Memahami Teori Yunan: Bukti Sejarah Nenek Moyang Indonesia

Indonesia memiliki beragam suku, budaya, tradisi, dan kekayaan leluhur yang tidak terlepas dari bagaimana sejarah yang pernah dilalui. Catatan dalam sejarah juga merekam jejak tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia. Hingga akhirnya melahirkan beberapa teori, salah satu di antaranya adalah teori Yunan. 

Dalam kajiannya, ada empat teori besar yang sebanrnya sering dikemukakan oleh para ahli. Namun, teori Yunan menjadi salah satu yang paling populer dan dipercaya karena beberpa pendapat dan bukti sejarahnya. Sehingga teori ini juga menjadi salah satu yang umum untuk dijadikan acuan. Yuk, pelajari lebih dalam!

Asal Mula Teori Yunan 

Teori Yunan dikemukakan pertama kali oleh sejarawan kuno sekaligus arkeolog yang berasal dari Austria bernama Robern Baron Von Heine Gedern. Beberapa ahli juga sepakat akan adanya teori in, di antaranya adalah J. RLagon, R. H Geldern, J. H. C Kem, dan J.R. Foster.

Teori ini menyatakan bangsa Indonesia berasal dari daerah di China Selatan yang bernama Yunnan. Karena adanya bencana alam dan desakan dari suku bangsa lain yang lebih kuat, nenek moyang Indonesia melakukan pergerakan untuk berpindah. Mereka meninggalkan wilayah di sekitar hulu sungai Salween dan Sungai Mekong. 

Berawal dari melakukan kajian mendalam terkait kebudayaan megalitik di Asia Tenggara Pasifik. Von Heine Gedern dapat menyimpulkan, pada tahun 2000 SM hingga 2200 SM pernah terjadi migrasi secara bergelombang. Pergerakan ini dilakukan dari Asia bagian utara menuju Asia bagian Selatan.

Menurutnya, migrasi ini menyebabkan banyak manusia purba akhirnya singgah dan menetap di berbagai pulau yang terbentang dari Madagaskar, Taiwan, Chili, hingga Selandia Baru. Kemudian, mereka yang menempati wilayah tersebut dan memiliki sebutan sebagai masyarakat dengan budaya Austronesia.

Penduduk Austronesia yang termasuk dalam wilayah kepulauan nusantara dan kemudian menetap, akhirnya mendapat sebutan sebagai bangsa Melayu Indonesia. Nah, orang-orang ini yang dicatat sebagai nenek moyang langsung dari bangsa Indonesia sekarang.

Teori ini memiliki dasar utama, yaitu ditemukannya kapak tua di nusantara yang memiliki ciri khas yang persis seperti kapak tua di wilayah Asia Tenggara. Penemuan tersebut membuktikan adanya proses migrasi yang terjadi di wilayah Asia Tenggara ke kepulauan nusantara. 

Gelombang Kedatangan di Indonesia

Ilustrasi Kedatangan
Ilustrasi Kedatangan | Sumber gambar: Twitter.com

Berdasarkan adanya peristiwa migrasi tersebut, teori Yunan menandakan adanya tiga gelombang perpindahan. Berikut di antaranya:

1. Proto Melayu 

Pertama ada Proto Melayu atau yang lebih dikenal dengan bangsa Melayu Tua. Pada tahun 3000 hingga 1500 SM, penduduk Austronesia yang berasal dari Asia pertama kali mendaratkan kaki di kepulauan nusantara. 

Bangsa ini memasuki wilayah nusantara menggunakan dua jalur, yaitu melalui jalur barat dari Malaysia ke Sumatra dan melalui jalur timur dari Filipina ke Sulawesi. Jika melihat dari kajiannya, bangsa ini datang menggunakan perahu bercadik satu. Proto Melayu juga menandai adanya zaman neolitikum atau zaman batu muda. 

Hal tersebut terlihat dari ciri-ciri yang ada, seperti tumbuhnya unsur kebudayaan, pertanian menetap, pembuatan tembikar, peternakan, sampai dengan batu yang sudah halus. Sehingga, bangsa ini terkenal karena memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi daripada manusia purba sebelumnya.

Hal tersebut juga selaras dengan penelitian Van Heekeren di Kalumpang, suatu daerah yang berada di Sumatera Utara. Di mana ada penemuan yang memadukan antara tradisi kapak lonjong dan kapak persegi. 

Sebuah tradisi bawaan orang-orang Austronesia yang datang melalui jalur utara dari Filipina dan Sulawesi. Lalu, secara fisik, proto Melayu seperti ras Austronesia maupun negroid. Anak keturunan asli bangsa Proto Melayu ini adalah suku Toraja dan suku Dayak, keduanya termasuk dalam suku besar di Indonesia 

2. Deutro Melayu

Gelombang kedua teori Yunan yang datang ke nusantara adalah Deutro Melayu atau Melayu Muda yang terjadi pada tahun 1500 hingga 500 SM. Bangsa ini berhasil mendesak dan akhirnya melakukan asimilasi dengan pendahulunya, Proto Melayu. Bangsa Melayu muda menginjakkan kaki ke kepulauan nusantara melalui jalur barat. 

Menempuh rute dari Teluk Tonkin di Yunan, Vietnam, lalu ke Semenanjung Malaysia, hingga sampai ke wilayah Nusantara. Dibandingkan dengan Proto Melayu, bangsa Deutro Melayu memiliki kebudayaan yang lebih maju. Pada saat itu, mereka juga memiliki kemampuan untuk menggunakan perahu bercadik dua. 

Kemajuan ini ditandai dengan kemampuannya untuk membuat berbagai barang dari bahan perunggu dan besi. Contohnya seperti kapak sepatu, kapak corong, dan berbagai bentuk nekara. Selain adanya kebudayaan logam, bangsa ini juga mulai mengembangkan kebudayaan megalitikum. 

Megalit atau zaman batu besar ini merupakan fase di mana adanya pembangunan monumen dari batu yang menjadi tanda adanya tradisi megalitik. Contohnya membuat tugu batu atau menhir, meja batu atau dolmen, sarkofagus atau keranda, kubur batu, dan adanya punden berundak.

Jika dilihat secara fisik, bangsa Deutro Melayu memiliki ciri seperti ras Melanesia maupun Mongoloid. Di Indonesia keturunan bangsa Melayu muda ini adalah suku Jawa, Melayu, dan Suku Bugis. 

3. Bangsa Primitif 

Ilustrasi Bangsa Primitif
Ilustrasi Bangsa Primitif | Sumber gambar: Quora

Gelombang kedatangan ketiga adalah bangsa primitif. Ini adalah sekelompok manusia yang sebenarnya telah lebih dulu tinggal di kepulauan nusantara sebelum bangsa Melayu (Proto Melayu dan Deutro Melayu). Bangsa ini memiliki budaya yang sangat sederhana, inilah 3 pembagian bangsa primitif: 

1. Manusia Purba (Pleistosen)

Pertama ada manusia purba dengan ciri khas selalu berpindah tempat tetapi dengan ketrampilan yang masih terbatas. Ini juga berhubungan dengan kebudayaannya, sehingga kehidupan manusia purba tidak dapat diikuti lagi kecuali dari beberapa aspek saja. 

Contohnya adalah adanya perkembangan alat-alat sederhana yang terbuat dari batu. Ini lebih terkenal dengan paleolitik. 

2. Suku Weloid 

Pada gelombang ketiga teori Yunan juga adalah Suku Weloid. Sisa dari suku kedua ini masih bisa dijumpai sampai sekarang. Seperti Suku Sakai yang berada di Siak, ada juga Suku Kubu yang ada di perbatasan Jambi dan Palembang. 

Suku ini bertahan hidup dengan mengumpulkan hasil hutan dengan kehidupan yang relatif sederhana, tetapi sudah memiliki kebudayaan. Jadi, suku ini dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat modern saat ini. 

3. Suku Negroid 

Urutan ketiga adalah Suku Negroid. Meskipun namanya cukup populer, suku ini sudah tidak ada lagi di Indonesia. Namun, keturunan suku negroid sendiri ada di pedalaman Malaysia dan Filipina. Beberapa termasuk dalam keturunannya adalah suku Semang yang ada di Semenanjung Malaysia, serta suku Negrito yang ada di Filipina. 

Tokoh-Tokoh yang Sepakat dengan Teori Yunan 

J.H.C. Kern
J.H.C. Kern | Sumber Gambar: Yogya Pos

Teori ini lahir berkat peran Robert Barron von Heine  yang mengkaji tentang asal-usul nenek moyang Indonesia. Adanya teori Yunan juga karena dukungan dan kajian oleh beberapa ahli Sejarah. 

Salah satu tokoh yang sepakat akan teori ini adalah Mohammad Ali. Pada kajiannya bisa terlihat bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunan yang mengalami desakan dan melakukan pergerakan ke Selatan.   

Seorang ahli sejarah lain seperti J.H.C. Kern juga sepakat akan teori ini. Menurutnya, penggunaan bahasa oleh penduduk yang tinggal di kepulauan Indonesia masuk ke dalam rumpun bahasa Melayu Polinesia. Bahasa ini juga dikenal dengan bahasa Austronesia.

Pada teori Yunan, penggunaan bahasa Melayu juga memiliki kemiripan dengan beberapa bahasa lain. Seperti bahasa Champa, Vietnam, dan Kamboja. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan antara nusatara dengan daratan Yunan. 

Bukti Sejarah Teori Yunan

Ilustrasi Penduduk
Ilustrasi Penduduk | Sumber gambar: Kompas.com

Melalui kajiannya terhadap kebudayaan megalitik yang berada di Asia Tenggara dan Pasifik, Von Heine Geldern sebagai seorang arkeolog dan etnolog akhirnya dapat membuat sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini berisi tentang pada Neolitikum terjadi perpindahan atau migrasi secara besar-besaran dari Asia Utara ke Asia Selatan.

Sebuah pernyataan yang didukung dengan adanya temuan dan bukti-bukti. Seperti penemuan kapak lonjong dan kapak persegi di wilayah nusantara. Di mana kapak tersebut memiliki kesamaan dengan temuan kapak yang ada di wilayah Asia Tengah.

Tidak hanya di wilayah Asia, penemuan kapak persegi ini juga ada di wilayah bagian barat Indonesia. Sedangkan, penemuan kapak lonjong paling banyak di wilayah bagian timur Indonesia. 

Sudah Tahu Apa itu Teori Yunan?

Kesimpulannya, awal mula terlahirnya teori Yunan berasal dari kajian Robert Barron von Heine dengan kesepakatan beberapa ahli sejarah. Beberapa kajian dilihat dari peninggalan, bahasa, dan juga keturunannya. Penemuan alat-alat dari perunggu, besi, dan batu dalam berbagai bentuk juga menunjukkan ciri-ciri setiap generasinya. 

Jika kamu ingin mengetahui lebih jauh lagi asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia, kamu bisa juga mempelajari beberapa teori lain. Agar dapat menambah wawasan sejarahmu pelajari juga teori Nusantara, teori out of Afrika, dan teori out of Taiwan yang tak kalah menarik. Semoga bermanfaat!

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page