4 Pakaian Adat Banten: Nama, Gambar, Makna, dan Keunikannya

Tahukah kamu apa saja pakaian adat Banten, salah satu daerah di Jawa Barat yang terkenal akan seni pertunjukkan Debus? Intip pembahasannya di sini, yuk!

Ini Dia 4 Pakaian Adat Banten, Ternyata Memiliki Banyak Ragam, Loh!

Faktanya, busana adat milik Banten juga turut dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa Barat selain kebudayaan asli Banten, serta daerah-daerah lain di sekitarnya. Ada empat ragam busana adat dengan fungsi pemakaian yang berbeda yang bisa kamu ketahui melalui penjelasan di bawah ini. 

1. Pakaian Adat Banten Pangsi

Pakaian Adat Pangsi
Pakaian Adat Pangsi I Sumber: Kabarbanten.com

Pada mulanya, pakaian adat Pangsi terkenal di masyarakat Sunda sebagai pakaian adat Jawa Barat. Namun, seiring dengan berlalunya waktu, pakaian ini telah menjadi pakaian adat Banten yang dapat dipergunakan dalam keseharian dan juga saat berlatih silat tradisional.

Pangsi dikenakan dengan cara dililitkan dan saling menumpang seperti saat mengenakan sarung. Pakaian Pangsi terdiri dari 3 komponen, yaitu tangtung, nagntung, dan samping. Pangsi identik dengan warna hitam, tetapi tidak menutup kemungkinan ada penyesuaian warna bergantung kepada kegunaannya.

Pakaian Pangsi terdiri dari baju atasan (Salontreng) dan juga bawahan berupa celana yang dikenakan dengan cara dililitkan dan diikat. Kemudian, ada juga sandal selop dan ikat kepala khas Banten (Totopong) yang menjadi pelengkap seluruh pakaian adat tersebut.

2. Busana Pengantin ala Banten

Pakaian Adat Pernikahan
Pakaian Adat Pernikahan I Sumber: Takterlihat.com

Pakaian adat pengantin wilayah Banten memiliki banyak kesamaan dengan pakaian pengantin wilayah Jawa Barat, seperti unsur motif dan aksesori pelengkap. Tetapi, ada perbedaan yang menonjol antara pakaian pengantin untuk laki-laki dan perempuan.

  1. Pakaian pengantin pria: atasan baju koko berkerah, bawahan kain samping, ikat kepala khas, ikat pinggang dari kain batik, dan senjata tradisional (golok).
  2. Pakaian pengantin wanita: atasan kebaya, bawahan kain Samping khas Banten, selendang di bahu, hiasan kepala kembang goyang, dan beragam perhiasan sebagai aksesoris.

3. Pakaian Adat Banten Baduy

Pakaian Adat Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam
Pakaian Adat Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam I Sumber: Indonesiasenang.com

Suku Baduy merupakan suku asli yang menghuni wilayah Banten, yang terdiri dari Baduy Dalam dan Baduy Luar. Suku Baduy Dalam tidak mengadopsi perubahan dan pengaruh dari luar. 

Semetara itu, suku Baduy Luar mengacu pada suku Baduy yang sudah menerima dan beradaptasi dengan perubahan dan menerima pengaruh dari luar.

Pakaian adat dari kedua suku tersebut tentunya memiliki persamaan dan perbedaan sekaligus. Berikut adalah detailnya.

a. Pakaian Adat Suku Baduy Dalam

Suku Baduy Dalam menyebut pakaian adat mereka dengan nama Jamang Sangsang. Bagian leher dan lengan baju adat ini tidak berkerah dan berkancing. Proses pembuatan pakaian Jamang Sangsang pun juga masih tradisional, yakni dengan memintal serat kapas dan penjahitan tangan.

Pakaian adat Jamang Sangsang juga dilengkapi dengan bawahan berupa sarung berwarna gelap, seperti hitam atau biru tua yang dililitkan ke pinggang. Selain itu, masyarakat Baduy Dalam mengenakan ikat kepala berwarna putih sebagai pelengkap pakaian adat yang satu ini.

Suku ini menganggap warna putih merupakan warna yang suci. Oleh sebab itu, mereka mengenakan pakaian dari kain berwarna putih dengan harapan untuk menjaga kesucian mereka dari kebudayaan luar yang berpotensi merusak kebudayaan asli mereka.

b. Pakaian Adat Suku Baduy Luar

Berbeda dengan suku Baduy Dalam, suku Baduy Luar cenderung menggunakan kain berwarna gelap, seperti hitam, sebagai warna pakaian adat mereka. Pakaian adat ini bernama baju kampret atau baju kelelawar dan memiliki mode yang lebih beragam dan dinamis.

Selain itu, pembuatan pakaian adat suku Baduy Luar kebanyakan sudah mengenakan mesin jahit dan juga terdapat kantong serta kancing dalam modelnya. Ikat kepala suku Baduy Luar juga cenderung berwarna gelap, seperti biru tua atau bahkan, motif batik.

4. Pakaian Adat Banten Modern

Pakaian Adat Pernikahan Modern Banten
Pakaian Adat Pernikahan Modern Banten I Sumber: Kaskus

Pakaian adat modern wilayah Banten umumnya tidak berbeda jauh dengan pakaian adat yang sering dikenakan dalam upacara pernikahan tradisional. Namun, pakaian adat modern menggunakan aksesoris yang lebih bervariatif dan tampak lebih modern.

Selain itu, meskipun pakaian adat telah terpengaruh unsur modernitas, tapi pakaian adat tersebut tetap mempertahankan unsur kebudayaan khas Banten, seperti motif Datulaya, Pasepen, dan Pejantren.

Baca Juga : 6 Pakaian Adat Kalimantan Selatan, Makna, dan Ciri Khasnya

Peninggalan Bersejarah di Wilayah Banten dari Masa ke Masa

Orang banyak mengenal wilayah Banten sebagai salah satu wilayah yang menjadi ibukota kerajaan Islam pada masa lalu. Namun, jauh sebelum masa kerajaan Islam, wilayah Banten telah menghasilkan peninggalan bersejarah yang menjadi bukti kekayaan budi penduduk Banten pada masa lalu.

Sebagai contoh, penemuan punden berundak Lebak Sibedug pada tahun 1896 oleh seorang kontrolir Belanda yang bernama J. W. G. J. Prive. Selain itu, N. J. Karom yang dalam bukunya menyatakan banyak penemuan artefak bersejarah di wilayah Pandeglang seperti halnya patung tanah liat dan kapak baru dari masa prasejarah.

Lebih lanjut lagi, terdapatnya beberapa situs monumen-monumen megalitik dengan berbagai bentuk seperti halnya punden berundak, arca, menhir, dolmen, dan batu yang memiliki corak bergaris turut menjadi wujud kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Banten pada masa lalu.

Kemudian, kebudayaan Banten mengalami perkembangan setelah berinteraksi dengan kebudayaan luar. Sebagai contoh, ketika kebudayaan Hindu-Budha masuk melalui pedagang India. Selain membawa pengaruh penyebaran agama Hindu dan Budha di wilayah Banten, mereka juga turut memengaruhi corak kebudayaan lokal.

Peninggalan-peninggalan kebudayaan bercorak Hindu-Budha umumnya ditemukan dalam situs-situs bersejarah Kerajaan Girang yang ada sejak abad ke-9 atau ke-16 Masehi.

Setelah berkuasanya penguasa Muslim di Kerajaan Girang, maka berdirilah kerajaan Islam di sekitar teluk Banten. Pusat kotanya bernama Surosowan (Banten Lama). Kerajaan dengan corak Islam ada di Banten dalam kurun waktu abad ke-16 hingga ke-19 Masehi.

Dalam berbagai catatan sejarah yang ada, kota Banten Lama dulunya ramai menjadi destinasi pedagang baik yang berasal dari luar atau dalam wilayah Indonesia, seperti Arab, Portugis, Cina, Maluku, Solor, dan juga Makassar.

Peninggalan Kerajaan Islam Banten yang masih lestari hingga kini ada cukup banyak ragamnya. Di antaranya adalah:

  • Masjid Pecinan Tinggi, 
  • Watu Gilang, 
  • Danau Tasikardi, 
  • Jembatan Rante, 
  • Kompleks Keraton Kaibon, serta 
  • keramik-keramik dari Cina, Jepang, Thailand, dan Eropa, juga mata uang.

Setelah masuknya VOC ke wilayah Banten, Kerajaan Islam Banten pun perlahan mengalami kemunduran hingga akhirnya berakhir riwayatnya. Berbagai peninggalan yang ada menjadi bukti jika masyarakat Banten merupakan masyarakat yang berbudaya dan berbudi, serta mampu menghasilkan karya semenjak dahulu kala.

Ragam Kebudayaan Masyarakat dan Wilayah Banten

Kebudayaan lokal suatu daerah memiliki fungsi penting untuk memperkokoh budaya bangsa. Kebudayaan wilayah Banten merupakan sebuah produk kekayaan budi dan pemikiran bangsa yang menonjolkan ciri khas masyarakat Banten. Di bawah ini adalah penjelasan singkat ragam kebudayaan wilayah Banten..

1. Bahasa Daerah

Produk kebudayaan wilayah Banten yang pertama adalah bahasa daerah Banten. Penduduk asli Banten umumnya menggunakan dialek khas yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno.

Ada pengelompokkan dialek dalam bahasa Banten, mulai dari bahasa yang halus ke tingkatan bahasa yang lebih kasar, seperti yang umum dalam bahasa Sunda modern aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Seni Beladiri Pencak Silat

Pencak silat merupakan seni beladiri khas Nusantara. Meskipun demikian, ada berbagai variasi teknik dan ciri gerakan di berbagai wilayah dan antar perguruan pencak silat. Banten sendiri merupakan wilayah yang memperoleh julukan ‘Kota Jawara’ karena banyaknya jumlah pedepokan silat yang ada di wilayah tersebut.

3. Seni Pertunjukkan Debus

Debus merupakan atraksi sekaligus kesenian tradisional yang sangat melekat dengan wilayah Banten. Menurut catatan sejarah, kesenian debus sudah ada sejak abad ke-16. Bagian utama dari kesenian ini adalah pertunjukkan kekebalan akan senjata tajam, api, minuman keras, dan pecahan kaca.

4. Pakaian Adat Banten

Selain suku Sunda, terdapat beberapa suku lain, seperti Suku Banten dan Suku Baduy yang juga menghuni wilayah Banten. Dengan adanya keragaman suku, hal tersebut juga turut mempengaruhi ragam pakaian adat Banten yang ada.

Baca Juga : 7 Upacara Adat Jawa Barat, Fungsi dan Pelaksanaannya

Pakaian Adat Banten dan Bukti Keragaman Adat dalam Satu Identitas

Wilayah Banten adalah sebuah komunitas kebudayaan yang memiliki unsur-unsur kebudayaan khas dan mampu menampilkannya melalui produk-produk kebudayaan yang ada, salah satunya adalah pakaian adat Banten. Pakaian-pakaian adat tersebut tentunya melambangkan keberagaman budaya dan adat di wilayah Banten.

Meskipun demikian, identitas kebudayaan Banten tetaplah satu. Oleh karenanya, masyarakat Banten, khususnya, diharapkan mampu mempertahankan kesatuan identitas kebudayaan tersebut di tengah gempuran arus modernisasi dan globalisasi. Upaya tersebut bertujuan agar kebudayaan asli Banten dapat terus lestari.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page