sama seperti ibadah lain, zakat memiliki empat persyaratan. Syarat-syarat itu harus kita miliki sebagai umat muslim sebelum melakukannya. Berikut adalah empat syarat wajibnya:
1. Islam
Tentu saja beragama Islam menjadi syarat untuk menunaikan zakat, baik fitrah dan maal. Pasalnya, ibadah ini menjadi salah satu lima rukun Islam yang wajib kita kerjakan. Sementara itu, orang kafir tidak wajib melakukannya.
Hal ini sesuai dengan perkataan Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., “Ini adalah kewajiban sedekah (zakat) yang telah diwajibkan oleh Rasulullah SAW. atas orang-orang Islam.”
Kewajiban ini menjadi mutlak karena sudah tercantum pada Al Qur’an. Berikut adalah contoh ayat tentang zakat.
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ
Artinya:
“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (Q.S. Al-Baqarah: 43).
2. Merdeka
Syarat yang kedua adalah kita sudah merdeka. Merdeka di sini maksudnya bukan berupa budak atau hamba sahaya. Kedua golongan itu tidak wajib menunaikan zakat atas harta yang mereka miliki.
Begitu pula dengan budak yang sedang dalam al mukhotib atau perjanjian pembebasan. Pasalnya, kebutuhan untuk terbebas dari majikannya yang sudah merdeka lebih mendesak.
3. Berakal dan Baligh
Umat muslim yang sudah berakal dan baligh menjadi wajib untuk membayar zakat. Dengan kata lain, anak-anak dan orang gila tidak wajib untuk menunaikannya.
Namun, umat muslim yang menjadi wali dari kedua golongan itu menjadi bertanggung jawab dalam menanggung ibadah zakat mereka. Pasalnya, kewajiban itu berkaitan dengan hartanya.
4. Mencapai Nisab
Nishab adalah takaran atau batas terendah yang sudah ditentukan oleh syariat untuk menjadi pedoman batas dalam mengeluarkan zakat. Orang yang sudah memiliki harga dan mencapai nishab, ia wajib mengeluarkan zakat.
Ketentuan nishab itu juga tercantum pada ayat Al Qur’an sebagai berikut:
يَسْئَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلأَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Artinya:
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir“. (Q.S. Al-Baqarah: 219)
Ketentuan Nishab Zakat
Melihat pada syarat wajib keempat tadi, kita tentu harus mengetahui bagaimana syarat nishab dan bagaimana pengukurannya. Hal ini penting agar kita tidak bisa melakukan ibadah secara sembarangan.
Pertama, terdapat empat jenis harta yang wajib dizakatkan. Keempatnya adalah hasil bumi dari pertanian (baik berupa biji-bijian, buah-buahan, dan sayur-mayur), binatang ternak dan hasilnya, emas dan perak, serta barang perniagaan.
Keempat jenis harta yang dizakatkan masing-masing memiliki nishab tertentu. Ada pula syarat nishab agar harta tersebut harus dizakatkan, yaitu:
1. Harta itu di luar kebutuhan yang wajib terpenuhi oleh seseorang. Misalnya untuk kebutuhan sandang, pangan, dan papan (pakaian, makanan, dan tempat tinggal).
2, Harta itu wajib ia miliki selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab.
Karena kita sudah membahas bahwa terdapat dua jenis zakat, yaitu fitrah dan maal, sebaiknya kita bahas bagaimana pengukurannya sesuai nishab.
1. Hitung Besaran Zakat Fitrah
Seperti yang kita ketahui sebelumnya, kita wajib membayar zakat fitrah sebesar satu sho’ makanan pokok, bisa jadi itu beras, gandum, atau kurma. Semua tergantung masing-masing daerah dalam memilih makanan pokok.
Kebanyakan daerah di Indonesia mengandalkan beras sebagai makanan pokok, maka kita harus menyumbangkan beras. Ukurannya sebesar 1 sho atau setara dengan 2,5 kilogram atau 3,5 liter dengan kualitas sama.
Sementara itu, beberapa ulama berpendapat makanan pokok bisa tergantikan dengan uang saat menunaikannya. Tetapi, beberapa lagi justru melanggar ketentuan yang sudah ditetapkan.
Para ulama yang tidak setuju makanan pokok bisa tergantikan oleh uang menggunakan hadits Abu Daud dan Tirmidzi sebagai dasarnya. Berikut adalah kutipan dari hadits tersebut:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Artinya:
“Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin yang mendapat petunjuk.” (HR. Abu Daud & Tirmidzi)
2. Hitung Besaran Zakat Maal
Beralih ke zakat maal, pasti kita bertanya-tanya “zakat berapa persen?”. Kita sudah tahu harta yang harus dizakatkan terdapat empat, yaitu hasil bumi dari pertanian, binatang ternak dan hasilnya, emas dan perak, serta barang perniagaan.
Masing-masing jenis harta memiliki perhitungan nishab beserta besar zakat yang berbeda-beda. Asalkan, kepemilikan untuk semua jenis tersebut harus melewati satu tahun atau haul. Berikut adalah nishab dari masing-masing jenis harta:
- Emas: 20 dinar (setara 85 gram emas murni 24 karat)
- Perak: 200 dirham (setara 595 gram perak murni)
- Mata uang (zakat penghasilan): setara nishab emas atau perak
- Hewan ternak: 5 ekor unta, 30 ekor sapi, atau 40 ekor kambing
- Hasil pertanian: 5 wasaq (setara 720 kilogram)
- Barang dagangan: setara nishab emas atau perak
Setelah jenis harta tersebut memenuhi nishab, terdapat ketentuan besar zakat yang harus kita bayar sebagai berikut:
- Emas: 2,5 persen dari total kepemilikan
- Perak: 2,5 persen dari total kepemilikan
- Mata uang: 2,5 persen dari total kepemilikan
- Hewan ternak: terdapat ketentuan masing-masing
- Hasil pertanian: 10 persen dari hasil jika pengairan gratis atau 5 persen jika pengairan berbayar
- Barang dagangan: 2,5 persen dari total kepemilikan
Niat Zakat
Sama seperti shalat dan puasa, kita wajib membaca niat sebelum melakukan zakat. Terdapat variasi bacaan niat berdasarkan jenisnya.
Pertama, terdapat beberapa variasi niat untuk melakukan zakat fitrah tergantung pihak yang akan membayarnya dan siapa yang akan dizakatkan.
Misalnya, jika kita melakukan untuk diri sendiri, kita baca niat zakat fitrah untuk diri sendiri sebagai berikut.
ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
Artinya:
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri fardu karena Allah Ta’ala.”
Apabila terdapat situasi saat akan menzakatkan seluruh keluarga, kita harus baca niat zakat fitrah untuk seluruh keluarga sebagai berikut.
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻳَﻠْﺰَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
Artinya:
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku fardhu karena Allah Ta’ala.”
Adapun niat zakat maal sangat berbeda dari sebelumnya. Berikut adalah bacaan niat yang harus dilafalkan sebelum menunaikannya:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ مَالِى فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya:
“Aku niat mengeluarkan zakat hartaku, fardhu karena Allah Ta’ala.”
Setelah membaca niat, kita harus ketahui syarat dan ketentuan untuk menunaikannya. Semuanya sudah kita bahas sebelumnya, termasuk syarat sebagai umat muslim yang mampu dan besaran dari harta yang harus dizakatkan.
Hikmah Zakat
Setiap ibadah sudah pasti memiliki hikmah yang bisa kita ambil. Sama seperti shalat, puasa, dan haji, sudah seharusnya kita mengetahui hikmah di balik menunaikan zakat. Berikut adalah hikmah yang penting dan kita bisa amalkan.
1. Menyempurnakan Iman Islam
Zakat adalah rukun Islam yang ketiga. Dengan kata lain, jika melakukannya, pilar keislaman kita akan berdiri kokoh sehingga menjadikannya sempurna. Hal ini mengikuti sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Artinya:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari kutipan hadits tersebut, iman seseorang akan sempurna jika ia rela membantu saudaranya dengan penuh kasih. Caranya dengan meringankan kesusahan tanpa pamrih. Perilaku ini menjadi tanda kesempurnaan iman seorang muslim.
2. Membersihkan Jiwa dan Menjauhkan dari Sifat Kikir
Kita sudah ingat bahwa segala harta di dunia menjadi kuasa Allah SWT. Berarti, kita memiliki kepercayaan untuk memperoleh dan menggunakan harta itu dengan cara yang halal.
Namun, dewasa ini, kita terkadang termanjakan oleh melimpahnya harta. Sehingga terkadang kita lupa dengan keimanan kita. Tidak sedikit dari kita yang berakhir memiliki sifat buruk, yaitu kikir dan sombong.
Akibat sifat buruk itu, mereka bisa saja mempertahankan dan menambah hartanya dengan segala cara, termasuk kejahatan. Tidak heran perilaku pencurian, perampasan, dan korupsi menjadi tahap untuk menambah kekayaan secara instan.
Tindakan itu bisa tercegah dengan menunaikan zakat. Saat melakukannya, kita akan melihat orang miskin bisa menikmati kebutuhannya secara layak.
Inilah mengapa zakat bertujuan untuk menyucikan, lebih tepatnya membuat jiwa menjadi suci. Kita akan semakin mengingat Allah SWT dan ingat untuk tetap beriman.
3. Sebagai Bentuk Kepedulian Terhadap Sesama Manusia
Islam mengajarkan untuk saling peduli terhadap sesama manusia. Zakah menjadi salah satu cara untuk mewujudkannya. Dengan ibadah tersebut, kita bisa membantu orang miskin atau orang yang sangat membutuhkan.
Mungkin kita sudah tidak asing melihat orang miskin menjadi iri melihat orang kaya bisa hidup bermewah-mewahan. Kita harus memadamkan rasa iri dari orang miskin tersebut dengan membantunya.
Ibadah ini ikut membiasakan umat muslim memiliki sifat dermawan dan suka membantu. Tidak hanya itu, sifat lemah lembut terhadap orang yang sangat membutuhkan menjadi kewajiban bagi kita.
4. Mendatangkan Pahala dan Rezeki sekaligus Menggugurkan Dosa
Jika melakukan kewajiban bagi seorang muslim seperti shalat dan puasa Ramadhan, pahala yang kita dapatkan. Sebaliknya, jika meninggalkan, kita akan mendapat dosa. Hal yang sama juga berlaku pada ibadah zakat.
Terdapat ayat Al Qur’an yang menyebutkan hikmah tersebut sebagai berikut:
وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا ۖ وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ ۖ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
Artinya:
“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (Q.S. Al-Maidah: 12).
5. Menjadi Indikasi yang Bisa Membantu Masuk Surga
Terakhir, tidak hanya pahala, ibadah zakat juga menjadi indikasi yang akan membantu umat muslim bisa masuk surga kelak. Bisa saja harta yang kita berikan membantu agar kita selamat di akhirat. Hal itu sudah tercantum dalam hadits berikut ini:
خَمْسٌ مَنْ جَاءَ بِهِنَّ مَعَ إِيمَانٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مَنْ حَافَظَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ عَلَى وُضُوئِهِنَّ وَرُكُوعِهِنَّ وَسُجُودِهِنَّ وَمَوَاقِيتِهِنَّ وَصَامَ رَمَضَانَ وَحَجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَأَعْطَى الزَّكَاةَ طَيِّبَةً بِهَا نَفْسُهُ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ
Artinya:
“Lima perkara yang apabila dikerjakan oleh seseorang dengan keimanan, maka dia akan masuk surga; yaitu barangsiapa yang menjaga shalat lima waktu beserta wudhunya, rukuknya, sujudnya dan waktu-waktunya, melaksanakan puasa ramadhan, haji ke baitullah jika mampu menunaikannya, menunaikan zakat dengan kesadaran jiwa, serta menunaikan amanat” (HR. Abu Dawud)
Demikianlah pembahasan zakat berserta pengertian, jenis, ketentuan, dan hikmahnya. Semoga dapat menjadikan kita sebagai muslim yang taat membayar zakah.