Apa Hukum Asuransi dalam Islam? Halal atau Haram Ini Pendapat Ulama

Bagaimana hukum asuransi dalam Islam? Mungkin sebagian orang pernah mempertanyakan hal berikut. Tak heran, permasalahan ini kerap menjadi topik hangat diskusi di antara banyak orang. Pasalnya, akan berbahaya apabila terdapat unsur yang diharamkan oleh syariat dalam produk asuransi yang kita miliki.

Mengingat asuransi merupakan salah satu cara agar dapat bebas finansial di usia lanjut, serta meringankan kebutuhan akan keuangan di kala mendadak, jadi penting untuk mengetahui hukumnya dalam Islam.

Oleh karena itu, mari kita bahas mengenai hukum asuransi dalam Islam beserta dalilnya!

Hukum Asuransi dalam Islam

Asuransi merupakan istilah yang digunakan sebagai sebuah kesepakatan perlindungan risiko yang dilakukan oleh dua pihak berupa penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi karena kematian, kehilangan, kerasukan atau sakit.

Sebenarnya, tidak ada dalil Al-Qur’an atau hadis yang secara eksplisit mengatur tentang bagaimana hukum asuransi dalam Islam. Hukum asuransi dalam Islam sebetulnya sah-sah saja selama tidak bertentangan dengan syariat agama yang benar.

Jadi, semua produk asuransi haruslah berpedoman pada maqashid syariah, yang berarti penerapannya harus dapat memberikan kemakmuran dan keadilan ekonomi pada umat manusia.

Namun, terdapat beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai hukum asuransi tersebut, mengutip dari buku ‘Islam Perspektif Mu’amalah dan Akhlaq’ oleh Dr. KH. Fuad Thohari, M.A. , dalam Al-Qur’an maupun hadis Rasulullah SAW, tidak ada satu ketentuan pun yang mengatur secara gamblang tentang asuransi.

Transaksi asuransi ini juga tidak dibahas secara fiqih sebab pada dasarnya asuransi baru muncul pada abad ke-13 dan ke-14  di italia dalam bentuk asuransi perjalanan laut.

Ada 3 pendapat yang menjadi jawaban para ulama untuk pertanyaan hukum asuransi dalam Islam. Ketiga pendapat tersebut ialah pendapat yang mengharamkan, memperbolehkan sebagian dan mengharamkan sebagian lainnya, serta menghalalkan asuransi.

Mari bahas satu persatu di bawah ini!

Baca juga: Apakah Mimpi Basah Membatalkan Puasa? Ini Kata Ulama

1. Pendapat yang Mengharamkan Asuransi dalam Islam

Pendapat yang pertama berawal dari beberapa ulama yang mengharamkan asuransi adalah Ibnu Abidin, Sayyid Sabiq, Sheikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Shadiq Abdurrahman al Gharyani, Yusuf Qardhawi, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Bakhit al-Muth’I, serta majelis ulama fiqih.

Para ulama mengharamkan asuransi bukan tanpa sebab, namun ada tiga hal utama yang ada di dalam asuransi dan ketiga hal tersebut diharamkan dalam syariat Islam. Ketiga hal tersebut yakni ketidakpastian (gharar), judi (maisir) dan riba.

Ketiga hal ini sangat nyata di larang dalam semua transaksi. Dalam asuransi premi dan klaim yang tidak jelas jumlahnya.

Tidak hanya itu, ada aspek lain yang menjadikan asuransi menjadi haram, yakni adanya riba di dalamnya. Dalam akad asuransi, nasabah membayar premi kepada perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi akan memberikan dana klaim bila nasabah terkena musibah.

Letak riba pada asuransi dengan akad seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ada pada dana klaim yang diterima. Apabila jumlahnya lebih besar dari premi yang sudah dibayar, menjadi riba nasiah dan riba fadl. Sedangkan bila jumlahnya sama dengan premi yang dibayar, maka menjadi riba nasiah.

Hal ini disebabkan oleh kesepakatan para ulama fiqih tentang akad jual beli uang dengan uang secara tempo, adalah riba.

2. Kelompok yang Membolehkan Asuransi Dalam Islam

Ada pula beberapa ulama yang memperbolehkn asuransi. mereka adalah Murtadla Muthahhari, Abdul Wahbah Khallaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Muhammad Nejatullah Shiddiq, Muhammad Musra, Muhammad al-Bahl, Muhammad Dasuqi, Muhammad Ahmad, Mustafa al-Zarqa.

Di antara alasan golongan yang membolehkan asuransi adalah berdasarkan pada kaidah fiqih sebagai berikut:

الْصْلُ فِِ الْشْياءِ الِْبًَحَةُ

Artinya: “Asal sesuatu adalah boleh”

Oleh sebab itu, ulama berpendapat bahwa hukum asuransi dalam Islam diperbolehkan selama semua jenis transaksi bermanfaat dan tidak terdapat dalil yang melarangnya.

Selain itu, asuransi mengandung mashlahah atau kebaikan serta tujuan agama seperti menyimpan uang sebagai dana darurat yang mungkin terjai karena peristiwa yang tidak diinginkan seperti kecelakaan dan lain-lain.

Dengan demikian, lebih baik seorang muslim untuk benar-benar memastikan produk asuransi yang dimiliki menggunakan akad sosial.

3. Pendapat yang memperbolehkan sebagian dan mengharamkan sebagian lainnya

Pendapat yang terakhir yakni kelompok ulama yang memperbolehkan sebagian dan mengharamkan sebagian lainnya.

Makna dari kalimat tersebut yakni asuransi akan tergolong halal dilakukan apabila menggunakan akad tabarru atau semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong-menolong dengan mengharap pahala dari Allah SWT.

Tidak hanya itu, asuransi ini juga tidak boleh mengandung unsur-unsur lain yang diharamkan syariat.

Sedangkan untuk asuransi yang diharamkan yakni, asuransi yang bersifat profit oriented atau menguntungkan sebelah pihak.

Sebab, dapat dipastikan asuransi jenis ini secara otomatis mengandung hal-hal yang diharamkan syariat.

Baca juga: Puasa Daud: Niat, Waktu Pelaksanaan, Tata Cara dan Keutamaannya

Dasar Hukum Asuransi dalam Islam menurut Al-Qur’an dan Hadis

Dengan dibahasanya hukum asuransi dalam Islam dengan beberapa pendapat para ulama dengan penjelasannya, kini kita akan membahas mengenai dasar hukum asuransi dalam Islam menurut Al-Qur’an dan juga hadis, di antaranya yakni sebagai berikut:

1. QS. Al-Maidah ayat 2

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ.. الْعِقَابِ

Artinya: “… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Maidah:2).

Ayat ini menjelaskan bahwa jika orang tersebut beriman, disarankan untuk saling tolong menolong, yang mana menjadi salah satu prinsip asuransi.

2. QS. Al-Hasyr ayat 18

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Hasyr:18).

Ayat ini menyarankan kepada orang beriman untuk membuat persiapan untuk hari esok. Sehingga, asuransi yang merupakan rencana untuk kemungkinan di masa depan.

3. Hadis Nabi Riwayat Muslim dari Abu Hurairah

Hadis riwayat berikut menjelaskan mengenai asuransi, yang berbunyi:

“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

4. Hadis Nabi Riwayat Muslim dari Nu’man bin Basyir

Satu di antara hadis lainnya yang membahas hukum asuransi dalam Islam yakni hadis riwayat Muslim dan Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda:

 “Rasullulah SAW bersabda, perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang antara mereka adalah seumpama satu tubuh bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).

Dasar Hukum Asuransi Menurut Fatma MUI

Dasar Hukum Asuransi Menurut Fatma MUI

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa hukum asuransi dalam Islam pada dasarnya sah-sah saja selama di dalam tidak terdapat unsur riba dan keharaman lainnya.

Sebab itu, MUI membuat asuransi syariah yang menyesuaikan syariat Islam yang bebas dari riba dan hal tidak menyenangkan lainnya.

MUI berpendapat bahwa di diperlukan sejumlah upaya untuk mengantisipasi terjadinya risiko menyangkut kehidupan ekonomi yang akan dihadapi. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui asuransi.

Berikut beberapa manfaat dari asuransi sesuai dengan fatma MUI:

1. Dana Darurat

Tidak akan ada yang pernah tahu mengenai setiap hal yang mungkin terjadi di masa depan. Dalam menjalani hidup, sudah pasti setiap orang harus memiliki pertimbangan untuk masa depannya.

Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif dalam mengantisipasi kemungkinan resiko atau kehidupan ekonomi yang menurun.

Asuransi dapat dimanfaatkan sebagai dana darurat untuk mempersiapkan hal-hal yang tak terduga. Seperti firman Allah SWT tentang perintah mempersiapkan masa depan:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS al-Hasyr: 18)

2. Adanya Unsur Kebaikan

Semua produk asuransi syariah mengandung unsur tabarru’ dan tidak mengandung unsur gharar. Kelak jumlah premi yang dikumpulkan akan digunakan untuk kebaikan dan membantu peserta lain yang terdampak risiko.

Seperti sabda Rasulullah SAW yang hanya melarang segala bentuk transaksi yang mengandung gharar:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Artinya: “Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar” (HR Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

3. Unsur Tolong Menolong

Selain adanya unsur kebaikan, fatwa MUI juga menjelaskan bahwa adanya unsur tolong-menolong dalam asuransi antar sejumlah pihak dalam bentuk dana tabarru yang sudah sesuai dengan syariat Islam

Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif:

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ.. الْعِقَابِ”

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS Al Maidah: 2)

4. Bagian dari Bermuamalah

Asuransi merupakan bagian dari hubungan antar manusia (muamalah)

Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu hidup berdampingan dengan manusia lainnya. MUI berpendapat bahwa asuransi merupakan salah satu bentuk hubungan sosial atau muamalah. Karena asuransi dilakukan antara dua orang atau lebih. Hubungan ini tentunya harus didasarkan dengan syariat Islam.

Aturan dari muamalah ini harus disesuaikan dengan syariat Islam. Hal ini dijelaskan dalam beberapa hadis sahih yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.

Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)

“Setiap amalan itu hanyalah tergantung niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya”. (HR. Bukhari & Muslim dari Umar bin Khattab).

Nah, itulah dia hukum asuransi dalam Islam serta penjelasan lengkap mengenainya. Semoga informasi singkat ini bermanfaat ya!

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment