Sebagian orang mungkin pernah mendengar istilah kloning hewan. Kloning merupakan teknik membuat keturunan dari kode genetik yang sama dengan sel induknya tanpa adanya proses pembuahan. Namun, tahukah hukum kloning hewan dalam Islam?
Pada prinsipnya, kloning adalah suatu usaha untuk memberikan duplikat suatu organisme melalui proses aseksual. Tujuannya yakni memperbanyak genetik unggul dalam satu induk.
Apabila dibayangkan, cara kerja kloning seperti mesin fotocopy yang membuat penggandaan dari suatu makhluk melalui scaning. Bedanya, kloning membutuhkan kode genetik dalam penggandaannya. Meski nampak praktis dan efisien. Bagaimana hukum kloning hewan dalam Islam? Yuk simak lengkapnya di bawah ini!
Daftar ISI
Pengertian Kloning
Sebelum membahas mengenai hukum kloning hewan dalam Islam, akan lebih baik jika kita membahas mengenai apa itu kloning sebagai dasar dalam memahami perspektif Islam dalam kloning Hewan.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa kloning merupakan proses pembentukan individu baru dari kode genetik induk melalui proses aseksual.
Kloning sendiri berasal dari bahasa Yunan yakni “clone” yang artinya kumpulan sel turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi non seksual.
Seiring dengan perkembangan teknologi kedokteran, ada banyak sekali perkembangan ilmu yang membawa manusia untuk terus menciptakan hal-hal baru dalam dunia sains, yang tujuannya untuk meningkatkan bibit unggul sebagai sumberdaya manusia dari suatu organisme.
Meski tujuan dan niat dari pengembangan teknologi kloning, masih ada beberapa dampak negatif yang mungkin terjadi serta menyebabkan pro dan kontra dikalangan masyarakat. Khususnya bagi umat Muslim, sehingga banyak dipertanyakan bagaiman hukum kloning hewan dalam Islam.
Salah satu kekhawatiran yang ditakutkan akan terjadi adalah penyalahgunaan tekhnologi oleh beberapa oknum dalam penciptaan individu atau spesies baru yang merugikan atau bahkan bertentangan dengan nilai kemanusiaan.
Beberapa ilmuwan yang mendukung, berpendapat bahwa kloning adalah salah satu cara yang mungkin untuk melestarikan spesies yang punah.
Kloning sendiri terbagi menjadi dua, yakni kloning alami dan kloning buatan. Kloning alami ini bisa kita jumpai pada cacing platyhelmintes yang memiliki kemampuan beregenerasi dan membelah membentuk individu baru.
Selain cacing platyhelmintes, terdapat telur lebah yang juga mampu menetas tanpa adanya proses pembuahan, yang biasa disebut sebagai partenogenesis.
Sedangkan kloning buatan yang sederhana dan bisa kita lakukan sendiri adalah teknologi pertanian yakni menyetek atau mencangkok. Kloning buatan yang lebih komplementit biasa dilakukan di dalam laboratorium seperti transplantasi embrio pada hewan secara aseksual, serta transfer nukleus yang merupakan suatu proses penghilang inti sel dan disisakan sitoplasma saja.
Baca juga: 13 Adab Bertetangga dalam Islam, Dicintai Allah SWT
Jenis-jenis Kloning
Setelah dengan jelas mengenal apa itu kloning, tidak ada salahnya untuk mengetahui jenis-jenis kloning sendiri sebelum membahas lebih lanjut terkait hukum kloning hewan dalam Islam.
Adapun jenis-jenis kloning tersebut yakni sebagai berikut:
1. Kloning pada hewan
Kloning pada hewan dilakukan dengan mengambil kode genetik induk yang memiliki DNA dengan bibit unggul. Biasanya hal ini dilakukan untuk mempertahankan serta memperbanyak organisme dengan keunggulan.
2. Kloning pada tumbuhan
Sebenarnya metode kloning tumbuhan telah lama kita kenal, salah satunya yakni metode kloning tumbuhan menggunakan cangkok.
Sedangkan untuk kloning yang lebih rumit, biasanya membutuhkan laboratorium khusus, yakn idengan melakukan nukleus transfer pada suatu tumbuhan dengan menghilangkan inti plasma dan meninggalkan sitoplasma saja.
Kloning tumbuhan modern biasa digunakan untuk menumbuhkan tumbuhan dengan hasil yang unggul seperti semangka yang lebih merah dan manis, atau anggur yang lebih besar dan manis.
3. Kloning pada manusia
Jika kloning pada hewan dan tumbuhan menimbulkan manfaat untuk masyarakat. Sebaliknya, kloning pada manusia yang paling menimbulkan kontroversi antara ilmuwan, pimpinan agama, serta masyarakat karena hal ini dianggap telah melanggar nilai dan fitrah manusia.
Baca juga: Doa Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an ketika Dibakar dan Meminta Keturunan
Dampak Positif dan Negatif dari Kloning
Beberapa pro dan kontra dari melakukan kloning, menyebabkan banyaknya pertanyaan terkait hukum kloning hewan dalam Islam. Oleh sebab itu, kita perlu tahu apa saja dampak negatif dan dampak positif dari kloning tersebut, yakni:
1. Dampak positif
- Kloning menjadi pilihan untuk menyelamatkan genetik yang hilang dari hewan yang mati secara teratur.
- Mencegah terjadinya kepunahan dalam suatu ekosistem.
- Memperbanyak genetik unggul dengan cara yang efektif dan minim resiko.
- Resipien transfer embrio tidak dibatasi waktu dan tempat.
- Embrio dapat disimpan dengan waktu yang lama.
2. Dampak negatif
- Keterbatasan resipien menerima embrio
- Kemungkinan dalam penyalahgunaan teknologi kloning dalam pembentukan spesies baru yang sifatnya justru resesif.
- Menekan kemampuan ekosistem dalam regeneratif seksual, sebab banyaknya campur tangan teknologi.
- Jika tidak ada recording terhadap penggunaan, embrio dapat menjadi inbreeding pada keturunan.
- Muncul pewarisan sifat mitokondria dan modifikasi epigenetik yang tidak diharapkan dan disebabkan oleh prosedur kloning.
Hukum Kloning Hewan dalam Islam
Dengan mengenal apa itu kloning, jenis serta dampak yang menyebabkan pro kontra sehingga lahirnya pertanyaan terkait hukum kloning hewan dalam Islam. Akan memudahkan kita untuk menilik lebih lanjut bagaimana persepktif Islam dalam menanggapi teknologi terkait kloning ini.
Sebagai umat Islam, sudah tentu kita akan terikat dengan hukum keagamaan sebagaimana telah diatur oleh Allah SWT melalui firman-Nya.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hukum kloning hewan dalam Islam, mari kita mengulas sedikit tentang hukum syara dan tindakan-tindakannya. Perlu diketahui bahwa hukum syara merupakan peraturan yang didasari oleh ketentuan dari Allah SWT mengenai segala tingkah laku manusia, apa yang harus diyakini dan apa yang harus diakui oleh umat Islam.
Dikatakan wajib, apabila hal tersebut berdasarkan tuntunan Allah SWT yang mana di dalamnya memiliki ganjaran pahal maupun dosa. Mubah yakni hukum yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala, jika tidak tidak menjadi dosa. Sedangkan makruh yakni apabila dikerjakan tidak berdosa dan apabila tidak dikerjakan akan mendapat pahala.
Lalu, kloning itu sendiri merupakan sebuah teknik di mana dengan teknik tersebut akan tercipta individu baru dengan kode genetik yang sama persis dengan induknya menggunakan teknik duplikasi tanpa membutuhkan regenarasi seksual.
Meski nampak lebih efisien dan modern, namun kita perlu tahu lebih dalam terkait hukum kloning hewan dalam Islam.
Tujuan dari berkembangnya teknologi sebenarnya adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, meningkatkan produktivitasnya, dan mencari obat alami bagi jangkitan penyakit yang lebih minim resiko serta mencegah kepunahan ekosistem tertentu.
Upaya ini jika dikaitkan dengan syara’ maka hukum kloning hewan dalam Islam adalah mubah. Sebab mengandung tujuan untuk kebermanfaatan manusia dan tidak merusak. Bahkan jika tujuan dari pengkloningan adalah mencari obat bagi penyakit, maka hukumnya akan menjadi sunnah.
Sehingga, apabila kloning tersebut dilakukan maka akan mendapat pahala karena membantu memberikan manfaat yang dapat memberikan peningkatan kualitas serta produk yang lebih unggul, hal tersebut pun akan menguntungkan untuk manusia dan dapat dijadikan sebagai bahan kajian lagi.
Namun, lain hal apabila kloning dilakukan dengan bertujuan hanya untuk menguntungkan individu tertentu atau sebagai percobaan dalam pembentukan spesies baru. Tentu hal ini akan mengakibatkan hukum kloning hewan dalam Islam menjadi haram.
Demikian penjelasan mengenai hukum kloning dalam Islam. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan ya!