Hukum Cashback dalam Islam, ada yang boleh dan Tidak

Tim marketing perusahaan banyak menggunakan metode promosi cashback sebagai strategi yang cukup menarik perhatian konsumen. Cashback ini merupakan promo belanja online dengan mengembalikan uang dengan jumlah tertentu. Meski menguntungkan, ternyata masih banyak pro kontra mengenai hukum cashback dalam Islam.

Pasalnya, sistem cashback pada belanja online tidak dapat mencairkan uang yang dikembalikan dan hanya berfungsi seperti voucher untuk mengurangi jumlah uang yang akan dibayar pada barang belanjaan berikutnya.

Sistem ini memang menguntungkan penjual maupun market place yang menggunakannya. Namun, sebagai pembeli yang bijak, kita perlu tahu hukum cashback dalam Islam.

Hukum Cashback dalam Islam yang Diperbolehkan

Sebelum membahas mengenai hukum cashback dalam Islam, tidak ada salahnya untuk memahami akad jual beli yang sesuai dengan syariat Islam.

Jual beli sendiri merupakan salah satu praktik akad muamalah yang dilegalkan dalam Islam, hal ini dijelaskan dalam QS. Al Baqarah [2]: 275). Dan ciri khas dari akad jual beli adalah adanya praktik mu’awadlah (pertukaran) antara barang dengan barang atau antara barang dan harga.

Berikut beberapa syarat sah suatu barang dapat diperjualbelikan:

  1. Barang fisik yang bisa diserahkan (‘ainin musyahadah) atau
  2. Barang yang dijamin/berjamin kesesuaian karakteristiknya saat diserahkan dengan yang dipesan (syaiin maushuf fi al-dzimmah).

Dengan merujuk syarat sah dalam akad jual beli diatas, kiranya kita lebih memperhatikan saat melakukan transaksi agar tidak lepas dengan syariat Islam yang sah.

Dewasa ini, dunia belanja online disemarakkan dengan strategi promosi menggunakan sistem cashback. Berbeda dengan diskon yang sering kita dengar, cashback dapat diartikan sebagai reward atau poin yang diberikan karena telah membeli barang disuatu market place penyelenggara.

Baca juga: 8 Doa agar Jualan Laris Bahasa Arab, Latin dan Artinya

Sederhananya, jika diskon memberikan potongan harga di awal langsung saat pembelian, dan hadiah berupa tunai atau poin, maka cashback dapat berupa potongan harga saat pembeli melakukan pembelian selanjutnya.

Memahami penjelasan di atas, berikut beberapa hal yang dapat kita simpulkan mengenai sistem cashback:

  1. Cashback diberikan sebagai hadiah karena dipenuhinya syarat berbelanja. Alhasil ada janji yang disampaikan oleh pihak penyuruh.
  2. Uang tunai yang hanya bisa digunakan sebagai potongan harga apabila berbelanja lagi. Alhasil terpenuhi syarat kemakluman.
  3. Pihak yang memberi adalah perusahaan/marketplace yang melaksanakan dan menerbitkan program cashback itu sendiri.
  4. Perusahaan bertanggung jawab atas pencairan dan potongan harga tersebut dalam bentuk nominal (harta tunai).

Berdasarkan hal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa cashback merupakan bonus yang diberikan sebagai buah dari terpenuhinya syarat akad ju’ala (sayembara) yang diselenggarakan oleh penjual. Sehingga hukum cashback dalam Islam diperbolehkan  Ulama mazhab Syafii Syeikh Taqiyuddin Al-Hishny di dalam Kifayah Al-Akhyar menyampaikan:

والجعالة جَائِزَة وَهِي أَن يشْتَرط على رد ضالته عوضا مَعْلُوما فَإِذا ردهَا اسْتحق ذَلِك الْعِوَض الْمَشْرُوط

Ju’alah merupakan akad yang dibolehkan. Gambaran akad ini adalah pihak penyuruh menjanjikan bonus dengan besaran diketahui kepada orang yang bisa mengembalikan barangnya yang hilang. Karenanya, apabila pihak yang dijanjikan itu memenuhi syarat penyuruh berupa mengembalikan hewannya yang hilang, maka ia berhak atas bonus yang dijanjikan tersebut.

Jadi, pada akad jual beli selama kesepakatan transaksi harga yang ditetapkan satu dan kesepakatan cashback diberikan berupa uang maupun voucher potongan harga. Maka diperbolehkan oleh sebagian para ulama. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad SAW. bersabda :

“Siapa yang melakukan 2 transaksi dalam satu transaksi maka dia hanya boleh mendapatkan kebalikannya (yang paling tidak menguntungkan) atau riba.” (HR. Abu Daud )

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-nisa ayat 29 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Hukum Cashback dalam Islam yang Tidak Diperbolehkan

Meski telah dijelaskan bahwa cashback terhitung sebagai akad sayembara yang diperbolehkan syariat Islam secara sah. Namun, perlu  diketahui bahwa hukum ini akan berubah menjadi haram karena beberapa hal.

Karena hadiah/bonus wajib berstatus sah sebagai harta, maka setiap hadiah/bonus meniscayakan hadirnya dari pihak yang menjanjikan/mensyaratkan.

Jika ada cashback, tetapi datangnya dari pihak selain perusahaan yang menjanjikan, maka cashback seperti itu adalah termasuk harta ma’dum (fiktif). Setiap cashback diharuskan dalam bentuk harga tunai maupun barang fisik.

Jika ada cashback yang hanya menjanjikan barang yang belum tentu ada, maka cashback tersebut adalah ma’dum atau fiktif belaka. Dan apabila cashback tersebut dipakai dalam akad jual beli, maka transaksi yang dilakukan juga termasuk ke dalam fiktif dan haram.

Imam Syihabuddin Asy-Syairazy di dalam Al-Muhaddzab menjelaskan:

ولا تجوز الحوالة إلا على من له عليه دين لأنا بينا أن الحوالة بيع ما في الذمة بما في الذمة فإذا أحال من لادين عليه كان بيع معدوم

Tidak boleh melakukan pengoperan tanggungan kepada pihak yang tidak memiliki kewajiban utang atas pihak yang mengoper, karena sesungguhnya telah jelas bagi kita bahwa pada dasarnya akad oper tanggungan itu adalah ibarat jual beli tanggungan dengan tanggungan. Karenanya, apabila terjadi pengalihan tanggungan atas pihak yang tidak memiliki utang wajib kepada pihak yang mengoper, maka transaksinya disebut transaksi fiktif.

Baca juga: Apa Hukum Asuransi dalam Islam? Halal atau Haram Ini Pendapat Ulama

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Cashback

Dengan memahami benar-benar hukum cashback dalam Islam, ada baiknya kita mengetahui beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam cashback sehingga terhindar dari kemudhorotan termasuk riba.

  1. Poin atau koin diberikan kepada pembeli dengan tanpa penambahan harga produk dari harga biasanya dan tidak harus ikut daftar member Unit / program dari perusahaan/lembaga lain yang bekerjasama dengan pihak market place. Ini termasuk hilah (semacam pengelabuan untuk mengambil data dan menarik konsumen), Jika tidak ada syarat semacam ini, maka Yang seperti ini diperbolehkan
  2. Apabila poin atau koin yang diberikan disertai dengan penambahan pada harga produk, maka hukumnya tidak boleh. Sebab, termasuk memakan harta orang lain secara batil. Selain itu di dalam penambahan harga tersebut mengandung unsur gharar. Juga jika ada pemaksaan terselubung (syarat) harus ikut daftar member Unit / program dari perusahaan/lembaga lain yang bekerjasama dengan pihak market place. Maka hal ini tidak boleh juga, karena mencacati unsur keridhaan dan kerelaan dalam jual beli, yang ada adalah terpaksa daftar karena ada gratis ongkir dan cashback.

Demikian penjelasan mengenai hukum cashback dalam Islam yang perlu diketahui seorang muslim. Meski diperbolehkan, perlu diingat bahwa penjual perlu memperhatikan etika pemasaran yang sesuai dengan syariat Islam yang dibenarkan.

Dan bagi pembeli, cerdaslah dalam melakukan transaksi jual beli dan tidak lekas tergiur dengan promo-promo yang diberikan. Semoga kita terhindar dari segala marabahaya dunia, aamiin.

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment