Pengertian Surplus, Jenis, Cara Menghitung, & Contohnya

Surplus dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada pasar, khususnya dalam permintaan dan penawaran produk. Sehingga membuat produk kurang efisien dalam pasarnya. Lantas, bagaimana cara perhitungan yang benar? Apakah bisa mengembalikan keseimbangan?

Apa Itu Surplus?

Surplus merupakan berbagai aset yang jumlahnya telah melebihi porsi dalam penggunaan aktifnya. Kondisi ini merujuk pada jumlah benda yang berbeda-beda. Di antaranya adalah modal, laba, pendapatan, dan barang. Oleh sebab itu, kondisi ini memiliki definisi yang berbeda-beda berdasarkan konteks.

Berdasarkan persediaan, keadaan tersebut menggambarkan produk yang berada di rak toko, namun tidak ada yang membelinya. Lain halnya pada konteks anggaran, fenomena ini bisa terjadi karena adanya pendapatan yang melebihi pengeluaran.

Selain itu, pada anggaran pemerintah juga bisa terjadi. Sebagai contoh, saat ada sisa pendapatan pajak, di mana pemerintah melaksanakan pembiayaan terhadap semua program.

Dengan demikian, definisi paling benar dari kondisi ini adalah sebagai gambaran dari tingkat aset yang telah melebihi jumlahnya. Deskripsi lainnya cenderung lebih ke persediaan yang tetap ada karena produk belum terjual. 

Menjadi anggaran saat perolehan pendapatan yang melebih biaya pengeluaran. Sehingga kondisi ini tercipta karena adanya keputusan permintaan dan penawaran dalam sebuah produk. Bahkan, kondisi ini juga bisa terjadi saat seseorang membayar lebih produk, sehingga menjadikan konsumen lainnya tidak kedapatan.

Inilah mengapa ketidakseimbangan pasar bisa terjadi, khususnya pada permintaan dan penawaran untuk produk. Adanya ketidakseimbangan tersebut akan menyebabkan produk sulit mengalir secara efisien di pasar.

Jenis-Jenis dan Cara Menghitungnya

Memiliki cangkupan yang sangat luas, istilah ini juga dibagi menjadi beberapa jenis. Jika dilihat dari ruang lingkup ekonomi, ada dua jenisnya, yakni konsumen dan produsen. Keduanya memiliki cara perhitungan yang berbeda-beda, berikut ini penjelasannya:

1. Surplus Konsumen

Jenis ini berfokus konsumen, sehingga didefinisikan sebagai ukuran ekonomi konsumen yang dihasilkan karena adanya persaingan dalam pasar. Ketidakseimbangan konsumen dapat terjadi saat harga yang dibayarkannya lebih rendah dari harga yang sesungguhnya.

Oleh sebab itu, konsumen akan menerima ukuran tambahan. Hal tersebut terjadi karena konsumen membayarnya lebih rendah daripada harga asli yang ditetapkan pada produknya.

Konsep konsumen sudah berkembang sejak tahun 1844, di mana digunakan dalam pengukuran sosial barang publik. Mulai dari kanal, jembatan, jalan raya, dan lain sebagainya. Sehingga menjadikannya sebagai alat penting dalam bidang ekonomi, khususnya kebijakan dari pemerintah.

Istilah ini ada didasarkan oleh teori ekonomi utilitas marjinal, yakni rasa puas tambahan konsumen dalam memperoleh barang atau jasa yang diinginkannya. Sementara itu, utilitas disediakan oleh barang atau jasa dengan bentuk yang bervariatif. Mulai dari individu ke individu lainnya, itu tergantu preferensi pribadi.

Secara umum, semakin banyak produk yang didapatkan oleh konsumen, maka semakin sedikit untuk belanja lebih banyak lagi. Ini karena konsep utilitas marjinal yang akan berkurang dan membuat manfaat tambahan semakin mudah untuk diterima oleh konsumen.

Fakta lainnya, kondisi dari konsumen ini juga bisa terjadi karena mereka membayar lebih produk dibandingkan dengan harga pasar saat ini. Jadi, tergantung bagaimana individu dalam menyikapinya. 

Rumus Konsumen

Adapun formula untuk menghitung jenis konsumen ini yang sesuai dengan ekonomi, yakni sebagai berikut ini:

Surplus konsumen = (½) x Qd x ΔP

Pengertian dari masing-masing singkatannya:

  • Qd: Kuantitas yang merujuk pada keseimbangan, lebih tepatnya pada penawaran dan permintaan produk yang sama.
  • ΔP: Pmax – Pd didefinisikan sebagai harga pada keseimbangan yang berkaitan dengan penawaran dan permintaan produk secara sama.
  • Pmax: Harga yang akan dibayar oleh konsumen dengan suka rela.

Sebagai representasi grafis dari perhitungan konsumen, kurva permintaan memiliki peranan yang sangat penting. Hal tersebut terjadi karena kurva menjadi gambaran dari hubungan harga produk dan jumlah permintaan produknya.

Di mana harga akan digambarkan dengan bentuk sumbu y grafik. Lalu, kuantitas permintaannya menggunakan sumbu x. Ini disebabkan oleh hukum utilitas marjinal yang berkurang, sehingga kurva permintaan akan jatuh ke bawah.

Pengukuran konsumen digunakan untuk area bawah kurva permintaan, bisa juga merujuk pada jumlah yang dibelanjakan oleh konsumen secara sukarela. Biasanya harganya akan di atas harga pasar yang sebenarnya, sehingga digambarkan melalui penarikan garis horizontal antara sumbu y dengan kurva permintaan.

Jenis ini dapat dihitung secara agregat maupun individu, ini tergantung sifat dari kurva permintaan. Apakah sifatnya individual atau agregat. Selain itu, jenis konsumen ini juga akan selalu meningkat, terutama saat harga produk turun. Namun, akan berkurang jika harga produk semakin naik.

Sebagai contoh, ada seorang konsumen yang bersedia membayar produk sebesar Rp5.000.000,00 untuk unit pertama dan Rp2.000.000,00 untuk unit ke 20. Apabila unit ke 20 dijual dengan harga Rp2.000.000,00, maka unit selanjutnya tergantung kurva permintaan konsumen yang konsisten.

Dengan demikian, jenis ketidakseimbangan konsumen berupa nol saat permintaan suatu barang atau jasa secara sempurna. Akan tetapi, permintaannya tidak efisien dan tidak terbatas.

2. Surplus Produsen

Berbeda dari konsumen, produsen berfokus pada manfaat yang akan diterima oleh perusahaan saat harga ekuilibriumnya lebih tinggi dibandingkan dengan harga tersedia. Harga terendah yang tersedia akan diterima perusahaan, bertujuan untuk menghasilkan barang yang bermanfaat.

Maksud dari harga terendah yang perusahaan terima adalah biaya produksi unit tambahan produk atau bisa disebut sebagai biaya marjinal. 

Rumus Produsen

Di bawah ini rumus perhitungannya:

Surplus produsen = (1/2) x Qe x (Pe-Pmin).

Sebagai contoh, ketika biaya marjinal sebuah perusahaan memiliki persamaan dengan Rp3.000,00 per unit dan harga di pasar mencapai Rp4.000,00. Dengan demikian, produsen akan memperoleh surplus sebesar Rp1.000,00. Ini sesuai dengan konteks ekonomi, menjadikan produsen sebagai bagian di dalamnya.

Sehingga jenis ini didefinisikan seperti keuntungan yang akan dicapai oleh produsen, terutama saat mereka menjual barang atau jasa yang melebihi harga sebenarnya.

Dengan kata lain, perbedaan total pendapatan yang diterima produsen dan jumlah minimum yang dibutuhkan produksi maupun penjualan sebuah produk. Inilah mengapa jenis ini menjadi bagian total dari ekonomi selain konsumen. 

Ini adalah sebuah ukuran kesejahteraan bagi para produsen. Sebab kurva penawaran dapat diukur dengan harga minimum, sesuai dengan kebutuhan pemasok untuk produksi dan penjualan produknya.

Berapapun jumlah akan diterima oleh produsen, pastinya di atas harga minimum dan menjadi nilai tambahan untuk produsen. Oleh sebab itu, area atas kurva penawaran dan bawah harga pasar dapat diukur untuk produsen. Umumnya, akan diwakili oleh area hijau saat grafiknya dibuat.

Kondisi ini bisa terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah faktor produksi yang lebih produktif. Mulai dari lokasi strategis, tanah subur, dan lain sebagainya. Jika sumber daya lebih produktif, maka sumber daya akan menghasilkan nilai bagi pemiliknya. Sehingga harga pasar juga semakin tinggi.

Akan tetapi, penurunan pada harga jual juga akan membuat jenis produsen ikut menurun. Sedangkan kebalikannya, jika terjadi kenaikan harga maka nilainya juga akan meningkat. Dengan demikian, penghasilan barang akan jauh lebih insentif dan banyak.

Seorang produsen dapat meningkatkan nilainya, yakni dengan melakukan penjualan yang lebih banyak. Penjualan juga disertai dengan harga yang lebih tinggi. Namun, janganlah meningkatkannya tanpa batas. 

Ini karena harga lebih tinggi akan membuat menurunkan permintaan produk. Adapun alternatif yang bisa digunakan, yakni perusahaan bisa memakai diskriminasi harga pada beberapa konsumen, sehingga nilai produsen bisa optimal.

Contoh Surplus

Konsumen:

Ada beberapa konsumen yang bersedia untuk membayar permen dengan harga Rp1.000,00. Ini adalah harga paling tinggi jika dibandingkan dengan permen lainnya. Ada juga beberapa konsumen yang bersedia membayar Rp500,00 untuk 20 permen.

Dengan demikian, berikut ini perhitungan yang bisa dinikmati oleh konsumen:

Surplus konsumen = (½) x Qd x ΔP

Rp1.000,00  = (½) x 20 x (Rp1.000,00 – Rp500,00)

Sudah Tahu Apa Itu Surplus?

Ketidakseimbangan tersebut memiliki poin positif dan negatifnya tersendiri, itu tergantung bagaimana individu menangkapnya. Baik itu konsumen maupun produsen bisa merasakan surplus, entah pada ruang lingkup yang menguntungkan atau tidak.

Pastikan untuk menghitung tingkat aset dengan benar, karena berpengaruh pada nilai suatu produk yang diperjual belikan. Oleh sebab itu, pakailah cara-cara di atas untuk menemukan hasil perhitungan yang paling benar!

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page