Pengertian Khiyar, Etika Transaksi Jual Beli dalam Islam

Aktivitas jual beli hendaknya dilakukan dengan jujur agar bisa memberikan keuntungan bagi pihak penjual maupun pembeli serta mendatangkan ridho dari Allah SWT. Salah satunya dengan memperhatikan pengertian khiyar dalam transaksi.

Islam melarang transaksi perdagangan hanya menguntungkan salah satu pihak saja, sementara pihak lain harus menanggung kerugian. Praktik perdagangan semacam ini tentu sangat dibenci oleh Allah SWT.

Islam sebagai agama yang komprehensif memberikan pedoman yang kuat mengenai etika transaksi jual beli, termasuk konsep “Khiyar.” Untuk itu, artikel ini akan membahas pengertian dan implikasinya dalam etika perdagangan dalam Islam.

Pengertian Khiyar dan Penjelasannya

Khiyar, dalam bahasa Arab, bermakna pilihan atau hak untuk memilih. Dalam konteks transaksi jual beli, istilah ini merujuk pada hak atau pilihan yang dimiliki oleh salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. 

Saat kita melakukan transaksi jual beli, tentu kita akan sering berhadapan dengan beberapa pilihan barang. Maka dari itu, salah satu pihak bebas memilih manakah dari barang-barang tersebut yang terbaik untuk dijadikan pegangan.

Konsep ini sendiri memberikan fleksibilitas dan kebebasan bagi salah satu pihak untuk memutuskan apakah akan melanjutkan atau membatalkan transaksi tersebut. Tetapi, kedua belah pihak harus menjalaninya dengan penuh kejujuran.

Dasar Khiyar sendiri disebutkan dalam sebuah hadis Bukhari dan Muslim yang meriwayatkan sabda Rasulullah SAW:

إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيْعًا أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَإِنْ خَيَّرَ أَحَدُهُمَا الآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعَ وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ تَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعَ.

Artinya:

“Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari pengertian khiyar di atas, jelas bahwa akad ini dilakukan agar tidak ada rasa kecewa dari kedua pihak yang bertransaksi. Perasaan kecewa ini bisa terjadi akibat tidak adanya transparansi saat negosiasi, ketidakcermatan, atau tergesa-gesa.

Baca juga: Zakat: Pengertian, Jenis, Ketentuan dan Hikmahnya

Misal, pembeli A menawar barang dari penjual B yang ia tahu harganya cukup mahal. Oleh karena penjual A tidak tahu akan kualitas dan harga barangnya, pembeli B lantas berbohong dan menilai barangnya jauh di bawah harga seharusnya.

Transaksi semacam ini tentu jauh dari unsur khiyar yang kita bahas sebelumnya sehingga harus kita hindari. Itulah kenapa konsep ini harus menjadi pedoman, baik untuk penjual maupun pembeli.

Tujuan Khiyar

Penerapan unsur Khiyar dalam transaksi jual beli tentu memiliki tujuan baik yang ingin dicapai. Adapun tujuan konsep ini diterapkan menurut buku Hukum Kontrak Keuangan Syariah yang ditulis oleh Dr. Mardani adalah sebagai berikut:

1. Menjamin Kerelaan Kedua Belah Pihak

Dengan adanya konsep ini, tentu harapannya terjadi kerelaan dari kedua belah pihak sehingga tidak ada rasa kecewa dari transaksi tersebut. Dengan begitu, akan terjadi kesesuaian kualitas barang dengan harga yang seharusnya dibayar.

2. Menjamin Kepastian Hukum

Tujuan selanjutnya adalah menjamin kepastian hukum jual-beli sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan atau ketidakpastian. Hal ini sering kali menjadi faktor penghalang dari adanya transaksi yang adil.

3. Agar Salah Satu Pihak Tidak Menanggung Kerugian

Selanjutnya, konsep ini bertujuan agar salah satu pihak tidak menanggung kerugian setelah kontrak dijalankan. Baik pihak penjual maupun pembeli tentu ingin transaksi yang dilakukannya bisa mendatangkan keuntungan dan bukan kerugian.

Jenis-Jenis Khiyar

Dalam muamalah perdagangan Islam, terdapat beberapa jenis Khiyar yang dapat diterapkan dalam transaksi jual beli. Adapun jenis-jenisnya adalah sebagai berikut:

1. Khiyar Syarat

Khiyar Syarat adalah jenis Khiyar yang memberikan hak pada salah satu pihak untuk membatalkan transaksi jika syarat-syarat tertentu tidak terpenuhi. 

Contohnya adalah ketika pembeli ingin memeriksa terlebih dahulu barang sebelum memutuskan untuk membelinya. Artinya, pembeli bisa membatalkan transaksi tersebut jika ditemukan kekurangan dari barang yang diperjualbelikan.

Adapun dalil yang mendasari diperbolehkannya Khiyar Syarat adalah hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَنْتَ بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ. ثُمَّ أَنْتَ فِى كُلِّ سِلْعَةٍ ابْتَعْتَهَا بِالْخِيَارِ ثَلاَثَ لَيَالٍ فَإِنْ رَضِيتَ فَأَمْسِكْ وَإِنْ سَخِطْتَ فَارْدُدْهَا عَلَى صَاحِبِهَا

Artinya:

Nabi saw bersabda: “Apabila kamu menjual maka katakanlah dengan jujur dan jangan menipu. Jika kamu membeli sesuatu maka engkau mempunyai hal pilih selama tiga hari, jika kamu rela maka ambillah, tetapi jika tidak maka kembalikan kepada pemiliknya.” (HR. Ibnu Majah)

Dari hadis di atas disebutkan jika seseorang memiliki waktu 3 hari untuk bisa memutuskan apakah transaksi akan dilanjutkan atau dibatalkan. 

merangkum pengertian khiyar dan juga penjelasan tentang khiyar syarat di atas, maka pihak penjual maupun pembeli sama-sama nyaman dalam melakukan transaksi sehingga meminimalisir rasa kecewa setelah transaksi terjadi.

2. Khiyar Majelis

Jenis Khiyar selanjutnya adalah Khiyar Majelis, yaitu hak untuk melanjutkan atau membatalkan transaksi jual beli selama kedua belah pihak (penjual dan pembeli) masih berada dalam majelis yang sama (tempat jual-beli seperti kios atau toko).

Apabila keduanya telah terpisah dari lokasi akad, maka hilang sudah hak untuk membatalkan transaksi yang sudah disepakati. Dengan begitu, ketentuan dari transaksi tersebut tidak bisa diubah lagi.

Adapun dalil mendasari adanya akad Khiyar Majelis adalah hadis riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الْمُتَبَايِعَيْنِ بِالْخِيَارِ فِي بَيْعِهِمَا مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ يَكُونُ الْبَيْعُ خِيَارًا

Artinya:

“Sesungguhnya penjual dan pembeli memiliki khiyar dalam jual beli keduanya selama belum berpisah atau (bila) jual beli tersebut ada khiyar padanya.” (HR. Bukhari).

Hadits di atas menegaskan bahwasanya Khiyar masih bisa dilakukan selama pihak-pihak yang jual beli belum berpisah. Selama keduanya masih di tempat jual beli, maka perubahan keputusan apapun masih bisa terjadi.

3. Khiyar ‘Aibi

Berikutnya, ada juga jenis pengertian Khiyar ‘Aibi atau disebut juga Khiyar cacat. Jenis akad ini memungkinkan salah satu pihak (biasanya pembeli) untuk membatalkan transaksi karena adanya kecacatan barang yang tidak diketahui selama akad.

Jika setelah akad terjadi dan kedua belah pihak telah terpisah, tetapi pembeli mendapati barang yang dibelinya memiliki aib atau kecacatan, maka ia memiliki hak untuk membatalkan transaksi atau meminta ganti barang yang lebih baik.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi:

“Apabila penjual dan pembeli berselisih maka perkataan yang diterima adalah perkataan penjual, sedangkan pembeli memiliki hak pilih.” (HR At-Tirmidzi dan Ahmad).

4. Khiyar Ru’yah

Pengertian khiyar Ru’yah bisa berarti hak kepada pembeli untuk membatalkan jual beli setelah ia melihatnya. Adanya keterbatasan tertentu terkadang membuat barang belum bisa diperlihatkan langsung kepada pembeli sehingga akad ini dimunculkan.

Jika nantinya barang tidak sesuai dengan harapan (setelah pembeli melihatnya), maka pembeli tersebut memiliki hak untuk membatalkan atau tetap melanjutkan transaksi.

Hal ini sebagaimana pendapat berbagai kalangan (4 mazhab), yaitu dari dalil berikut:

 أنَّ عثمانَ ابتاع منْ طلحةَ بنِ عُبيدِ اللهِ أرضًا بالمدينةِ ، ناقَلَهُ بأرضٍ له بالكوفةِ ، فلما تبايعا ندِم عثمانُ ثم قال : بايعتُك ما لم أرَهُ ، فقال طلحةُ : إنما النظرُ لي ، إنما ابتعتُ مُغَيَّبًا ، وأما أنتَ فقد رأيتَ ما ابتعتَ ، فجعلا بينَهما حَكَمًا ، فحكَّما جبيرَ بنَ مُطْعِمٍ فقضى على عثمانَ أنَّ البيعَ جائزٌ ، وأنَّ النظرَ لطلحةَ أنه ابتاع مُغَيَّبًا

Artinya:

“Sahabat Utsman radhiyallahu ‘anhu membeli tanah dari sahabat Thalhah yang berlokasi di Madinah dengan cara menukarnya atau barter dengan tanahnya yang berada di Kufah. Maka, sahabat Utsman berkata, “Bagiku hak untuk melihat (barang jualan) karena aku membelinya darimu sedang aku belum melihatnya.” Maka, sahabat Thalhah menjawab, “Seharusnya akulah yang memiliki hak khiyar melihat karena aku membeli sesuatu yang tak terlihat sedang engkau telah melihat barang yang engkau beli.” Maka, keduanya meminta keadilan kepada sahabat Jubair bin Muth’im. Maka, Jubair bin Muth’im memutuskan untuk Utsman bahwa pembeliannya menjadi akad jaiz. Adapun untuk hak khiyar penglihatan (rukyah), maka diputuskan untuk Thalhah karena dia membeli sesuatu yang belum terlihat.” (HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 5/268).

Meski begitu, ada juga pendapat yang melarang adanya transaksi jika belum jelas barang yang dijualnya. Transaksi semacam ini dinamakan sebagai transaksi gharar atau memiliki unsur ketidakpastian.

Akan tetapi, banyak ulama menyatakan pendapat pertama lebih kuat karena adanya hadis yang membolehkan jenis transaksi tersebut. Terlebih jika barang jual beli tersebut memang ada, tetapi hanya belum bisa dilihat oleh pembeli.

Adapun larangan transaksi gharar lebih menekankan pada sifat barangnya yang belum jelas seperti menjual hasil panen yang belum memasuki masa panen. Dalam hal ini, masih ada kemungkinan untuk gagal panen sehingga transaksinya jadi meragukan.

Dari pengertian khiyar dan juga jenis-jenisnya di atas, dapat kita ketahui jika adad ini memiliki keutamaan yang besar dalam transaksi jual beli. Dengan begitu, baik pihak penjual maupun pembeli bisa terhindar dari rasa kecewa.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment