Masih ingat bagaimana bunyi isi Sumpah Gajah Mada? Sumpah tersebut memang berkaitan erat dengan sosok bernama Gajah Mada dalam sejarah kerajaan di tanah air.
Ada sejumlah hal menarik yang bisa kita bahas tentang Gajah Mada yang juga dikenal dengan nama Sumpah Palapa.
Penasaran? Yuk, kita simak bersama pembahasannya di sini!
Daftar ISI
Siapakah Gajah Mada?
Banyak orang yang mengenal Gajah Mada sebagai seorang patih dari sebuah kerajaan Hindu terbesar yang pernah berdiri di Nusantara, yaitu Kerajaan Majapahit. Beliau dikenal sebagai patih yang cakap dan setia terhadap rajanya, Hayam Wuruk.
Tetapi, tidak banyak informasi yang tersedia mengenai asal usul dan apapun yang berhubungan dengan Gajah Mada secara rinci lebih dari keterangan di atas.
Walaupun begitu, ada sedikit informasi tentang asal-usul pencetus isi Sumpah Gajah Mada yang masih bisa kamu pelajari, lo.
Tidak ada yang tahu secara pasti mengenai tanggal, tahun, dan di mana Gajah Mada lahir. Sampai saat ini, belum ditemukan bukti-bukti atau catatan konkrit yang merujuk pada peristiwa kelahiran Gajah Mada.
Namun, ada dugaan bahwa Gajah Mada lahir di sekitar Gunung Kawi dan Gunung Arjuna, tepatnya, di sekitar hulu Sungai Brantas.
Sejumlah sumber menduga bahwa Gajah Mada lahir pada tahun 1299, dengan nama lain Jirnnodhara.
Singkatnya, sepak terjang kehidupan Gajah Mada sangat baik. Kondisi tersebut dibuktikan semasa beliau menjabat mahapatih Kerajaan Majapahit, saat masa pemerintahan Hayam Wuruk, dengani pengalaman sebagai panglima perang.
Gajah Mada juga punya pengalaman mengampu jabatan lain di tangan pemerintahan raja yang lain pula. Misalnya, beliau pernah menjadi bekel bhayangkara (ketua pengawal raja) di bawah pemerintahan Prabu Jayanegara, yang berlangsung pada tahun 1309 hingga 1328.
Selain itu, Gajah Mada juga pernah menjadi patih yang mendampingi Tribhuwana Tunggadewi di Kahuripan pada tahun 1319 hingga 1321.
Gajah Mada juga berpengalaman di medan perang. Beliau terbukti cakap dalam menumpas sejumlah pemberontakan yang terjadi di dalam tubuh Kerajaan Majapahit, seperti pemberontakan Ra Kuti, Keta, dan Sadeng.
Pada akhirnya, Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Amangkubhumi (selanjutnya kita sebut sebagai Mahapatih saja), pada tahun 1334, menggantikan Mpu Kewes yang menginginkan masa pensiun.
Pada masa inilah beliau mencetuskan isi Sumpah Gajah Mada (Palapa) yang melegenda tersebut.
Perlu kamu ketahui sekilas, bahwa gelar Mahapatih Amangkubhumi adalah sebuah gelar yang terpandang di zaman Kerajaan Majapahit. Kalau kamu bandingkan gelar tersebut dengan zaman sekarang, bisa dibilang Mahapatih Amangkubhumi adalah jabatan yang setara dengan Perdana Menteri.
Kisah Gajah Mada dan Sumpah Palapa
Sudah menjadi pengetahuan umum kalau Mahapatih Gajah Mada identik dengan sebuah sumpah yang bernama Sumpah Palapa. Bisa dibilang bahwa Gajah Mada adalah Sumpah Palapa dan Sumpah Palapa adalah Gajah Mada, keduanya tidak bisa terpisah.
Kalau kita kilas balik sejarahnya, Mahapatih Gajah Mada memperkenalkan Sumpah Palapa pada tahun 1336 Masehi, bersamaan dengan tahun ketika beliau dilantik secara resmi menjadi Mahapatih Amangkubhumi.
Inti dari isi Sumpah Gajah Mada (Palapa) tersebut adalah Gajah Mada tidak akan bersenang-senang jika belum berhasil menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Kamu bisa melihat kutipan isi sumpah tersebut dalam bahasa aslinya berikut ini:
“Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Jika kita bahasakan ke Bahasa Indonesia, arti dari Sumpah Palapa yaitu:
“Kamu Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Kamu Gajah Mada, Jika telah menundukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit, saya (baru akan) melepaskan puasa.
Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”.
Tidak sedikit orang yang bertanya apa yang Gajah Mada maksud sebagai amuktia palapa. Sebagian orang mengartikan arti dari amuktia palapa sebagai ungkapan “memakan buah pala/palapa”.
Lalu, apa maksud atau konteks dari ungkapan itu?
Para ahli dan sejarawan percaya jika memakan buah pala/palapa berarti bersenang-senang. Kata palapa pada amuktia palapa adalah istilah yang merujuk pada sebuah kata pada bahasa Jawa Kuno yaitu palapan.
Palapan memiliki arti segala sesuatu yang memikat, menarik, menyenangkan, dan memberikan dampak baik. Kata palapan juga bisa berarti ungkapan bersenang-senang ataupun beristirahat.
Jadi, para ahli dan sejarawan percaya bahwa Gajah Mada tidak sembarang bicara saat mengucapkan isi Sumpah Gajah Mada (Palapa) ini. Sumpah tersebut memiliki makna yang sangat dalam dan memiliki arti sebagai tekad bulat Sang Mahapatih untuk menyatukan Nusantara.
Sejarah Sumpah Palapa
Pada saat ini, sebagian orang meragukan Sumpah Gajah Mada dan tidak yakin bahwa Gajah Mada akan sanggung memenuhinya.
Tetapi, Gajah Mada akhirnya memulai kampanye politiknya dalam mempersatukan Nusantara dari tahun 1336 hingga tahun 1357. Dalam masa penyatuan Nusantara ini, beliau berjuang bersama dengan Laksamana Nala ke Swarnabhumi (Sumatera), Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, hingga Pulau Bintan.
Kemudian, pada tahun 1343, Gajah Mada juga kembali menorehkan tinta emas untuk memenuhi janji isi Sumpah Gajah Mada (Palapa) yang pernah beliau ucapkan.
Bersama Arya Damar, beliau berhasil menaklukkan Bedahulu (di Bali), sejumlah daerah di Kalimantan (Sampit, Brunei, Sulu, Baritu, Malano, Landak, Samadang, Sambas, dan lain sebagainya), dan Lombok.
Tibalah era keemasan karir Mahapatih Gajah Mada di tahun 1357 ketika beliau kembali berhasil melakukan kampanye politik penyatuan Nusantara. Pada masa ini, Mahapatih Gajah Mada berhasil menaklukkan wilayah timur Nusantara, seperti Seram, Sasak, Solor, Bima, Banda, Ambon, Timor, Dompo, Sumba, Buton, juga Luwu.
Saat itu, pemerintahan kerajaan Majapahit berada di bawah kepemimpinan Hayam Wuruk (1350-1389 Masehi).
Namun, masa keemasan Gajah Mada sebagai Mahapatih Amangkubhumi mengalami penurunan karena terjadi Perang Bubat pada tahun 1957. Apa itu Perang Bubat?
Perang Bubat adalah perang yang melibatkan Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat. Awal mula perang ini adalah perselisihan antara Gajah Mada dengan Prabu Maharaja Linggabuana (Raja Kerajaan Sunda).
Perselisihan ini timbul karena ambisi besar Gajah Mada untuk menguasai Nusantara, termasuk Kerajaan Sunda, dan memenuhi janji yang tertuang dalam isi Sumpah Gajah Mada (Palapa).
Perang Bubat ini berakhir dengan tewasnya hampir semua rombongan Kerajaan Sunda, berikutang raja Prabu Maharaja Linggabuana dan Putri Dyah Pitaloka (anak sang raja).
Menariknya, Perang Bubat juga menjadi penyebab renggangnya hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada. Tidak cuma itu, tetapi hubungan Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda menjadi rusak.
Padahal, sebelum Perang Bubat terjadi, tidak ada masalah di antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda.
Baca Juga: Artefak: Pengertian, Jenis, serta Contohnya
Faktanya, wilayah Nusantara pada masa itu jauh lebih luas dari luas wilayah Indonesia yang kita ketahui hari ini. Melihat kondisi tersebut, wajar saja jika sebagai orang pada awalnya meragukan kemampuan Gajah Mada untuk merealisasikan niatnya mempersatukan Nusantara.
Tetapi, pada akhirnya Gajah Mada bisa terbilang sukses dalam memenuhi janji isi Sumpah Gajah Mada (Palapa).
Pasalnya, menurut keterangan sejarah, hampir semua wilayah yang beliau sebutkan di isi Sumpah Gajah Mada berhasil beliau taklukkan. Suksesnya kampanye politik yang Mahapatih Gajah Mada jalankan menjadikan Kerajaan Majapahit sebagai salah satu kerajaan tersukses yang pernah berdiri di Nusantara.