15 Puisi WS Rendra yang Paling Populer dan Melegenda

WS Rendra adalah salah satu sastrawan Indonesia yang memiliki banyak karya memukau. Ia telah melahirkan banyak puisi yang memiliki makna mendalam. Sebagai generasi muda, Anda harus mengetahui apa saja puisi WS Rendra yang paling populer dan melegenda!

Kumpulan Puisi WS Rendra yang Melegenda

WS Rendra dikenal sebagai penyair terkaya di Indonesia. Hal ini karena ia sangat produktif dalam menciptakan karya-karya puisi fenomenal. Selain itu, ia juga dijuluki sebagai Si Burung Merak. Nah, berikut ini beberapa kumpulan puisi WS Rendra:

1. Temperamen 

Batu kali, 

Ditimpa oleh terik matahari. 

Betapa panasnya! 

Ketika malam kembali membenam, 

Kali pun tenteram. 

Bulannya sejuk, 

Dan air bernyanyi,

Tiada henti.

Jika kita marah,

Pada kekasih,

Selamanya.

2. Telah Satu

Gelisahmu adalah gelisahku. 

Berjalanlah kita sambil bergandengan tangan,

Dalam hidup yang nyata, 

Dan kita dicintai. 

Lama kita saling bertatap mata,

Dan semakin mengerti,

Tak lagi bisa dipisahkan. 

Engkau adalah peniti yang telah disematkan. 

Aku adalah perahu yang sudah berlabuh dan ditambatkan. 

Dan, kita adalah lava yang tak bisa kembali diuraikan.

3. Kekasih

Kekasihku seperti burung murai.

Suaranya merdu.

Matanya kaca.

Hatinya biru.

Kekasihku seperti burung murai.

Bersarang indah di dalam hati.

Muraiku, hati kita adalah pelangi yang punya selusin warna.

4. Hai, Ma!

Ma, bukan maut yang menggetarkan hatiku.

Namun, hidup yang tak hidup.

Sebab kehilangan daya dan fitrahnya.

Ada malam-malam aku berjalan di lorong panjang.

Tanpa tujuan kemana-mana.

Hawa dingin masuk ke tubuhku yang hampa.

Padahal angin tidak ada.

Bintang-bintang yang menjadi kunang-kunang.

Lebih menekankan kehadiran penuh kegelapan.

Tak ada pikiran, tak ada perasaan, tak ada suatu apa.

Hidup memang fana, Ma!

Namun keadaan yang tidak berdaya membuat diriku tak ada.

Terkadang aku merasa dibuang ke belantara.

Dijauhi oleh Ayah Bunda dan ditolak para tetangga.

Atau kadang aku terlantar di pasar.

Aku berbicara, namun orang-orang tidak mendengarnya.

Mereka merobek-robek buku dan menertawakan cita-cita.

Aku marah, aku takut, aku gemetar.

Tetapi aku gagal menyusun bahasa.

Hidup memang fana, Ma!

Itu mudah aku terima.

Namun, aku duduk memeluk lutut sendirian di savana.

Membuat hidupku tidak ada harganya.

Terkadang aku merasa ditarik-tarik oleh orang ke sana ke mari.

Mulutku berbusa sekedar untuk tertawa.

Hidup tercemar oleh basa basi.

Dan orang-orang mengisi waktu dengan pertengkaran yang edan.

Yang tanpa persoalan.

Atau percintaan tanpa asmara.

Dan sanggama yang tak selesai.

Hidup memang fana, Ma!

Namun, akrobat pemikiran dan kepalsuan yang dikelola,

mengacaukan isi perutku lalu mendorong aku menjerit-jerit.

Sembari tidak tahu mengapa.

Rasanya seperti telah mati berulang kali.

Tidak ada lagi yang membuat kaget dalam hidup ini.

Namun Ma, setiap kali menyadari ada kamu dihidupku ini,

aku merasa arus darah di seluruh badanku.

Kelenjar-kelenjar milikku bekerja.

Sukmaku bernyanyi, dunia hadir kembali.

Cicak di tembok berbunyi.

Tukang kebun terdengar bicara pada putranya.

Hidup menjadi nyata, fitrahku kembali.

Mengingatkan kepadamu Ma, adalah mengingat kewajiban sehari-hari.

Kesederhanaan bahasa prosa, keindahan isi puisi.

Kita selalu asyik bertukar pikiran ya Ma?

Masing-masing pihak miliki cita-cita.

Masing-masing pihak miliki kewajiban yang nyata 

Hai Ma!

Apakah kamu ingat, aku peluk kamu di atas perahu?

Ketika perutmu sakit dan aku menenangkanmu, dengan ciuman-ciuman di lehermu?

Masyaallah… Aku selalu terpesona pada bau kulitmu!

Ingatkah waktu itu aku [pernah berkata:

Kiamat boleh tiba, hidupku penuh makna.

Hehe wah.. Aku memang tidak rugi ketemu kamu di hidup ini.

Dan jika aku menulis sajak-sajak.

Aku juga merasa bahwa kemarin dan esok, adalah hari ini.

Bencana dan keberuntungan itu sama saja.

Langit di luar dan langit di badan bersatu dalam satu jiwa.

Sudah ya, Ma!

5. Rambut

Berikut ini contoh puisi WS Rendra yang bermakna kerinduan kepada kekasih:

Rambut kekasihku, 

Sangatlah indah dan panjang. 

Katanya, 

Rambut itu yang akan menjerat hatiku. 

Rindu,

Pohon cemara dari jauh.

Membayangkan betapa panjang rambutnya.

Maka aku pun rindu kekasihku.

6. Gereja Ostankino

Menaranya cukup tinggi, 

tetapi untuk menggapainya sia-sia. 

Pintunya punya mulut sepi, 

Rapat dikunci,

Derita dari lumat dikunyahnya.

7. Permintaan

Wahai, rembulan yang bundar.

Jenguklah jendela kekasihku! 

Ia tidur sendirian, 

Hanya berteman dengan hati yang rindu.

8. Kami Berdua

Karena sekolah kami belum usai,

Kami berdua belum bisa dikawinkan.

Namun, di dalam jiwa,

anak cucu kami sudah banyak.

9. Dua Burung

Adalah dua burung,

Yang bersama membuat sarang. 

Kami berdua serupa burung,

Terbang tanpa sarang.

10. Optimisme

Cinta kita adalah istana porselen. 

Angin telah membawa kedamaian.

Untuk membelitkan kita dalam pelukan. 

Bumi telah memberi kekuatan. 

Karena kita telah melangkah dengan penuh ketegasan.

11. Kegemarannya

Pacarku gemar mendengar aku mendongeng. 

Dalam mendongeng,

Selalu kusindir,

Bahwa aku sangat mencintainya.

12. Pahatan

Di bawah pohon sawo,

Di atas bangku panjang, 

Di bawah langit biru,

Di atas bumi kelabu,

Istirahatlah untuk dua buah hati yang merindu.

13. Janganlah Jauh

Janganlah jauh, 

Bagaikan bulan yang hanya bisa dipandang. 

Jadilah angin yang membelai rambutku. 

Dan kita akan selalu berjamaah.

14. Lagu Seorang Gerilya

Puisi WS Rendra berikut ini bermakna tentang pahlawan, cocok Anda gunakan untuk memperingati hari pahlawan:

Engkau melayang jauh, kekasihku.

Engkau mandi cahaya matahari.

Aku di sini memandangmu yang menyandang senapan dengan bendera pusaka.

Di antara pohon-pohon pisang yang berada di kampung berdebu kita,

Engkau berkerudung selendang katun di kepalamu.

Engkau menjadi suatu keindahan, 

Sementara dari jauh, aku mendengar resimen tank penindas menderu.

Malam bermandi cahaya matahari, 

Kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.

Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku, 

Engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu.

Peluruku habis dan darah muncrat dari dadaku.

Maka disaat seperti itu, 

Kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan,

Bersama kakek-kakekku yang telah gugur 

Di dalam berjuang membela rakyat jelata.

15. Sanatorium Chakhalinagara

Hatiku terbaring telanjang di meja, 

Di atas piring, di samping pisau, sendok, dan garpu, 

Selagi aku duduk di kursi putih, memangku koran yang tidak bisa dibaca. 

Pintu balkon terbuka menampakkan terali hitam dan langit tua renta. 

Bayangan gelas dan teko porselen dipantulkan kaca pintu. 

Kemudian nampak pula diriku; 

Wajahku terlihat sepi setelah dicuci, hatiku pun rewel dan manja. 

Siapa pula aku tunggu? Siapa atau apa? 

Perawat datang dengan wajah yang heran. 

la menggelengkan kepala: 

“Kamerad tak makan?” 

“Lyuda, aku tak bisa makan. 

Tak bisa kumakan wajah kekasih.

Tak bisa ku minum ibuku bersama susu.

Dan tak bisa ku usap mata adik dengan mentega!” 

Ia mengangkat bahu dan bertanya. 

Ah, ia toh tak tahu bahasa rindu! 

Jika ia lenyap dari pintu, dengan langkah yang lunak seperti di atas permadani.

Ia tidak tahu, bahwa waktu pernah beku dan berhenti.

Seluruh bunyi dan warna tanpa makna,

Bahkan untuk mimpi, duka, derita, dan kebahagiaan, 

Tak ada pintu yang membuka.

Sudah Tahu Kumpulan Puisi Melegenda dari WS Rendra?

Melalui berbagai karya puisi WS Rendra, kita belajar lebih dalam tentang seni, khususnya seni tulis puisi. Dari banyaknya karya puisi beliau, manakah puisi favorit Anda?

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page