Hukum Mencuri dalam Islam: Ini Dalil yang Menjelaskannya!

Setiap individu yang berakal sehat mengakui bahwa mencuri merupakan kejahatan dan termasuk perbuatan zalim. Mencuri tidak hanya merugikan secara material, tetapi juga mengganggu ketenteraman sosial. Lalu bagaimana hukum mencuri dalam Islam?

Islam melarang keras tindakan mengambil harta orang lain atau mencuri. Tindakan ini termasuk bentuk nyata dari kezaliman dan melanggar prinsip-prinsip keadilan.

Itulah sebabnya mencuri termasuk dosa besar yang melanggar etika dalam ajaran Islam.

Pengertian Perilaku Mencuri

Mencuri bisa diartikan sebagai mengambil milik orang lain tanpa izin, biasanya secara sembunyi-sembunyi. Secara lughah (bahasa Arab), mencuri dikenal dengan istilah As-sariqoh yang berarti mengambil sesuatu diam-diam.

Adapun secara istilah syari, As-sariqoh adalah orang berakal baligh mengambil sesuatu dengan kadar nishab tertentu atau punya nilai tertentu. Sesuatu yang diambil tersebut masih milik orang lain, tidak syubhat, dan mengambilnya secara diam-diam.

Baca juga: 8 Doa Meminta Rezeki yang Berlimpah dan Berkah, Amalkan Yuk!

Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (24:292) disebutkan kriteria As-sariqoh. Disebut As-sariqoh apabila memenuhi empat rukun yaitu ada pencuri, ada orang yang dicuri barangnya, ada harta yang dicuri, dan mengambilnya diam-diam.

Menurut konteks hukum Islam, pencurian bukan hanya perampasan materi. Akan tetapi juga merusak kepercayaan dan ketentraman sosial. 

Sementara itu, menurut pengertian syara’, mencuri adalah mengambil harta milik orang lain dengan diam-diam dari tempat penyimpanannya yang layak dalam jumlah satu nisab. 

Lebih lanjut, mencuri dilakukan oleh seorang Islam atau kafir dzimmi atau murtad yang berakal, dewasa, dan bisa memilih.

Tindakan mencuri merupakan salah satu dosa besar. Hukum mencuri dalam Islam pun telah diatur secara tegas. 

Ketika pencurian mencapai ambang batas tertentu dan memenuhi kriteria yang ditetapkan, syariah Islam menerapkan hukuman potongan tangan.

Selain hukuman fisik ini, pencuri juga diwajibkan mengembalikan barang curian sejumlah yang dicuri. 

Namun, Islam juga mengajarkan kasih dan pengampunan. Jika pemilik barang yang dicuri memilih untuk memaafkan pencuri, maka hukuman potongan tangan bisa dihapuskan.

Hukum Mencuri dalam Islam

Hukum Mencuri dalam Islam

Karena mencuri termasuk dosa besar dan perbuatan dzalim, Islam pun telah mengatur dengan tegas hukumannya. Hukuman bagi pencuri disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah yaitu sebagai berikut:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌفَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Was-sāriqu was-sāriqatu faqṭa’ū aidiyahumā jazā`am bimā kasabā nakālam minallāh, wallāhu ‘azīzun ḥakīm. Fa man tāba mim ba’di ẓulmihī wa aṣlaḥa fa innallāha yatụbu ‘alaīh, innallāha gafụrur raḥīm.

Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 38 dan 39).

Dalam ayat tersebut, Allah SWT menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah dipotong tangannya. 

Hal ini membuktikan bahwa dosa mencuri termasuk dosa besar. Hukum mencuri dalam Islam ini diperkuat dengan pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin yaitu:

الكبائر هي ما رتب عليه عقوبة خاصة بمعنى أنها ليست مقتصرة على مجرد النهي أو التحريم، بل لا بد من عقوبة خاصة مثل أن يقال من فعل هذا فليس بمؤمن، أو فليس منا، أو ما أشبه ذلك، هذه هي الكبائر، والصغائر هي المحرمات التي ليس عليها عقوبة

Artinya: “Dosa besar adalah yang Allah SWT ancam dengan suatu hukuman khusus. Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan, namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan dalam dalil barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin. Atau bukan bagian dari kami, atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa besar. Dan dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu hukuman khusus.” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi libni Al-‘Utsaimin, 2/24, Asy-Syamilah).

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa dosa mencuri hukumnya haram. Sebab, larangan mengambil harta milik orang lain secara batil tersebut dalam AlQuran, As-Sunnah dan Al-Ijma (kesepakatan ulama). 

Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 29:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Yā ayyuhallażīna āmanụ lā ta`kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili illā an takụna tijāratan ‘an tarāḍim mingkum, wa lā taqtulū anfusakum, innallāha kāna bikum raḥīmā.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. Al-Nisa’: 29)

Selaras dengan ayat tersebut, para ulama pun mengingatkan keras mengenai hukum mencuri dalam Islam. Sebagai contoh Imam Adz-Dzahabi yang mengkategorikan mencuri termasuk dalam dosa besar nomor ke-21 dalam kitabnya Al-Kabair. 

Ulama lain yaitu Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan bahwa hukum potong tangan dulu terjadi pada zaman Jahiliyah. Artinya, perilaku mencuri telah jelas hukumnya diberlakukan.

Sementara itu, dari sudut pandang etika, pencurian melampaui arti mengambil harta tanpa hak. Ini mencakup tindakan mengambil sesuatu yang tidak diizinkan oleh pemiliknya, mengecewakan orang lain. 

Contohnya termasuk menguping, mengambil berita tanpa izin, atau menatap tanpa hak. Walaupun hukuman potong tangan tidak berlaku untuk jenis pencurian semacam ini, tetapi tetap diharamkan dalam ajaran Islam.

Bahaya Perilaku Mencuri

Selain dihukum menurut hukum Islam, pelaku pencuri juga mendapatkan dampak negatif dalam hidupnya. Beberapa bahaya bagi pelaku pencurian yaitu sebagai berikut.

1. Ketidak Tenangan dalam Hidup

Ketidaktenangan dan rasa takut yang muncul akibat kesadaran akan dosa-dosanya. Dalam konteks keagamaan, hal ini bisa menciptakan ketidaknyamanan dalam kehidupan sehari-hari. 

Bahkan, juga mencakup kekhawatiran akan penangkapan oleh aparat penegak hukum. Pelaku pencurian yang merasa gelisah dan takut akibat dosa-dosanya mungkin mengalami beban psikologis. 

Perasaan seperti ini dapat mengganggu stabilitas emosional dan mental seseorang. 

2. Semakin Jauh dari Petunjuk Allah SWT

Tindakan dosa dalam pandangan agama dianggap sebagai langkah menjauh dari ajaran dan pedoman Allah SWT. 

Dalam hal ini berarti seiring hukum mencuri dalam Islam, pencuri akan semakin jauh dari petunjuk Allah SWT setiap melakukan pencurian. 

Jika tidak ada upaya untuk bertaubat, risiko terjerumus ke dalam perilaku yang melanggar aturan agama dan etika akan bertambah besar. Bukan tidak mungkin pelaku pencurian tersebut melakukan tindakan pelanggaran lainnya.

3. Ditolak Amal Ibadahnya

Segala amal ibadahnya tidak diterima. Hal ini karena Allah SWT tidak menerima perbuatan seseorang jika makanan dan pakaiannya didapatkan dari sumber yang haram.

Dalam Islam, aspek kehalalan sangat diutamakan. Mengkonsumsi atau menggunakan barang dari sumber yang haram dapat mengakibatkan penolakan atas amal ibadah seseorang. 

Hal ini menunjukkan bahwa hubungan dengan Allah SWT tidak hanya melibatkan aspek spiritual. Akan tetapi juga memperhitungkan prinsip-prinsip etika dan moral dalam tindakan sehari-hari, termasuk dalam memenuhi kebutuhan fisik.

4. Menimbulkan Keresahan dalam Masyarakat

Perilaku mencuri bisa menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Sebab, mencuri bukan hanya pelanggaran terhadap hak milik individual, tetapi juga berdampak pada stabilitas dan rasa aman dalam masyarakat. 

Warga akan sangat terganggu karena adanya ancaman pencurian dan perampokan. Tindakan kriminal tersebut dapat merusak ikatan sosial dan rasa solidaritas antar warga. Selama perilaku pencurian masih ada, warga belum dapat merasa tenang.

Cara Bertaubat dari Perilaku Mencuri

Cara Bertaubat dari Perilaku Mencuri

Setiap individu memiliki kesempatan untuk bertaubat atas kesalahan yang diperbuatnya. Karena hukum mencuri dalam Islam termasuk dosa besar, pelaku pencurian juga harus bertaubat dengan sungguh-sungguh.

Terdapat beberapa aspek utama dalam bertaubat. Pertama, menyesali perbuatannya. Lalu memohon ampun kepada Allah SWT, bisa dengan sholat taubat

Selanjutnya, pelaku harus bertekad baik untuk tidak mengulangi perbuatannya. Terakhir meminta keridhaan orang lain yang dirugikan atas tindakan tersebut.

Jika ternyata orang yang dirugikan tidak ridha, setidaknya pelaku pencurian itu telah berusaha untuk mengganti kerugiannya. Akhirnya paling tidak harus siap menanggung hukuman atas kesalahannya tersebut.

Perlu diingat bahwa penyesalan akan dosa sebaiknya didasari dengan perenungan yang mendalam. Tidak hanya keinginan sesaat, tetapi harus bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.

Nah, agar keinginan bertaubat menjadi sebenar-benarnya, terdapat hal-hal yang perlu kita perhatikan. Beberapa hal tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Mengembalikan Hak Orang Lain dan Meminta Maaf

Tindakan mencuri secara langsung merupakan perbuatan yang merugikan hak orang lain. Konsekuensinya berarti pelaku pencurian tersebut harus mengembalikan hak-hak orang lain yang kepemilikannya telah diambil.

Selain itu, wajib hukumnya untuk meminta maaf kepada orang yang telah dizalimi tersebut. 

Hal ini karena hak orang lain telah diambil secara paksa sehingga masih bisa dituntut di akhirat oleh pemiliknya. Ingatlah bahwa segala sesuatu akan dimintai pertanggungjawabannya.

2. Mengganti Lingkungan Pergaulan

Sering kali lingkungan kita saat ini kurang baik, bahkan berpotensi menjerumuskan untuk melakukan dosa. 

Lingkungan seperti ini bisa menjadi peluang untuk berbuat hal yang sama kembali. Oleh karena itu, seseorang yang ingin bertaubat harus hidup di lingkungan orang-orang shaleh.

Kita dapat mulai mencari lingkungan yang lebih taat beragama dan menjaga hukum Allah. Dengan begitu, apapun tindakan yang dilakukan, akan selalu ada orang-orang yang mengingatkannya. 

Lingkungan seperti ini menuntun kita untuk terus berpedoman pada aturan Allah SWT.

3. Memperbanyak Perbuatan Baik

Seseorang yang benar-benar bertaubat akan berusaha melakukan perbuatan baik. Hal ini karena kita telah memahami hukum mencuri dalam Islam. Nah, perbuatan baik ini bertujuan untuk menebus dosa sebelumnya. 

Hal tersebut dianjurkan dalam konteks hukum Islam, yaitu menghapus perbuatan buruk dengan tindakan baik yang pahalanya lebih besar. Meskipun tidak dijelaskan secara khusus, melakukan perbuatan baik dapat menjadi penghapus dosa. 

Sebagaimana dalam surah Hud disebutkan bahwa:

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

Wa aqimiṣ-ṣalāta ṭarafayin-nahāri wa zulafam minal-laīl, innal-ḥasanāti yuż-hibnas-sayyi`āt, żālika żikrā liż-żākirīn.

Artinya:

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)” (QS. Hud: 114).

Contoh perbuatan baik yang dapat dilakukan yaitu bersedekah, menyumbangkan harta kepada anak yatim piatu atau fakir miskin. Selain itu, kita juga bisa membangun masjid, pesantren, atau lembaga pendidikan Islam sehingga dapat dimanfaatkan oleh umat.

Cara Menghindari Perilaku Mencuri

Salah satu upaya bertaubat yaitu dengan menjauhkan diri dari tindakan yang menimbulkan dosa. Terdapat beberapa tips untuk menghindari perilaku mencuri yaitu sebagai berikut.

1. Selalu Bersyukur atas Nikmat Allah SWT

Seseorang yang mensyukuri nikmat Allah SWT pasti akan merasa cukup dengan segala rezeki yang diberikan kepadanya. Itu artinya, rezeki Allah tidak tertukar. 

Bahkan, seseorang yang mensyukuri nikmat-Nya akan diluaskan rezeki untuknya sesuai dengan surah Ibrahim ayat 7:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

Wa iż ta`ażżana rabbukum la`in syakartum la`azīdannakum wa la`ing kafartum inna ‘ażābī lasyadīd.

Artinya: 

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim [14]: 7).

2. Menghormati dan Menghargai Hak Milik Orang Lain

Agama mengatur hukum mencuri dalam Islam dan menghargai kepemilikan pribadi. Akan tetapi, konsep hak milik juga mencakup aspek sosial dan lingkungan. 

Kepemilikan melibatkan hak yang diperoleh oleh pemiliknya, asalkan tetap berada dalam batas-batas syariah. Penghormatan terhadap hak milik tercermin dalam perlindungan terhadap harta benda. 

Dalam Al-Qur’an pun telah disebutkan terkait pelarangan penggunaan dan konsumsi yang tidak sah terhadap hak milik orang lain. Hal ini tercermin dalam surah Al Baqarah ayat 188:

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Wa lā ta`kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili wa tudlụ bihā ilal-ḥukkāmi lita`kulụ farīqam min amwālin-nāsi bil-iṡmi wa antum ta’lamụn

Artinya: 

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS. Al Baqarah [2]:188)

3. Meningkatkan Etos Kerja

Keimanan melibatkan tindakan nyata selain dimensi spiritual. Setiap tindakan dijalankan dengan kesadaran sebagai bentuk ibadah dan untuk mencapai keridhaan Allah SWT. Dengan begitu, kita akan menggunakan potensi untuk mencapai tujuan hidup tersebut.

Dalam hal ini, bekerja sungguh-sungguh adalah bentuk ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Etos kerja yang kuat, yang muncul dari keyakinan yang kokoh, mencegah individu dari perilaku seperti pencurian, korupsi, dan pelanggaran hak orang lain.

Demikian pembahasan mengenai hukum mencuri dalam Islam. Jelas bahwa mencuri merupakan tindakan yang menimbulkan dosa berat sehingga harus dihindari. Dalil hukumannya jelas dalam Al-Qur’an dan diperkuat dengan pandangan para ulama.

Sebagai seorang muslim yang taat, sudah semestinya kita menjauhkan diri dari perbuatan yang dibenci Allah. Sebaliknya, dalam hidup kita harus berperilaku yang mampu mendatangkan keridhaan Allah SWT.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment