Akad Salam dalam Transaksi Jual Beli Islam

Di dalam agama Islam, landasan untuk melakukan transaksi jual-beli terdiri dari 3 hal, yaitu keuntungan penjual, keuntungan pembeli, dan juga ridho dari Allah SWT. Salah satu akad yang memiliki tujuan pada ketiga aspek tersebut adalah akad salam.

Dengan memperhatikan ketiga landasan tersebut, akad ini akan tetap relevan sampai kapan pun. Dengan begitu, transaksi jual-beli yang terjalin tidak akan membuat salah satu pihak dirugikan dari keuntungan pihak yang lain.

Agar transaksi yang kita lakukan bisa mendapatkan ridho dari Allah SWT, penting bagi kita untuk memahami akad satu ini. Untuk itu, mari simak bersama apa itu salam, dan bagaimana penerapan akad ini dalam kehidupan sehari-hari.

Apa itu Akad Salam?

Salam menurut bahasa memiliki arti isti’jal atau istiqdam, yaitu memajukan. Jadi, salam adalah salah satu bentuk perjanjian jual beli yang diawali dengan penyerahan sejumlah uang di awal, tapi barang atau jasa yang diperoleh akan diberikan kemudian. 

Dalam konteks ini, pembeli membayar sejumlah uang di muka sebagai tanda jadi, dan penjual berjanji untuk memberikan barang atau jasa sesuai dengan kesepakatan pada waktu yang ditentukan.

Sebagai contoh, pembeli ingin membeli jam tangan pada penjual dengan merk, spesifikasi, dan ketentuan tertentu di minggu depan. Sebagai tanda jadi, keduanya menjalankan akad salam dengan membayar harga jam tangan di awal.

Dalam hal ini, pihak pembeli telah menunaikan kewajibannya untuk membayar barang yang dijual. Selanjutnya, pihak penjual yang masih harus menunaikan kewajibannya untuk menyerahkan jam tangan di minggu depannya.

Baca juga: 8 Doa Akhir Ramadhan Sesuai Sunnah dan Amalan di Akhir Ramadhan

Dalil Jual Beli dengan Akad Salam

Diberlakukannya transaksi jual beli salam di dalam Islam tercantum dalam beberapa dalil. Untuk mengetahui dalil apa saja yang menjelaskan tentang perjanjian salah dalam jual beli, silahkan simak penjelasan berikut:

1. Al-Baqarah Ayat 282

Dalil yang menjelaskan tentang adanya transaksi salam dalam jual beli adalah penggalan QS. Al-Baqarah Ayat 282. Adapun bunyi penggalan ayat tersebut adalah sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ

Yā ayyuhallażīna āmanū iżā tadāyantum bidainin ilā ajalim musamman faktubụh

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”

Ayat di atas memerintahkan kita untuk mencatat transaksi perdagangan yang dilakukan secara tidak tunai. Artinya, ada salah satu pihak yang sudah menunaikan kewajibannya, tetapi pihak lain belum menunaikan kewajibannya.

Dalam kasus ini, tentu kedua belah pihak harus mencatat transaksi tersebut agar mempermudah proses pelunasannya.

Baca juga: 10 Contoh Ceramah Singkat Ramadhan yang Penuh Makna

2. HR. Bukhari No. 2240 dan Muslim No. 1604

Dari Bukhari dan Muslim telah diriwayatkan, bahwa Ibnu’ Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

قَدِمَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمَدِينَةَ ، وَهُمْ يُسْلِفُونَ بِالتَّمْرِ السَّنَتَيْنِ وَالثَّلاَثَ ، فَقَالَ « مَنْ أَسْلَفَ فِى شَىْءٍ فَفِى كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ ، إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ

Artinya:

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, mereka (penduduk Madinah) mempraktikkan jual beli buah-buahan dengan sistem salaf (salam), yaitu membayar di muka dan diterima barangnya setelah kurun waktu dua atau tiga tahun kemudian. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mempraktikkan salam dalam jual beli buah-buahan, hendaklah dilakukannya dengan takaran yang diketahui dan timbangan yang diketahui, serta sampai waktu yang diketahui.”

Dari sini jelas bahwa praktik jual beli dengan akad salam telah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan kurun waktu penyelesaian akad bisa mencapai 2-3 tahun kemudian sehingga pencatatan transaksi tersebut menjadi sesuatu yang penting.

3. Ijma’ Ulama

Hukum diperbolehkannya transaksi salam juga semakin dipertegas dengan adanya ijma’ ulama seperti dinukil dari Ibnul Mundzir. Dalam hal ini, beliau mengatakan:

أجمع كلّ من نحفظ عنه من أهل العلم على أنّ السّلم جائز.

Artinya:

“Setiap ulama yang kami mengetahui perkataannya telah bersepakat (berijmak) tentang bolehnya jual beli salam.”

Prinsip Akad Salam

Agar transaksi salam bisa berjalan dengan lancar, tentu pihak penjual dan pembeli harus memegang prinsip tertentu di dalam menjalankan akad ini. Berikut adalah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak:

1. Kejelasan dan Keterbukaan

Dalam melaksanakan akad salam, kejelasan, kejujuran dan keterbukaan tentu menjadi prinsip utama. Kedua pihak harus memahami dengan jelas mengenai kondisi barang atau jasa yang akan diberikan, harga yang disepakati, serta jangka waktu penyerahan.

2. Keadilan dan Kesepakatan Bersama

Prinsip keadilan sangat penting dalam akad ini. Kesepakatan harga haruslah wajar dan adil bagi kedua belah pihak. Kesepakatan bersama juga menjadi kunci di mana penjual dan pembeli saling setuju atas syarat-syarat yang telah ditetapkan di awal.

3. Tanggung Jawab Hukum

Akad salam memberikan landasan hukum yang kuat. Para pihak harus memahami tanggung jawab hukum mereka terkait pelaksanaan transaksi ini. Hal ini tidak hanya mencakup hak dan kewajiban, tetapi juga proteksi dari adanya perselisihan.

Rukun Perdagangan dengan Salam

Sebelum saling bersepakat untuk menggunakan akad ini, pastikan pihak penjual dan pembeli sudah mengetahui apa saja rukun-rukun yang harus ada dalam transaksi tersebut. Berikut bisa kita lihat beberapa rukun dalam perjanjian dengan salam:

  1. Adanya pihak pembeli.
  2. Adanya pihak penjual.
  3. Adanya barang yang diperjualbelikan.
  4. Terdapat harga atau upah yang telah disepakati.
  5. Adanya ijab dan qabul yang memuat semua syarat dan ketentuan dalam perdagangan.

Jika dalam prakteknya terjadi pengiriman barang oleh penjual yang tidak sesuai dengan kesepakatan, maka pihak pembeli boleh melakukan khiyar. Dengan begitu, pembeli bisa memutuskan untuk melanjutkan atau membatalkan transaksi.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Terkait Barang Dagangan

Dalam hal barang, ada beberapa ketentuan yang juga harus kita perhatikan agar transaksi salam terhitung sah. Berikut adalah beberapa ketentuan mengenai barang dalam jual-beli barang dengan salam:

  1. Kriteria atau ciri-ciri barang yang diperjualbelikan harus jelas, mulai dari bahan, status, ukuran, kondisi, dan sebagainya.
  2. Barang adalah milik penjual sendiri sehingga dia berhak menjualnya. Boleh juga milik pihak lain asal sudah ada ijin untuk menjualnya.
  3. Jumlah barang yang akan diperjualbelikan harus jelas dan tidak menimbulkan kebingungan atau kesalahpahaman.
  4. Barang harus sudah ada pada waktu yang dijanjikan sehingga pihak pembeli bisa langsung mengkonfirmasi dan menjadikan transaksi selesai.

Perdagangan salam sejatinya sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW dan masih terus ada hingga saat ini. Transaksi online yang kita lakukan hari ini juga seharusnya berlandaskan perdagangan salam sehingga tidak menimbulkan kekecewaan di akhir.

Kini, kita sudah mengerti apa itu akad salam dan mengetahui bagaimana transaksi ini dilakukan. Pada dasarnya, akad ini akan memudahkan transaksi pada barang-barang yang memang pemenuhannya cukup terbatas.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment