Pakaian adat Jawa Barat memiliki ciri khas pada gayanya. Tetapi, tidak cuma itu saja keunikannya! Pasalnya, baik pakaian untuk laki-laki ataupun perempuan, golongan atas maupun rakyat biasa, busana khas Jawa Barat memiliki ciri khas, fungsi, serta makna filosofinya masing-masing.
Ayo, mengenal lebih banyak tentang busana-busana khas Jawa Barat melalui pembahasan kali ini!
Daftar ISI
Kenali 7 Pakaian Adat Jawa Barat
Suku Sunda memiliki pengaruh besar dalam perkembangan budaya di Jawa Barat sehingga wajar saja jika busana tradisional khas Jawa Barat juga mendapatkan banyak pengaruh dari kebudayaan suku tersebut. Ini dia tujuh ragam pakaian tradisional khas dari tanah Sunda!
1. Kebaya Sunda
Kebaya merupakan busana adat untuk kaum wanita yang memiliki arti keanggunan dan keteguhan. Tidak hanya Jawa Tengah dan Jawa Timur saja yang memiliki kebaya, Jawa Barat juga memiliki kebaya khas daerah mereka. Kebaya khas Sunda tidak hanya memiliki nilai keindahan yang tinggi, tetapi juga nilai budaya dan historis.
Menurut catatan sejarah, kebaya berasal dari kata dalam bahasa Arab, yaitu “abaya” yang berarti pakaian jubah. Busana kebaya Indonesia biasanya terbuat dari kain yang ringan dan transparan, seperti katun dan sutra.
Kebaya Sunda memiliki ciri khas yang membedakannya dengan kebaya lainnya, seperti dalam rincian di bawah ini.
- Memiliki dua jenis neckline atau garis leher, yaitu bentuk U-neck dan V-neck.
- Mempunyai dua jenis bentuk samleh atau kerah, yaitu samleh kecil dan samleh lebar.
- Terdapat 3 jenis bentuk pergelangan lengan, yaitu bentuk pergelangan yang lurus dan sedikit melebar, bentuk yang melebar, dan bentuk yang mengecil.
- Warna kebaya Sunda kebanyakan berwarna cerah, seperti putih, marun, merah muda, hingga ungu.
Kebaya Sunda mencerminkan nilai-nilai filosofis untuk perempuan Sunda. Sebagai contoh, pakaian adat Jawa Barat ini mencerminkan kesederhanaan yang menggambarkan bahwa perempuan Sunda itu sederhana tapi tetap anggun.
Selain itu, dalam pakaian tersebut juga tersimpan nilai kerukunan dan kebahagiaan dalam menjalin hubungan antar warga.
2. Pangsi
Pangsi merupakan salah satu busana khas suku Sunda untuk laki-laki. Selain Sunda, suku Betawi juga memiliki pakaian pangsi dengan berbagai corak warna, seperti hitam, putih, hijau, dan merah. Meskipun begitu, pangsi khas Sunda memiliki satu ragam warna saja, yaitu hitam.
Busana pangsi merupakan singkatan dari frasa “pangeusi numpang ka sisi”. Arti dari ungkapan tersebut adalah busana penutup badan yang cara pakainya dililitkan secara menumpang seperti sarung.
Baju pangsi punya dua bagian, yaitu salontreng dan pangsi. Salontreng merupakan bagian atas, atau atasannya. Sedangkan, bagian bawah atau celana juga disebut dengan pangsi. Meskipun begitu, penyebutan pangsi umumnya merujuk pada keseluruhan busana.
Busana pangsi ini memiliki 3 makna filosofis yang dapat kamu pahami melalui penjelasan singkat berikut ini.
- Tangtung (Tangtungan Ki Sunda Nyuwu Kana Suja): yang berarti memiliki pendirian dan keteguhan yang kuat.
- Nangtung (Nangtung, Jejeg, Ajeg dina Galur. Teu Unggut Kalinduan, Teu Gedag Kaanginan): makna ini berarti untuk memiliki keteguhan dan pendirian dalam keyakinan, serta semangat juang yang tinggi.
- Samping (Depe Depe Handap Asor): makna ini memiliki arti untuk selalu rendah hati dan tidak sombong.
3. Bedahan
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, masyarakat Sunda terbagi atas tiga kelas, yaitu bangsawan, menengah, dan rakyat jelata. Baju bedahan merupakan busana yang menunjukkan status sosial untuk kaum kelas menengah, yang terdiri atas profesi saudagar, pamong praja, dan pegawai negeri.
Pakaian adat Jawa Barat ini dikenakan oleh kaum kelas menengah dalam acara-acara resmi. Pakaian bedahan untuk laki-laki terdiri dari jas putih dengan bawahan kain kebat yang disarungkan di pinggang. Selain itu, mereka juga mengenakan penutup kepala yang bernama bengker agar tampak rapi.
Kaum kelas menengah tidak mengenakan arloji emas pada pergelangan tangan sebagai aksesoris, melainkan memasukan arloji emas pada saku atas di sebelah kiri. Menurut peraturan Hindia Belanda, hanya laki-laki dewasa saja yang boleh menggunakan arloji emas.
Di sisi lain, perempuan kelas menengah mengenakan kebaya yang terbuat dari kain dengan kualitas yang lebih baik dari kebaya untuk rakyat biasa. Mereka juga menggunakan kain kebat sebagai rok panjang. Tidak ketinggalan, mereka juga memakai aksesoris untuk menunjang penampilan, seperti kalung, cincin, dan bros.
Sekarang ini, strata sosial di Jawa Barat sudah tidak ada lagi. Jadi, setiap orang dari kelas sosial manapun bisa mengenakan baju bedahan.
4. Menak
Sama seperti bedahan, Menak juga merupakan busana yang menunjukkan status sosial seseorang. Bedanya, pakaian adat Jawa Barat ini hanya dipakai oelh golongan bangsawan dan kelas elit. Kata “menak” dalam bahasa Sunda memiliki arti terhormat. Oleh karena itu, busana menak memiliki desain yang elit dan mewah.
Busana menak untuk laki-laki bangsawan Sunda terdiri atas setelan atasan dan celana sebagai bawahan. Atasan baju menak laki-laku tersebut berupa jas beludru berwarna hitam. Jas ini memiliki motif yang terbuat dari sulaman benang emas Biasanya, motif tersebut ada pada bagian ujung lengan, kerah, dan sekitar kancing.
Sementara itu, celanan menak laki-laki tersebut dari bahan, warna, dan motif yang selaras dengan atasannya. Umumnya, pria bangsawan Sunda melilitkan kain kebat dengan motif batik pada pinggang mereka. Selain itu, mereka juga mengenakan ikat pinggang berwarna emas.
Baju menak pria juga dilengkapi dengan penutup kepala atau bendo serta alas kaki. Tidak ketinggalan, arloji emas mereka masukkan pada saku atas sebagai aksesoris pelengkap.
Menak untuk kaum wanita berupa kebaya yang terbuat dari kain beludru hitam dengan sulaman emas, sama seperti pakaian bangsawan pria. Tetapi, busana menak wanita Sunda memiliki tambahan manik-manik emas yang menambah kesan elegan.
Perempuan bangsawan Sunda juga menggunakan kain kebat yang bermotif batik yang diikatkan pada pinggang dan selop dengan bahan beludru sebagai alas kaki. Aksesoris pelengkap untuk wanita bangsawan Sunda berupa kalung, anting, cincin, dan bros berwarna emas.
5. Beskap
Beskap merupakan pakaian adat Jawa Barat yang banyak dikenakan untuk acara formal, misalnya acara pernikahan dan acara adat. Busana ini memiliki ciri khas pada kerahnya yang tinggi dan tebal tanpa adanya lipatan. Umumnya, pakaian ini berwarna hitam polos.
Sementara itu, bagian belakang beskap ukurannya lebih pendek daripada bagian depan. Aksesoris pada busana ini biasanya berupa keris dan topi. Penambahan jarik yang bercorak kebudayaan Jawa Barat juga menambah ciri khas dari beskap Sunda.
6. Mojang Jajaka
Mojang Jajaka merupakan busana untuk pemuda-pemudi Sunda yang belum menikah. Dalam bahasa Sunda, kata “mojang” memiliki arti gadis sedangkan, “jajaka” memiliki arti perjaka. Pemuda-pemudi Sunda umumnya mengenakan pakaian adat Jawa Barat ini pada acara-acara resmi.
Pakaian jajaka atau laki-laki terdiri atas beskap atau jas tertutup ini. Beskap memiliki kerah tinggi sekitar 3-4 cm tanpa lipatan. Biasanya, jas jajaka punya pilihan warna yang variatif, misalnya hitam, biru atau putih, tetapi tidak memiliki corak atau motif, dan cenderung polos.
Sedangkan, untuk bawahannya, celana laki-laki memiliki warna dan bahan yang senada dengan atasannya. Kain jarik bermotif batik menjadi pelengkapn yang diikatkan pada bagian pinggang. Ketika memakai pakaian ini, para pria biasanya mengenakan penutup kepala atau bendo, serta bersepatu pantofel.
Sementara itu, perempuan mengenakan kebaya dengan warna polos sebagai setelan atasan. Walaupun demikian, ada juga yang mengenakan kebaya dengan motif yang tidak terlalu dominan.
Untuk bawahannya, perempuan mengenakan lilitan kain kebat bermotif batik yang terikat kuat pada pinggang mereka. perempuan sunda memakai selop berwarna sama seperti atasannya. Busana mojang juga dilengkapi aksesoris seperti cincin, gelang, bros, dan sanggul.
Pemilihan warna untuk mojang dan jajaka biasanya selaras.
7. Pakaian Pengantin Sunda
Pakaian adat Jawa Barat yang terakhir adalah pakaian pengantin khas Sunda. Meskipun desain baju pengantin Sunda banyak mengalami perubahan dan menjadi lebih modern, tetapi ada juga yang masih mempertahankan nilai adat Sunda.
Pengantin pria umumnya memakai setelan jas buka prangwedana. Bawahan baju pengantin pria adalah kain batik yang dililitkan pada pinggang dengan panjang hingga mata kaki. Pengantin pria juga menggunakan penutup kepala atau bendo serta membawa keris sebagai aksesoris.
Di sisi lain, pengantin wanita Sunda memiliki desain busana yang lebih kompleks. Atasan busana pengantin wanita berupa kebaya yang berbahan brokat. Warna busana diserasikan dengan busana pengantin pria. Sedangkan, untuk bawahannya menggunakan lilitan kain bermotif batik yang panjangnya dari pinggul hingga kaki.
Ada tiga macam baju pengantin khas Sunda yang dirincikan di bawah ini.
a. Sunda Putri
Pengantin wanita mengenakan siger atau hiasan kepala seperti mahkota. Kain atasan busananya terbuat dari brokat. Sedangkan, kain bawahan baju pengantin wanita bercorak batik lereng eneng, lereng garutan, dan sidomukti.
b. Sunda Siger
Busana Sunda Siger memiliki desain yang lebih sederhana. Baju kebaya terbuat dari kain brokat. Sementara itu, hiasan kepala pada pengantin perempuan hanya berupa sanggul puspasari.
c. Sukapura
Kebaya busana pengantin Sukapura berbahan lame dengan panjang sampai ke pinggul. Sementara itu, bawahannya berupa kain lereng atau sidomukti. Pengantin perempuan akan menggunakan sanggul Ciwidey, tapi mereka dapat mengenakan siger Srikandi dan Sembadra.
Sudah Kenal dengan Pakaian Adat Jawa Barat?
Jawa Barat memiliki banyak keragaman busana adat. Walau begitu, pakaian adat Jawa Barat juga memberikan nilai budaya dan makna filosofis pada pemakainya. Mulai dari bahan, corak, hingga warna bisa memiliki artinya tersendiri yang kadang menyimbolkan jati diri pemakainya.