Hukum Suami Minta Hubungan Setiap Hari Menurut Islam, Simak!

Bukan rahasia lagi bahwasannya hubungan intim adalah kebutuhan biologis yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, terlebih bagi pasangan suami istri. Namun, bagaimana hukum suami minta hubungan setiap hari?

Hubungan intim dalam pernikahan menjadi salah satu cara untuk mempertahankan keharmonisan suami istri dan juga menjadi aktivitas berpahala. Meski demikian, melakukan sesuatu hal secara berlebihan, tidak boleh dilakukan dalam Islam.

Lantas, bagaimana hukum suami minta hubungan setiap hari menurut Islam? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini!

Hukum Suami Minta Hubungan Setiap Hari Menurut Islam

Pada dasarnya, tidak ada larangan suami minta hubungan setiap hari dalam Islam dan secara hukum syariah, kecuali ketika istri sedang dalam masa haid ataupun nifas.

Bahkan ketika istri dalam keadaan istihadah atau keluarnya darah di luar siklus haid diperbolehkan untuk tetap melakukan hubungan seksual ketika suami menginginkannya.

Apabila istri sedang dalam keadaan hamil, tetap diperbolehkan untuk berhubungan namun memperhatikan beberapa hal sehingga tidak mempengaruhi bayi yang ada di dalam kandungannya.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa hukum suami minta hubungan setiap hari tetap halal dilakukan. Bahkan hal ini akan menjadi ladang pahala bagi seorang istri yang melayaninya dengan sepenuh hati.

Pasalnya, hubungan intim bisa menjadi sarana yang paling efektif untuk menjaga keharmonisan dalam bahtera rumah tangga.

Selain itu, tidak terdapat hadits maupun dalil lainnya yang menjelaskan mengenai larangan untuk melakukan hubungan intim setiap hari.

Bahkan tidak ada terlarang saat melakukannya beberapa kali dalam sehari. Secara umum, memang hukumnya boleh, bahkan sunnah yang mendapatkan pahala. Sehingga tidak perlu lagi bahwa hukum suami minta hubungan setiap hari tidak menjadi masalah dalam Islam.

Bahkan terkait pahala suami istri yang melakukan hubungan intim turut dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat Muslim, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ

“Kamu mendapat pahala bila menyetubuhi istrimu.” Para shahabat bertanya, “Seseorang menunaikan syahwatnya, lalu dapat pahala?” Nabi SAW menjawab, “Tidakkah kamu tahu bila seseorang melakukannya pada yang haram, bukankah dia dapat dosa? Maka kalau dia melakukannya pada yang halal, dia dapat pahala.” (HR Muslim)

Hadits di atas menjelaskan bahwa kita tidak perlu takut atau merasa bersalah jika berhubungan suami istri setiap hari karena hal ini tetap halal dilakukan selama bersama pasangan yang sah.

Baca juga: 13 Adab Bertetangga dalam Islam, Dicintai Allah SWT

Anjuran Berhubungan Suami Istri dalam Islam

Setelah mengetahui hukum minta hubungan setiap hari menurut Islam diperbolehkan dan tidak menjadi masalah. Namun, adakah anjuran dalam Islam dalam berhubungan suami istri?

Terdapat perbedaan pendapat para ulama terkait seberapa seringkah baiknya dalam berhubungan intim suami istri.

Pasalnya, hal ini akan dikaitkan dengan hak istri untuk mendapatkan nafkah batin. Beberapa ulama berpendapat bahwa hubungan intim dilakukan minimal setiap empat hari, pendapat lainnya menganjurkan untuk minimal sekali masa suci dan ada pula yang berpendapat maksimal 4 bulan sekali.

Lantas, pendapat mana yang dibenarkan? Dalam hal ini, pendapat terkuat tergantung kemampuan dan kebutuhan masing-masing pasangan suami istri, serta kadar kemampuan menahan diri dan dorongan syahwat. Bahkan tidak masalah dan sudah jelas sebelumnya bahwa hukum suami minta hubungan setiap hari diperbolehkan dalam Islam.

Pendapat yang mahsyur mengenai frekuensi hubungan suami istri yakni selama rentang empat hari. Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan,

إذا كانت له امرأة لزمه المبيت عندها ليلة من كل أربع ليال ما لم يكن له عذر

Artinya: “Apabila dia memiliki satu istri, maka dia wajib bermalam dengannya satu malam dari setiap empat malam, selama tidak ada uzur.” (al-Mughni, 7: 28)

Apabila kondisi suami istri yang mengharuskan keduanya tidak dalam satu rumah sebab adanya alasan syari seperti mencari nafkah, maka berhubungan badan minimal dilakukan setiap 4 bulan sekali. Hal ini diperkuat dengan ketetapan Umar bin Khattab RA.

Dirinya mewajibkan setiap pasukan yang berjihad agar pulang menemui istrinya setelah 4 bulan. Karena perempuan tidak bisa menahan lebih dari 4 bulan. Dalam sebuah riwayat disebutkan:

أن عمر بن الخطاب رضي الله عنه خرج ليلة يحرس الناس

فمر بامرأة وهي في بيتها وهي تقول

(تطاول هذا الليل واسود جانبه وطال علي ألا خليل ألاعبه)

(فوالله لولا خشية الله وحده لحرك من هذا السرير جوانبه)

Artinya: “Bahwasanya Umar bin Khathab RA keluar pada suatu malam menjaga rakyat. Lalu, dia melewati seorang perempuan sedang bersyair di dalam rumahnya.

Malam ini begitu lama, sisi-sisinya begitu hitam. Menjadi semakin lama pula terasa atasku, tanpa ada kekasih yang aku bercumbu dengannya.

Demi Allah, seandainya bukan karena rasa takut terhadap Allah semata. Pastilah sisi-sisi tempat tidur ini sudah bergoyang-goyang.”

Maksud dari riwayat di atas ialah, apabila seorang perempuan tidak memiliki iman, maka ia akan melakukan hubungan intim dengan orang selain suaminya. Karena saking lamanya, dia tidak disentuh atau tidak mendapatkan hak atas nafkah batinnya.

Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya, pendapat terkuat dalam pembahasan frekuensi hubungan suami istri yang dianjurkan bergantung pada kemampuan suami dan istri dalam menahan syahwat sebab adanya unsur syari di dalamnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan,

ويجب على الزوج وطء امرأته بقدر كفايتها ما لم ينهك بدنه أو يشغله عن معيشته

Artinya: “Wajib bagi suami berhubungan intim dengan istrinya sesuai kemampuannya selama tidak menganggu fisiknya dan melalaikan dari mencari nafkah.” (Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah, hal 246)

Pendapat ini dikuatkan karena tidak ada nash atau ketentuan tegas dalam syariat yang menetapkan frekuensi, jumlah, dan angka. Sehingga ketentuan kembali kepada urf atau adat kebiasaan setempat.

Karena boleh jadi, kekuatan fisik serta syahwat setiap suku dan bangsa berbeda-beda. Pun sama halnya islam tidak mempermasalahkan hubungan setiap hari sehingga hukum suami minta hubungan setiap hari diperbolehkan.

Sebagaimana kaidah,

العادة محكمة

Artinya: “Adat (kebiasaan) dapat dijadikan sandaran hukum.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan kaidah ini:

ولهذا قال الفقهاء: الأسماء ثلاثة أنواع: نوع يعرف حده بالشرع؛ كالصلاة والزكاة. ونوع يعرف حده باللغة؛ كالشمس والقمر. ونوع يعرف حده بالعرف ، كلفظ القبض، ولفظ المعروف.

Artinya: “Oleh karena itu, para ahli fikih menjelaslan bahwa istilah (nama) itu ada tiga:

Pertama, yang didefinisikan oleh syariat, seperti sholat dan zakat.

Kedua, yang didefinisikan oleh bahasa, seperti Matahari dan Bulan.

Ketiga, yang didefinisikan oleh adat/budaya, seperti lafaz jual beli dan patokan berbuat baik.” (Al-Iman, hal. 224)

Itu dia penjelasan mengenai hukum suami minta hubungan setiap hari dalam Islam, serta penjelasan mengenai anjuran dalam berhubungan bagi suami istri.

Semoga artikel ini membantu untuk mengobati rasa penasaranmu ya!

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment