Hukum Dropship dalam Islam, Jual beli tanpa Memiliki Barang

Jualan online kini sedang ramai-ramainya digandrungi setiap kalangan untuk mengembangkan usaha mereka, salah satunya metode dropshiping yang dilakukan tanpa memerlukan modal. Meski menggiurkan, sebelum ikut serta menekuninya, lebih baik kita mengetahui hukum dropshiping dalam Islam.

Metode satu ini kerap kali menjadi primadona bagi pengusaha kecil-kecilan. Pasalnya, mereka tidak membutuhkan modal awal serta tidak perlu menyediakan stok barang juga tidak melakukan proses pengiriman.

Oleh sebab itu, banyak sekali orang yang berminat dengan metode tersebut. Untuk itu mari kita cari tahu mengenai hukum dropship dalam Islam sendiri.

Hukum Dropship dalam Islam

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa sistem dropship adalah suatu teknik manajemen rantai pasokan di mana reseller atau pengecer tidak perlu menyetok barang, sebab nantinya produsenlah yang akan mengirimkan barang ke pelanggan.

Hal inilah yang membedakan sistem dropship memiliki perbedaan dengan reseller pada umumnya.

Dalam sistem ini, penjual harus menyediakan stok barang terlebih dahulu sebelum bergerak selaku penjual. Tanggung jawab pengiriman barang melekat pada dirinya sendiri.

Alasan lain mengapa dropship banyak digandrungi oleh pengusaha muda, karena metode ini sangat sederhana dan mudah untuk dilakukan.

Dan untuk menentukan hukum dropship dalam Islam, sebelumnya diperlukan definisi akad yang terjadi dalam transaksi dropship. Adapun beberapa pendekatan yang memungkinkan dalam hal ini adalah sebagai berikut:

1. Akad Samsarah (makelar)

Untuk memahami hukum dropshi dalam Islam, pendekatan yang pertama yakni akad samsarah yang kerap kali dikenal dengan istilah makelar atau keagenan. Definisi akad samsarah dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (10/151):

السمسرة : هي التوسط بين البائع والمشتري , والسمسار هو : الذي يدخل بين البائع والمشتري متوسطاً لإمضاء البيع , وهو المسمى الدلال , لأنه يدل المشتري على السلع , ويدل البائع على الأثمان

“Samsarah adalah perantara antara penjual dan pembeli. Simsar adalah orang yang menjadi penengah antara penjual dan pembeli untuk menjalankan proses transaksi. Disebut juga dallal, karena ia mengantarkan pembeli kepada barang yang ia cari, dan mengantarkan penjual kepada penjualan”.

Tentu akad samsarah ini dibolehkan dalam syariat. Al Bukhari mengatakan dalam Shahih Bukhari:

بَاب أَجْرِ السَّمْسَرَةِ . وَلَمْ يَرَ ابْنُ سِيرِينَ وَعَطَاءٌ وَإِبْرَاهِيمُ وَالْحَسَنُ بِأَجْرِ السِّمْسَارِ بَأْسًا . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : لا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ : بِعْ هَذَا الثَّوْبَ فَمَا زَادَ عَلَى كَذَا وَكَذَا فَهُوَ لَكَ . وَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ : إِذَا قَالَ بِعْهُ بِكَذَا فَمَا كَانَ مِنْ رِبْحٍ فَهُوَ لَكَ ، أَوْ بَيْنِي وَبَيْنَكَ فَلَا بَأْسَ بِهِ . وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( الْمُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ )

“Bab akad samsarah. Dibolehkan oleh Ibnu Sirin, Atha’, Ibrahim, dan Al Hasan. Ibnu Abbas mengatakan: tidak mengapa seorang berkata: jualkanlah baju ini, kelebihannya sekian-sekian silakan engkau ambil. Ibnu Sirin mengatakan: jika seseorang berkata: jualkanlah barang ini dengan harga sekian, keuntungannya sekian menjadi milikmu, atau antara engkau dan aku bagiannya sekian, maka ini tidak mengapa. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: kaum Muslimin wajib menepati syarat-syarat yang mereka sepakati”.

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa keuntungan yang diberikan bagi si pemilik barang pada penjualnya haruslah dalam bentuk perjanjian yang tidak berubah. Namun, jika menyesuaikan dengan pendapatan yang didapatkan maka hal ini diharamkan sebab termasuk pada gharar.

Imam Malik mengatakan:

فأمَّا الرجل يُعْطَى السلعةَ فيقال له: «بِعْها ولك كذا وكذا في كُلِّ دينارٍ» لشيءٍ يُسَمِّيه فإنَّ ذلك لا يصلح؛ لأنه كُلَّما نَقَصَ دينارٌ مِن ثَمَنِ السلعة نَقَصَ مِن حقِّه الذي سَمَّى له؛ فهذا غررٌ لا يدري كم جَعَل له

“Adapun seseorang yang memberikan barang lalu mengatakan: silakan jualkan barang ini lalu dari setiap 1 dinar, keuntunganmu sekian persen. Maka ini tidak diperbolehkan. Karena setiap kali harga barang turun maka turun juga komisinya. Maka ini gharar, ia (makelar) tidak mengetahui berapa yang akan didapatkannya” (Al Muwatha, 2/685).

Sehingga transaksi dropship bisa disebut sebagai samsarah apabila memenuhi kriteria berikut ini:

  • Retailer atau dropshipper berlaku sebagai simsar (makelar) yang ia menjadi penengah antara penjual dan pembeli.
  • Harga jual sesuai kesepakatan antara penjual dan makelar. Makelar tidak boleh mengubah harga tiba-tiba diluar dengan kesepakatan yang dibuat.
  • Komisi dari penjual haruslah komisi yang sudah jelas dan tepat, bukan berupa persentase dari harga barang.
  • Jika transaksi dropship memenuhi syarat ini maka hukumnya boleh.

Baca juga: 5 Hadits tentang Zina, Menjadi Pertanda Kiamat yang Nyata

2. Akad Salam

Pendekatan yang kedua yakni akad salaf, akad salaf adalah jual beli yang didasari dari deskripsi barang dengan pembayaran di awal. Disebutkan dalam Fiqhus Sunnah (3/171):

السلم: بيع شيئ موصوف في الذمة بثمن معجل

“Akad salam adalah jual beli suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya dengan penyerahan barang tertunda, namun pembayaran kontan di awal”.

Akad ini diperbolehkan dalam syariat Islam yang ditegaskan dalam dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.” (QS. Al-Baqarah: 282).

Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan:

أشهد أن السلف المضمون إلى أجل مسمى قد أحله الله في الكتاب وأذن فيه

“Aku bersaksi bahwa akad salaf yang penyerahannya dilakukan dalam tempo tertentu telah dihalalkan dan diizinkan oleh Allah dalam Al Qur’an (kemudian beliau membaca ayat di atas)” (HR. Al Hakim, Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Al Irwa [1369]).

Dalil dari As Sunnah, dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

قَدِمَ النبي صلى الله عليه و سلم الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ بِالتَّمْرِ السَّنَتَيْنِ وَالثَّلَاثَ. فقال: من أَسْلَفَ في شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ

“Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, penduduk Madinah ketika itu sudah biasa memesan buah kurma dalam waktu dua atau tiga tahun. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa memesan sesuatu, maka hendaknya ia memesan dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan tempo yang jelas” (Muttafaqun ‘alaihi).

Sebagai contoh dari akad salam, seorang muslim bernama Bayu ingin membeli seekor kambing, dan ia berkata kepada Anto: “Carikan saya kambing yang cirinya berwarna putih, berusia 2 tahun dan gemuk, kamu bisa membelinya dari manapun, saya akan membelinya seharga 4 juta, ini uangnya, dan saya ingin kambingnya sudah ada dalam waktu dua hari”

Syarat sahnya akad salam disebutkan dalam Al Mulakhas Al Fiqhi (283) :

  • Disebutkannya sifat-sifat dari musallam fihi (barang yang diperjual-belikan dalam akad salam) secara rinci yakni jenis, berat, takaran, dan tempo yang disepakati dengan jelas.
  • Penyerahan uang di muka secara kontan di majelis akad
  • Dan perhatikan bahwa musallam fihi bukanlah barang yang mu’ayyan (aset pasif) seperti pohon, rumah atau semisalnya. Karena barang seperti ini bisa jadi rusak sebelum batas tempo penyerahan.

Dengan melihat penjelasan di atas, akad dropship bisa dimasukkan dalam akad salam. Sebagaimana Retailer atau dropshipper sebagai musallim, barangnya sebagai musallam fihi, dan dalam dropship retailer menyebutkan sifat-sifat dari barang.

Namun syarat-syarat agar dropship bisa dianggap sebagai akad salam adalah sebagai berikut:

  • Disebutkan sifat-sifat barang secara rinci beserta jenis dan ukurannya
  • Pembayaran harus kontan di muka
  • Harus disebutkan tempo batas akhir penyerahan barang
  • Barang bukan berupa aset pasif
  • Jika syarat-syarat ini dipenuhi maka dropship hukumnya boleh karena termasuk akad salam.

Baca juga: Dzikir dan Doa Setelah Sholat Witir Arab-Latin Beserta Arti Sesuai Sunnah

3. Wakalah bil Ujrah

Pendekatan yang ketiga yakni wakalah bil ujrah yang artinya perwakilan. Disebutkan dalam Al Fiqhul Muyassar (232):

الوكالة تفويض شخص غيره ليقوم مقامه فيما تدخله النيابة

“Wakalah adalah seseorang mengutus orang lain untuk menggantikannya dalam urusan-urusan yang bisa digantikan”.

Dan diantara urusan yang bisa diwakilkan adalah urusan jual beli. Diantara dalil bolehnya wakalah dalam jual beli, firman Allah Ta’ala:

فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ

“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini…” (QS. Al Kahfi: 19).

Penjelasan ini selaras dengan metode dropshiper sebagai orang yang mewakili penjual dan terdapat akad yang salah di dalamnya, sebab adanya izin dari distributor untuk menjual barangnya secara resmi.

Dari beberapa pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum dropship dalam Islam diperbolehkan asal memenuhi syarat akad jual beli yang sesuai dengan syarit yang dibenarkan. Semoga kita terhindar dari hal haram yang tidak dibenarkan.

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment