Hukum Merampas Barang Milik Orang Lain (Ghashab)

Islam senantiasa mengajarkan kita untuk melakukan kebaikan. Maka perbuatan tercela seperti ghashab termasuk hal yang dilarang.

Sayangnya, ada banyak di antara kita yang masih asing dengan istilah ini, apalagi mengenai hukumnya.

Padahal perbuatan yang dilarang ini cukup sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Apa itu Ghashab?

Menurut bahasa, ghashab memiliki arti mengambil sesuatu secara zalim dan terang-terangan. Sementara itu, secara istilah ghasab artinya merampas hak orang lain tanpa melalui jalan yang benar.

Hukum dari ghashab atau merampas adalah haram dan sangat dilarang oleh Allah. Hal ini karena merampas termasuk perbuatan zalim. Sementara kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat.

Larangan melakukan perampasan dipertegas dalam firman Allah SWT.

كُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ

Artinya: 

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil.” (QS. Al-Baqarah: 188).

Rasulullah SAW juga menerangkan mengenai haramnya mengambil hak orang lain dalam sabda Beliau yang berbunyi.

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا فِي شَهْرِكُمْ هذَا فِي بَلَدِكُمْ هذَا.

Artinya: 

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian haram atas kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini.” (Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (No. 2068)).

Salah satu contoh ghashab yang umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari yaitu mengambil sandal orang lain saat keluar masjid.

Kejadian ini sudah menjadi hal yang biasa, meskipun begitu bukan berarti dibolehkan. Pasalnya, mengambil sandal orang lain tanpa izin termasuk perbuatan yang merugikan pemiliknya.

Walaupun sepele, hal tersebut termasuk dalam perbuatan merampas. Nah, lantas bagaimana jika tidak sengaja salah ambil sandal?

Jika terlanjur mengambil milik orang lain, maka kita perlu segera mengembalikan dan meminta maaf. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah.

لا يأخذ أحدكم متاع أخيه لاعبا أو جادا، فإذا أخذ أحدكم عصا أخيه فليردها

Artinya: 

“Janganlah diantara kalian mengambil barang milik saudaranya, baik secara main-main atau sungguh-sungguh. Apabila salah satu dari kalian mengambil tongkat milik saudaranya maka hendaklah ia mengembalikannya.” (Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (No. 7578).

Baca juga: Doa Terhindar dari Fitnah Dajjal dan Amalan Sunnahnya

Haram Memanfaatkan Barang Rampasan

Seperti yang telah disebutkan dalam hadits di atas, bahwa orang yang merampas wajib mengembalikan barang tersebut pada pemiliknya. Haramnya ghashab juga berlaku antar saudara, baik berniatkan main-main (iseng) atau sungguhan.

Hal tersebut dipertegas dalam sabda Rasulullah SAW.

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْئٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْتَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ.

Artinya: 

“Barangsiapa berbuat zhalim kepada saudaranya dalam kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia meminta kehalalannya pada hari ini (di dunia) sebelum (datang hari) yang tidak ada Dinar tidak pula Dirham. Apabila ia mempunyai amalan shalih, maka akan diambil darinya sekadar kezalimannya dan apabila ia tidak mempunyai kebaikan, maka akan diambil dari kejelekan orang yang dizalimi kemudian ditimpakan kepadanya.’” (Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (No. 6511)).

Maka, siapa saja yang merampas barang orang lain memiliki kewajiban mengembalikan. Apabila barang tersebut rusak, maka timbul konsekuensi berikut:

  • Orang yang merampas harus mengganti dengan yang semisal pada pemiliknya
  • Jika tidak ada barang yang semisal, maka wajib mengganti dengan nilai yang lebih mahal sejak hari perampasan hingga hari barang tersebut menjadi rusak.

Selain itu, apabila nilai barang yang dirampas berkurang, maka orang yang melakukan perampasan wajib membayar ganti rugi. Maksud ganti rugi (arsy) yakni selisih harga sebelum dirampas dan sesudahnya.

Sebagai muslim, kita wajib memahami konsekuensi tersebut dan melaksanakannya apabila merusak barang yang dirampas, secara sengaja maupun tidak.

Hukum yang sama berlaku untuk semua bentuk ghashab, termasuk yang sudah umum seperti mengambil sandal orang. Maka, untuk alasan apa pun kita perlu menjauhkan diri dari perbuatan merampas.

Jangan menyepelekan besar kecilnya nilai barang karena ghashab termasuk dalam perbuatan zalim. Ingatlah, bahwa kezaliman kelak akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Sebagaimana firman-Nya:

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ مُهْطِعِينَ مُقْنِعِي رُءُوسِهِمْ لَا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ ۖ وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاءٌ

Artinya: 

“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (Ibrahim/14: 42-43).

Hukum Merampas Tanah

Tanah termasuk harta bernilai tinggi, sehingga haram bagi seseorang untuk merampasnya. Bukan hanya itu, merampas tanah dapat mendatangkan azab yang berat dari Allah SWT.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

مَنْ أَخَذَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ.

Artinya: 

“Barangsiapa yang mengambil tanah sedikit saja dengan cara yang tidak dibenarkan, maka ia dibenamkan ke dalam tanah tersebut pada hari Kiamat hingga tujuh lapis bumi.’” (Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (No. 6385)], Shahiih al-Bukhari (V/103, No. 2454).

Apabila seseorang merampas tanah orang lain lalu memanfaatkannya untuk menanam atau membangun, maka ia wajib mencabut tanaman dan menghancurkan bangunannya.

Hal ini dipertegas dalam sabda Rasulullah:

َلَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ.

Artinya: 

“Tidak ada hak bagi keringat orang yang zalim.” (Shahih Suhnan at-Tirmidzi (No. 1113)).

Demikianlah penjelasan mengenai ghashab lengkap dengan dalil yang menjadi landasan hukumnya. Semoga dengan memahaminya dapat membantu kita untuk menjauhi perbuatan yang dilarang dan dosa.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment