Sejak jaman dahulu, Indonesia memiliki banyak sekali jejak sejarah yang terekam dalam bentuk kitab, gulungan, maupun prasasti. Misalnya, Kerajaan Tarumanegara memiliki 7 macam prasasti peninggalan dan salah satunya adalah Prasasti Kebon Kopi yang terdiri atas dua macam.
Keduanya ditemukan di daerah yang sama, yaitu di Bogor, namun memiliki informasi sejarah yang berbeda. Selain itu, penamaan prasasti ini juga masih berkaitan dengan penemuannya. Baca terus artikel ini untuk mengetahui lebih banyak seputar sejarah, isi prasasti, hingga asal penemuannya!
Daftar ISI
Sejarah Prasasti Kebon Kopi
Sejarah penemuan prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara ini berawal pada tahun 1863. Jonathan Rig, seorang tuan tanah sebagai pemilik perkebunan kopi di Bogor (Buitenzorg pada jaman dahulu). Jonathan Rig melaporkan penemuan prasasti di tanah perkebunannya.
Tuan tanah ini melaporkan kepada Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen atau sekarang Museum Nasional Indonesia di Jakarta (Batavia). Itulah sebabnya, dua prasasti ini memiliki nama kebon kopi.
Selain kebon kopi I dan II, ada pula prasasti penting yang ditemukan di kawasan ini, yaitu Prasasti Ciaruteun dan Prasasti Muara Cianten. Kedua prasasti ini berada tidak jauh dari kebon kopi dan merupakan bukti sejarah peninggalan Kerajaan Tarumanegara.
Asal Penemuan Prasasti Kebon Kopi
Penemuan Prasasti Kebon Kopi I dan II berada di daerah yang sama, yaitu di Kampung Muara Pasir, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Jawa Barat. Prasasti yang pertama atau Prasasti Tapak Gajah masih tersimpan di tempat pertama kali ditemukan.
Letaknya pada koordinat 106°41’25,2″ Bujur Timur dan 06°31’39,9″ Lintang Selatan, dengan ketinggian 320 m di atas permukaan laut. Situs tempat ini merupakan lokasi pertemuan tiga sungai, yaitu Sungai Cisadane di timur, Sungai Ciaruteun di selatan, dan Sungai Cianten di barat.
Sedangkan lokasi situs Prasasti Tapak Gajah berada sekitar 19 kilometer dari pusat kota Bogor ke arah Ciampea. Tempat asal penemuannya juga berkaitan dengan nama prasastinya.
Nama kebon kopi ini berawal dari para tuan tanah di masa penjajahan Belanda yang melakukan penebangan hutan dan mengubah menjadi lahan perkebunan kopi.
Sementara itu, Prasasti Kebon Kopi II atau Prasasti Pasir Muara terletak sekitar satu kilometer dari prasasti yang pertama. Sayangnya, kamu tidak bisa berkunjung ke situs prasasti kedua, karena sudah hilang pada sekitar tahun 1940 akibat tindakan pencurian.
Isi dan Makna Prasasti Kebon Kopi
Meskipun terletak pada tempat yang berdekatan, kedua prasasti ini memiliki isi yang berbeda. Penggunaan bahasa dan huruf dalam penulisannya pun berbeda. Berikut isi dari masing-masing prasasti ini yang perlu kamu ketahui:
1. Prasasti Kebon Kopi I
Isi dari Prasasti Kebon Kopi I tertulis, “…jayavisalasya Tarumendrasya hastinah… Airwavatabhasya vibhatidam… padadvayam.” Makna dari tulisan tersebut menyatakan, “Di sini tampak sepasang tapak kaki yang seperti tapak kaki Airawata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam kejayaan.”
Isi dalam prasasti ini tertulis menggunakan bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa. Tulisannya terpahat pada sebongkah batu andesit. Selain itu, letaknya berada di antara sepasang gambar telapak kaki gajah. Pahatan tapak kaki gajah ini dipercaya sebagai tapak kaki tunggangan Raja Purnawarman.
2. Prasasti Kebon Kopi II
Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara selanjutnya, yaitu Prasasti Kebon Kopi II. Sebutan lain dari prasasti ini adalah Prasasti Pasir Muara atau Prasasti Rakryan Juru Pengambat.
Seorang profesor dari Belanda, FDK Bosch menyebutkan isi dari Prasasti Pasir Muara, yaitu “Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pengambat, pada tahun 458 Saka (932 Masehi), bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda.”
Tulisan ini tertulis dalam bahasa Melayu kuno dan aksara Kawi. Penggunaan bahasa Melayu ini sebagai tanda pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya di kawasan Jawa Barat. Selain itu, para sejarawan menafsirkan jika candrasengkala ini tertulis terbalik, sehingga terlihat 854 Saka atau 932 Masehi.
Sementara Kerajaan Sunda belum ada pada tahun 458 Saka, di mana saat itu masih termasuk dalam masa Kerajaan Tarumanegara. Bosch membandingkan tahun 932 Masehi yang terdapat di Prasasti Pasir Muara dengan tahun 929, ketika kekuasaan berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Lebih lanjut, seorang sejarawan, Claude Guillot dari lembaga Ecole Francaise d’Extreme Orient berpendapat jika prasasti ini memang menceritakan mengenai pendirian Kerajaan Sunda. Dugaan ini termuat dalam buku dengan judul A History of Modern Indonesia since c. 1200 oleh M. C. Ricklefs.
Nama Sunda pertama kali disebutkan dari prasasti Pasir Muara ini. Sebenarnya, sudah ada Raja Sunda sebelumnya sampai kekuasaannya pulih kembali setelah lepas dari Kerajaan Sriwijaya. Sang Raja Sunda ini juga merupakan seorang pemburu yang andal.
Jenis Prasasti Lain
Seperti yang disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis prasasti lain peninggalan Kerajaan Tarumanegara di kawasan yang sama dengan Prasasti Kebon Kopi. Selain itu, ada juga beberapa macam prasasti peninggalan lainnya. Berikut ini penjelasan dari masing-masing prasasti untuk menambah wawasan kamu:
1. Prasasti Ciaruteun
Sesuai namanya, Prasasti Ciaruteun ditemukan di kawasan aliran Sungai Ciaruteun, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor. Sebutan lainnya, yaitu Prasasti Ciampea yang pertama kali ditemukan pada tahun 1863 Masehi. Pada tahun 1893, Prasasti Ciaruteun sempat hanyut dan kembali ke tempat semula pada tahun 1903.
Prasasti Ciaruteun mempunyai ukuran 200 x 150 cm, dengan bobot sekitar 8 ton. Pada bagian batunya, terdapat cap sepasang telapak kaki dengan ukiran sulur.
Kemudian, terdapat juga empat baris tulisan menggunakan huruf Pallawa. Isi dari prasasti Ciaruteun menceritakan tentang Raja Purnawarman yang disebut sebagai Dewa Wisnu.
Adanya cap sepasang telapak kaki ini juga menjadi bukti kekuasaan Raja Purnawarman atas kawasan tersebut. Tidak hanya berkuasa, raja ini juga berperan sebagai pelindung untuk rakyatnya.
Kamu bisa melihat replika dari prasasti Ciaruteun yang berada di Museum Nasional Indonesia.
2. Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten pertama kali ditemukan oleh N.W. Hoepermans pada tahun yang sama dengan Prasasti Ciaruteun. Lokasi penemuannya pun sama.
Sedikit berbeda dengan Prasasti Kebon Kopi dan prasasti lainnya, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara ini terbuat dari batu alam. Panjangnya yaitu 317 cm, lebar 148 cm, dan tinggi 140 cm.
Prasasti Muara Cianten terletak di tebing Sungai Cisadane dan tetap berada di tempatnya sampai saat ini. Namun, prasasti ini seringkali terkena luapan air sungai. Peristiwa yang terjadi secara berulang ini menyebabkan batuan tersebut terus menerus terkikis. Sehingga, tulisannya pun hilang dan tidak bisa dibaca isinya.
3. Prasasti Cidanghiang
Berbeda dengan Prasasti Ciaruteun dan Muara Cianten, Prasasti Cidanghiang ditemukan di lokasi yang berbeda, yaitu di sekitar Sungai Cidanghiang, Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Pandeglang.
Lokasi tepatnya prasasti ini berada di dasar aliran sungai, sehingga cukup sulit untuk dijangkau. Kondisi air sungai yang naik saat musim hujan juga menggenangi Prasasti Cidanghiang.
Nama lain dari prasasti ini adalah Prasasti Munjul, yang ditemukan pertama kali oleh Tubagus Roesjan pada tahun 1947. Sebagaimana kebanyakan prasasti peninggalan kerajaan, ada tulisan pada batu andesit berukuran 3,2 x 2,25 meter ini menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Tulisan di dalam prasasti Munjul berisi tentang keberanian, kebesaran, dan keperwiraan dari Raja Purnawarman. Ini juga menunjukkan bahwa wilayah Banten juga termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Tarumanegara pada zaman dahulu.
Sudah Memahami Sejarah Prasasti Kebon Kopi dan Maknanya?
Kerajaan Tarumanegara mempunyai banyak sekali peninggalan dalam bentuk prasasti. Prasasti yang terdapat di kawasan Kampung Muara Pasir, Bogor, antara lain Prasasti kebon kopi I dan II. Sementara prasasti lain yang masih termasuk peninggalan Raja Tarumanegara yaitu prasasti Ciaruteun, Muara Cianten, dan Cidanghiang.