Sebagai negara dengan rangkaian kisah sejarah yang sangat panjang dan beraneka ragam, Indonesia mempunyai sejumlah peninggalan kerajaan yang tersebar di seluruh Nusantara. Prasasti Ligor merupakan salah satu warisan dari masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya yang menjadi bentuk sejarah penting tentang peradaban Indonesia kuno.
Tak hanya menggambarkan jangkauan kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang meluas sampai ke negeri seberang, prasasti ini menyimpan banyak informasi mengenai kepemimpinan raja masa lampau. Selain itu, prasasti yang bernama lain Vieng Sa tersebut juga menjadi tanda petilasan Buddha yang terbuat khusus di wilayah Sriwijaya.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang prasasti tersebut, mulai dari sejarah, isi, dan fungsi yang terabadikan dari prasasti Vieng Sa. Harapannya, kamu dapat turut melestarikan prasasti tersebut melalui pengenalan dan pembelajaran terhadap peninggalan bersejarah yang detail. Yuk, simak artikel selengkapnya!
Daftar ISI
Bagaimana Sejarah Penemuan Prasasti Ligor?
Seperti yang sudah banyak orang ketahui, Sriwijaya adalah kerajaan bahari yang sempat menguasai seluruh wilayah Sumatra. Petunjuk keberadaan kerajaan ini termaktub dalam catatan I Tsing, seorang pengembara dari Cina pada masa Dinasti Tang.
Dalam tulisannya, I Tsing menyatakan bahwa ia sudah pernah berkunjung ke Kerajaan Sriwijaya selama kurang lebih enam tahun, yakni mulai dari tahun 671 Masehi. Selain berita asing dan candi-candi, ada beberapa prasasti yang juga berguna sebagai bukti nyata adanya Kerajaan Sriwijaya. Salah satunya yaitu prasasti Ligor atau Vieng Sa.
Berdasarkan kisah histori yang ada, prasasti Vieng Sa adalah sebuah batu tertulis berbentuk persegi panjang yang ujungnya mempunyai tonjolan di bagian tengah
Prasasti ini memuat informasi lengkap yang berhubungan dengan Kerajaan Sriwijaya dan menjadi bukti sahih atas sumber sejarah beserta kemenangan kekuasaannya yang ternyata tidak hanya berlaku pada wilayah Sumatra saja, melainkan juga untuk kawasan mancanegara sekalipun.
Prasasti Ligor sendiri memiliki keterlibatan khusus dengan Kerajaan Sriwijaya lantaran berperan sebagai petunjuk atas kekuasaan sang pemimpin pada yang era terkait. Berbeda dari peninggalan kerajaan Nusantara pada umumnya, prasasti ini justru pertama kali ditemukan pada kawasan mancanegara yang dulunya bernama Ligor.
Sementara itu, wilayah tersebut telah berganti nama menjadi Nakhon Si Thammarat dan bertempat di Thailand bagian Selatan. Dengan kata lain, prasasti ini kedapatan berada di Negeri Gajah Putih.
Titik lokasi penemuan prasasti Vieng Sa sangat jauh dari pusat Kerajaan Sriwijaya, yakni Palembang, lebih tepatnya dekat sungai Musi. Hingga kini, prasasti tersebut tersimpan rapi di Kuil Wat Sema Mueang, Thailand.
Apa Saja Isi yang Terkandung pada Prasasti Ligor?
Alasan utama penamaan prasasti Ligor yaitu karena lokasi penemuannya di Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat, Thailand Selatan, Semenanjung Malaka). Secara spesifik, prasasti Vieng Sa terdiri atas beberapa patung tertulis.
Patung tersebut terbagi menjadi dua sisi yang memuat isi berbeda dengan waktu pembuatan yang tidak bersamaan. Bagian depan yaitu tulisan Lior A atau naskah Viang Sa. Sementara itu, bagian belakang bernama Ligor B dan memiliki aksara Kawi.
1. Prasasti Vieng Sa Bagian A
Memuat angka tahun 697 Saka atau 775 Masehi, bagian depan prasasti Ligor juga disebut sebagai sisi A. Pada bagian ini, terdapat tulisan sebanyak 29 baris yang berisikan berita mengenai pemimpin Sriwijaya, raja dari segala raja di dunia. Akan tetapi, sisi A tidak bisa menyebut secara rinci siapa nama dari raja yang sesungguhnya.
Bahkan, bagian A pada prasasti ini menyebutkan kata penghormatan kepada penguasa negeri Sriwijaya hingga tiga kali. Penghormatan tersebut antara lain sriwijayendraraja (baris 14), sriwijayeswarabhupati (baris 16), dan sriwijayanrpati (baris 28).
Kabarnya, raja tersebut sengaja membangun bangunan suci Buddha, Trisamaya Caitya, yang bertujuan sebagai wujud persembahan kepada tiga dewa Buddha dan sekaligus tanda persahabatan antara raja Sriwijaya dengan penguasa Ligor pada zaman tersebut.
2. Prasasti Vieng Sa Bagian B
Menurut ahli sejarah, sisi B adalah bagian belakang dari prasasti Ligor yang merupakan lanjutan dari bagian A yang tidak lengkap dan hanya berisi empat baris teks saja.
Lebih lanjut, keseluruhan teks pada bagian B ini memuat informasi dan pujian tentang raja Wisnu yang bergelar Sri Maharaja Dyah Pancapana Kariyana Panamkarana dari Wangsa Syailendra.
Beliau dipuji sebagai Sesavvarimadavimathana yang berarti pembunuh bagi musuh-musuh bersifat sombong yang tidak bertahan dengan tanpa meninggalkan sisa satupun. Julukan tersebut diketahui memiliki makna yang serupa dengan gelar Wairiwarawiramardana pada prasasti Kelurak.
Boechari pernah mengungkapkan dugaan bahwa raja dengan nama Wisnu tersebut adalah Balaputradewa. Berdasarkan informasinya, Balaputradewa sendiri merupakan raja Sriwijaya yang mengaku sebagai keturunan penguasa Jawa dari dinasti Syailendra. Beliau adalah sosok yang menduduki tahta Sriwijaya pada pertengahan abad ke-9.
Berdasarkan perkiraan, Balaputradewa memerintahkan penulisan prasasti Ligor B sekitar 75 tahun setelah bagian A, yaitu tepat pada tahun 850 Masehi.
Kemungkinan sisi B prasasti tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk mengenang pembangunan Trisamaya oleh kakek Balaputradewa dari pihak ibu, yang tidak lain adalah Dharmasetu, raja Sriwijaya yang berkuasa pada paruh kedua abad ke-8.
Fungsi Prasasti Ligor
Banyak orang yang kerap menafsirkan temuan prasasti Sriwijaya di luar Indonesia sebagai bukti penaklukan wilayah oleh kerajaan tersebut. Padahal, prasasti Ligor justru mengisahkan sebaliknya. Usut punya usut, prasasti ini menceritakan tentang persahabatan antar bangsa yang terjalin dengan sangat baik sejak tahun 775 Masehi.
Konon, raja dari Kerajaan Sriwijaya mendirikan bangunan suci yang bernama Trisamaya Caitya dalam rangka persembahan kepada Padmapani, Sakyamuni, dan Wajrapani. Adapun, pendirian Trisamaya Caitya sendiri tidak lain sebagai bentuk pertemanan dengan penguasa Ligor saat itu.
Tak lekang oleh waktu, kedua kerajaan tersebut berhasil menciptakan hubungan persahabatan yang terjaga hingga menjadi lebih kuat dan awet selama 75 tahun lamanya. Bahkan, Balaputradewa, raja pengganti Sriwijaya yang juga merupakan cucu dari raja pertama datang ke Ligor untuk memperingati persahabatan agar solid.
Beliau kemudian menuliskan silsilah persis di belakang prasasti kakeknya Balaputradewa, yang seakan berharap persahabatan yang telah terbina terus berlanjut dan terkenang oleh kedua belah pihak sampai keturunan-keturunannya kelak.
Jadi, prasasti Ligor menjadi catatan sejarah yang mampu membuktikan adanya hubungan diplomatik antar bangsa di masa lampau melalui upaya persahabatan dan perdagangan. Terbukti dengan pendirian sebuah pangkalan khusus di daerah ligor untuk mengawasi pelayaran perdagangan di selat Malaka.
Tak hanya itu, prasasti tersebut juga menunjukkan rasa kecintaan yang mendalam dari raja Sriwijaya terhadap agama Buddha. Hal tersebut bukanlah tanpa dasar, pasalnya kehadiran persembahan bangunan suci Trisamaya Caitya yang juga menjadi bukti tak terbantahkan yang didedikasikan spesial untuk tiga dewa Buddha.
Baca Juga: 9 Peninggalan Prasasti Kerajaan Sriwijaya & Penjelasannya
Sudah Tahu Tentang Prasasti Ligor?
Sama halnya dengan kerajaan yang lain, Sriwijaya tentu memiliki peninggalan sejarah berupa prasasti. Peninggalan tersebut berguna sebagai sumber tertulis yang berasal dari masa lampau dan menjadi dokumen resmi pemerintah pada masanya.
Maka tak heran, prasasti Ligor atau Vieng Sa berhasil mengungkapkan jejak sejarah kuno dari Kerajaan Sriwijaya. Tak hanya mampu membuktikan keberadaan Sriwijaya beserta kisah para penguasanya, prasasti Vieng Sa juga dapat menunjukkan hubungan diplomatik yang berlandaskan persahabatan erat antara dua bangsa sekaligus.
Selain itu, prasasti Vieng Sa secara tidak langsung mengungkapkan bahwa Sriwijaya membawa pengaruh yang besar terhadap agama Buddha dengan turut mendirikan tempat pemujaan agama yang bernama Trisamaya Caitya.
Meski tersimpan rapi pada salah satu museum di Thailand, namun prasasti ini tetap terkenang dengan baik dalam catatan sejarah Indonesia. Untuk melestarikannya, pemerintah Indonesia telah menetapkan prasasti Vieng Sa sebagai cagar budaya yang tak ternilai harganya.