Ini Hukum Pemimpin Wanita dalam Islam, Bolehkah?

Memiliki pemimpin yang amanah adalah harapan semua orang. Begitupun, menjadi pemimpin merupakan hak setiap orang. Namun, bagaimana hukum pemimpin wanita dalam Islam?

Seperti kita tahu, dalam pemilihan pemimpin pemerintahan wanita diperbolehkan untuk mencalonkan diri. Meskipun, tentu saja hal ini banyak mendapatkan pro dan kontra. Lepas dari itu, secara hukum negara wanita sah untuk menjadi pemimpin. 

Kaum wanita memiliki hak mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah, bahkan pemimpin negara atau presiden. Mari kita pahami betul-betul tentang hukum dalam Islam apabila wanita menjadi pemimpin.

Hukum Pemimpin Wanita dalam Islam

Dalam pemilihan pemimpin tidak jarang kita temui calon yang merupakan seorang wanita. Hal ini secara hukum negara sangat sah, karena perempuan diperbolehkan untuk turut serta menjadi pemimpin, tidak ada aturan gender. 

Meski demikian, di dalam Islam telah mengatur hukum pemimpin wanita dalam Islam. Seperti pada firman Allah Ta’ala surah An-Nisa’ ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’ : 34).

Di dalam ayat tersebut menjelaskan mengenai kaum laki-laki yang merupakan pemimpin bagi kaum wanita. Sebab, wanita yang shalihah adalah wanita yang taat kepada kaum lelaki dalam hal kebaikan. 

Adapun ayat lainnya dalam surah An-Nisa yang menjelaskan tentang hal ini, berikut Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisa : 59].

Baca juga: Hukum Istri Tidak Menyukai Keluarga Suami Menurut Islam, Moms Wajib Tahu!

Alasan Mengapa Pemimpin Harus Laki-laki?

Adapun beberapa alasan berdasarkan dalil yang memperkuat ayat dalam surah An-Nisa yang menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Berikut alasan beserta dalilnya:

1. Semua Nabi Lelaki

Alasan pertama adalah semua Nabi yang diberi wahyu oleh Allah merupakan seorang lelaki. Hal ini diatur dalam Al-Quran surah Yusuf, 

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى

Artinya:

“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri.” (QS. Yusuf : 109).

2. Istri Wajib Taat pada Suami

Para Istri Nabi merupakan orang yang taat pada pasangannya, meskipun beberapa istri Nabi juga ada yang berkhianat. Selamat bagi mereka yang berserah dan taat terhadap perintah sang suami dan Allah ta’ala dalam kebaikan.

Salah satu dalil yang menjelaskan tentang perlunya ketaatan Istri pada suami yakni surah At-Tahrim ayat 10:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

Artinya:

“Allah membuat istri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing).” (QS. At Tahrim : 10).

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa istri Nabi Luth dan istri Nabi Nuh menjadi contoh bagi para kaum wanita. Bahwasanya, mereka tidak mentaati perintah suami yang merupakan seorang saleh, tetapi justru berkhianat.

Oleh karena itu, mengenai hukum pemimpin dalam Islam, Islam mengutamakan pemimpi laki-laki terlebih dahulu untuk dijadikan pemimpin.

3. Allah Menciptakan Lelaki lebih Unggul dari Wanita

Alasan terakhir mengapa pemimpin lebih diprioritaskan laki-laki karena Allah menciptakan kaum lelaki lebih tinggi derajatnya dibanding kaum wanita. Oleh sebab itu, para pemimpin dianjurkan seorang lelaki.

Allah ta’ala berfirman:

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya:

“Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah: 228).

Dari ayat tersebut menguatkan bahwa laki-laki lebih diutamakan untuk menjadi seorang pemimpin. 

Anjuran Mengikuti Perintah Nabi

Tidak diutamakannya kaum wanita sebagai pemimpin bukan bentuk diskriminasi, Justru, Islam mengatur tentang hal ini sebagai bentuk kepedulian terhadap kaum wanita. 

Oleh karena itu, meski derajat lelaki lebih tinggi, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah memandang rendah kaum wanita. Namun, hukum pemimpin wanita dalam Islam tidak haram, hanya saja tidak dianjurkan selagi masih ada laki-laki.

Pasalnya, Nabi tidak pernah memilih pemimpin dari kaum wanita, selain itu imam sholat merupakan seorang laki-laki. Hal ini yang kemudian, membuat para ulama menyimpulkan apabila hendaknya mengutamakan lelaki sebagai pemimpin.

Ibnu Majah yang meriwayatkan dari Miqdam bin Ma’dikarib Al Kindi, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

يُوشِكُ الرَّجُلُ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيكَتِهِ يُحَدَّثُ بِحَدِيثٍ مِنْ حَدِيثِي ، فَيَقُولُ : بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، مَا وَجَدْنَا فِيهِ مِنْ حَلَالٍ اسْتَحْلَلْنَاهُ ، وَمَا وَجَدْنَا فِيهِ مِنْ حَرَامٍ حَرَّمْنَاهُ ، أَلا وَإِنَّ مَا حَرَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ 

Artinya:

“Akan ada orang yang sambil bersandar di sandarannya akan berbicara dengan haditsku, dia berkata, ‘Antara kita dan kalian ada Kitabullah Azza wa Jalla (Alquran). Apa yang kita dapatkan di dalamnya berupa perkara halal, maka kami halalkan. Dan apa yang kami dapatkan di dalamnya berupa perkara haram, maka kami haramkan. Ketahuilah, apa yang diharamkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sama seperti yang Allah haramkan.” (Hadits ini telah dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 8186).

Semoga kita senantiasa menjadi umat Rasulullah yang senantiasa mengikuti petunjuk dan arahan beliau. Nah, demikian penjelasan mengenai hukum pemimpin wanita dalam Islam.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment