Merupakan kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa, Kerajaan Tarumanegara berdiri dari tahun 358 hingga 669 Masehi. Meskipun terletak di Nusantara, namun pendiri kerajaan yang memiliki nama lain To-Lo-Mo ini berasal dari India dan bernama lengkap Maharesi Jayasingawarman.
Bukti keberadaan Tarumanegara sendiri diketahui dengan peninggalan tujuh buah prasasti, yang sebagian besar memuat tapak kaki Raja Purnawarman. Selain sebagai bentuk sejarah yang tak ternilai, keseluruhan prasasti tersebut juga telah mewariskan wawasan yang berharga tentang kebudayaan dan kehidupan masa lampau.
Artikel ini akan mengulas secara detail mengenai Kerajaan Hindu Tarumanegara lengkap dengan sejarah, letak, raja-raja yang pernah memimpin, peninggalan, dan penyebab keruntuhan kerajaan tersebut. Tanpa berlama-lama lagi, simak artikel ini selengkapnya!
Daftar ISI
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanegara atau To-Lo-Mo lahir pada abad ke 4 Masehi atau sekitar tahun 358 Masehi. Adapun, pendiri kerajaan ini bukanlah orang asli Nusantara, melainkan Maharesi Jayasingawarma.
Raja Jayasingawarman sendiri merupakan seorang mahesi atau pendeta yang berasal dari India, tepatnya daerah Salankayana. Ia mengungsi ke Nusantara karena Kerajaan Maghada menyerang dan menaklukkan wilayahnya.
Saat tiba di Jawa Barat, Raja Jayasingawarman memohon izin kepada Dewawarman VII, raja Kerajaan Salakanagara, untuk mendirikan pemukiman baru. Usai memperoleh persetujuan, Raja Jayasingawarman pun membangun Kerajaan Tarumanegara. Nama Tarumanegara sendiri diambil dari pohon arum yang tumbuh sekitar Sungai Citarum.
Setelah memutuskan menjadi pertapa, Raja Jayasingawarman yang menguasai kerajaan sejak 358 Masehi, akhirnya turun takhta pada 382 Masehi. Kekuasaannya lantas ia berikan kepada putranya, Raja Dharmayawarman. Sebagai informasi, tak banyak sumber yang menyebut era kepemimpinan Raja Dharmayawarman.
Catatan sejarah justru menyatakan kepemimpinan Purnawarman sebagai raja ketiga yang sukses membawa kerajaan Hindu ini mencapai tingkat kejayaan yang pesat. Pada masa pemerintahan Raja Purnawarman, Tarumanegara berhasil menguasai 48 daerah dan melakukan penanganan banjir dengan cara pengairan Sungai Gomati.
Letak Kerajaan Tarumanegara
Konon, letak Kerajaan Tarumanegara berada di bagian barat pulau Jawa. Sementara itu, perkiraan tempat untuk pusat kerajaan itu sendiri adalah Bogor. Sesuai dengan isi dari Prasasti Tugu, wilayah kekuasaan Kerajaan Hindu terbesar nomor dua se-Nusantara tersebut membentang dari Banten hingga Cirebon.
Adapun, beberapa sentral lokasi kekuasaan Tarumanegara meliputi sepanjang aliran Sungai Citarum, Ciliwung, Cisadane, dan Candrabaga. Karena lokasi kerajaan tersebut yang strategis, maka mendukung menjadi titik utama dari pertumbuhan dan perkembangan peradaban Tarumanegara.
Terlebih lagi, Raja Purnawarman yang piawai dalam memimpin dan membawa Tarumanegara untuk menjadi kerajaan dengan kemajuan yang sangat pesat. Meski begitu, tak jelas bagaimana struktur genealogis dari raja-raja Tarumanegara, walaupun terdapat berbagai prasasti dan peninggalan-peninggalan bersejarah lainnya.
Daftar Raja dari Kerajaan Tarumanegara
Sejak berdirinya Kerajaan Tarumanegara, masa pemerintahan kerajaan tersebut dipimpin oleh sebanyak 12 raja. Sayangnya, informasi yang terhimpun mengenai keturunan atau silsilah dari raja-raja Tarumanegara sangat minim.
Dari keseluruhan Raja Tarumanegara, hanya Raja Dharmayawarman dan Raja Candrawarman yang merupakan keturunan langsung dari raja yang sebelumnya. Berikut adalah urutan nama-nama raja yang pernah memerintah kerajaan Hindu tersebut:
- Raja Jayasingawarman (358-382 Masehi)
- Raja Dharmayawarman (382-395 Masehi)
- Raja Purnawarman (395-434 Masehi)
- Raja Wisnuwarman (434-455 Masehi)
- Raja Indrawarman (455-515 Masehi)
- Raja Candrawarman (515-535 Masehi)
- Raja Suryawarman (535-561 Masehi)
- Raja Kertawarman (561-628 Masehi)
- Raja Sudhawarman (628-639 Masehi)
- Raja Hariwangsawarman (639-640 Masehi)
- Raja Nagajayawarman (640-666 Masehi)
- Raja Linggawarman (666-669 Masehi)
Apa Saja Peninggalan Kerajaan Tarumanegara?
Sama halnya dengan Kerajaan Hindu lainnya, Kerajaan Tarumanegara banyak meninggalkan prasasti. Tak hanya menjadi bukti eksistensi Tarumanegara, prasasti tersebut juga berfungsi sebagai bentuk dokumen dan catatan sejarah tentang kegiatan pemerintahan, agama, dan kebudayaan mereka.
Berikut ini adalah tujuh jenis prasasti yang menjadi sumber sejarah tentang peninggalan Tarumanegara. Keseluruhan prasasti yang ada diberi nama sesuai dengan lokasi penemuannya.
1. Prasasti Kebon Kopi
Terbuat dari batu andesit berwarna coklat dengan ukuran yang cukup besar, prasasti Kebon Kopi ditemukan oleh seorang warga berkebangsaan Belanda pada awal abad ke-19.
Prasasti ini juga memiliki nama lain sebagai Prasasti Tapak Gajah, karena adanya pahatan yang menyerupai kaki gajah. Kabarnya, pahatan jejak kaki gajah tersebut sebagai bentuk representasi dari kendaraan Raja Purnawarman.
2. Prasasti Ciauruteun
Penemuan prasasti Ciauruteun sekitar tahun 1863 dengan letak lokasi yang berada pada tepi Sungai Ciaruteun, dekat muara Sungai Cisadane. Dengan menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara ini memiliki pahatan laba-laba serta sepasang telapak kaki milik Raja Purnawarman.
3. Prasasti Pasir Jambu
Mengandung tulisan pujian terhadap masa kepemimpinan Raja Purnawarman, Prasasti Pasir Jambu ini juga populer sebagai Prasasti Pasir Koleangkak. Penemuan lokasi prasasti tersebut bertempat pada kawasan perkebunan jambu, Bukit Pasir Koleangkak, Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
4. Prasasti Tugu
Karena berisikan tulisan yang paling panjang, Prasasti Tugu merupakan salah satu prasasti yang menarik dari Kerajaan Tarumanegara. Perkiraan pembuatan prasasti Tugu sendiri yaitu saat pemerintahan Raja Purnawarman.
Hal tersebut terbukti dengan adanya tulisan yang menjelaskan tentang perintah Purnawarman kepada rakyat untuk membuat saluran irigasi pada Sungai Gomati.
5. Prasasti Cidanghiang
Berupa batu yang ditulis dengan teknik pahat, Prasasti Cidanghiang terdiri dari dua kalimat yang memuat sanjungan khusus kepada keberanian Raja Purnawarman selama masa kepemimpinannya. Prasasti yang memiliki nama lain Munjul ini memiliki ukuran 3,2 meter x 2,2 meter dan terletak di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Pandeglang.
6. Prasasti Pasir Awi
Berbeda dengan prasasti lainnya yang ditemukan pada aliran sungai, Prasasti Pasir Awi justru berada pada lokasi perbukitan, sebelah selatan Bukit Pasir Awi, area Hutan Cipamingkis, Bogor. Dalam prasasti ini juga terdapat jejak telapak kaki dan tulisan Pallawa. Namun, isi dari Prasasti Pasir Awi masih belum teridentifikasi hingga sekarang.
7. Prasasti Muara Cianteun
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara berikutnya adalah Prasasti Muara Cianteun. Sebagaimana dengan prasasti Ciaruteun dan Pasir Awi, tulisan pada Prasasti Muara Cianteun juga menggunakan huruf Sangkha atau ikal. Prasasti yang terbentuk dari batu andesit ini ditemukan pada tahun 1864 silam.
Penyebab Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara
Sepeninggal Raja Purnawarman yang menghembuskan napas pada 434 M, Kerajaan Hindu Tarumanegara telah beberapa kali berganti raja. Kendati demikian, Tarumanegara mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh tak tersisa.
Keruntuhan kerajaan ini diperkirakan terjadi pada pertengahan abad ke 7 Masehi, yakni pada masa kepemimpinan Raja Linggawarman, setelah tiga tahun berkuasa. Tahta tersebut kemudian secara otomatis menurun kepada menantunya, Tarusbawa.
Setidaknya, terdapat dua faktor primer yang menyebabkan Tarumanegara menghadapi keruntuhan, yaitu:
1. Adanya Serangan dari Kerajaan Sriwijaya
Berdasarkan informasi dari Prasasti Kota Kapur milik kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Tarumanegara mengalami kemunduran sekitar tahun 650 Masehi. Isi prasasti Kota Kapur menyebut bahwa pendiri Kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang Sri Jayanasa melakukan serangan terhadap Bhumi Jawa.
Alasan yang mendasari agresi militer tersebut, yaitu karena Tarumanegara tidak ingin tunduk dengan Sriwijaya. Serangan ini terjadi bersamaan dengan keruntuhan Tarumanegara dan Ho-Ling (Kalingga) pada akhir abad ke-7.
2. Perpecahan Kerajaan Tarumanegara
Sebagai informasi, naskah wangsakerta meyakini perpecahan Kerajaan Hindu Tarumanegara karena adanya pembagian kekuasaan kerajaan dari Raja Linggawarman ke Tarusbawa. Namun, Tarusbawa yang saat itu menjabat sebagai raja dari Kerajaan Sunda lebih memilih untuk mengembangkan kerajaannya sendiri.
Akibatnya, Galuh yang berada dekat wilayah Cirebon meminta untuk memisahkan diri dari Tarumanegara. Hal tersebut mengakibatkan Tarumanegara pecah dan melahirkan dua Kerajaan berbeda, yaitu Sunda dan Galuh yang nantinya menjadi kerajaan terbesar di Jawa Barat pada masanya.
Sudah Tahu Mengenai Kerajaan Tarumanegara?
Meski belum ada infrastruktur dan teknologi canggih, namun kehidupan sosial ekonomi masyarakat Tarumanegara tergolong maju.
Untuk memajukan pertanian serta perdagangan, Raja Purnawarman menerapkan penggalian Sungai Gomati yang berguna sebagai bentuk kemaslahatan umat. Selain berfungsi untuk sarana pengairan dan pencegahan banjir, Sungai Gomati juga dapat menjadi jalur lalu lintas untuk pendistribusian barang dari pedalaman ke daerah luar. Adanya prasasti peninggalan tak hanya menjadi bukti arkeolog yang penting, melainkan mampu membuktikan pendidikan dan peradaban kerajaan To-Lo-Mo yang berkembang dengan baik. Walaupun pada akhirnya runtuh karena serangan Sriwijaya dan perpecahan kubu, Kerajaan Tarumanegara akan terkenang dalam catatan sejarah.