Pendiri Kerajaan Cirebon: Sejarah, Peninggalan, Raja & Kemundurannya

Pendiri Kerajaan Cirebon merupakan tokoh penting dalam sejarah. Kerajaan Cirebon sendiri adalah salah satu kerajaan tertua yang terletak di pulau Jawa. Latar belakang sejarahnya sangatlah kaya dan kompleks.

Itulah mengapa Kerajaan Cirebon menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Artikel ini akan membahas sejarah kerajaan ini, peninggalan budaya, beberapa raja, dan faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Kerajaan Cirebon. Yuk, simak dengan saksama!

Sejarah Kerajaan Cirebon

Sejarah Kerajaan Cirebon
Sejarah Kerajaan Cirebon | Sumber gambar: sadeeda.com

Kerajaan Cirebon merupakan kerajaan yang menganut ajaran-ajaran Islam. Letak pusat kekuasaan kerajaan ini adalah di pesisir utara Pulau Jawa, perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Kerajaan ini menjadi titik pertemuan antara dua kebudayaan, yakni Sunda dan Jawa karena letak geografis tersebut. 

Meskipun demikian, Kerajaan Cirebon tidak memiliki dominasi dari budaya tertentu. Kerajaan Cirebon justru memiliki ciri khas budaya tersendiri. Penguasa di kerajaan ini adalah seorang sultan. 

Untuk menelisik terkait sejarah awal Kerajaan Cirebon, membaca naskah-naskah sejarah seperti Babad Tanah Sunda dan Atja, serta naskah Carita Purwaka Caruban Nagari adalah pilihan yang tepat.

Kerajaan Cirebon berawal dari sebuah dukuh kecil yang terkenal dengan nama Caruban. Kata tersebut berasal dari bahasa sunda yang berarti campuran. Ki Gedeng Tapa merupakan pendiri dari dukuh ini.

Nama Caruban sendiri representasi dari kondisi sosial di wilayah tersebut. Wilayah ini menjadi tempat pertemuan berbagai suku, agama, adat istiadat, agama, dan latar belakang yang berbeda.

Para pendatang di Caruban memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang ingin menetap dalam waktu yang lama. Namun, ada juga yang datang hanya untuk sekedar berdagang di waktu tertentu.

Cirebon terletak di wilayah pesisir yang aktif sebagai Pelabuhan. Oleh karenanya, membuatnya menjadi wilayah yang berkembang sekaligus menjadi pusat peradaban dengan populasi penghuni yang signifikan. Seiring waktu berjalan, Cirebon menjadi kota besar dengan penduduk yang padat.

Banyak di antara penduduk Caruban yang beralih mata pencahariannya menjadi nelayan seiring dengan berjalannya waktu. Mata pencaharian seperti penangkapan ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang Pantai pun berkembang pesat.

Tidak hanya itu saja, mata pencaharian lainnya seperti pembuatan petis dan produksi garam juga mulai berkembang. Produksi terasi di wilayah ini kian terkenal. Sehingga, ini menjadi asal muasal dari nama Cirebon.

Kata Cirebon sendiri berasal dari kata “Cai” yang merujuk pada air dan “Rebon“, yang mengacu pada udang rebon.

Pendiri Kerajaan Cirebon

Cirebon tidak terlantar begitu saja setelah meninggalnya Ki Gedeng Tapa. Sang cucu, Walangsungsang mengambil alih dan mendirikan pemerintahan yang lebih terstruktur di Cirebon.

Walangsungsang memiliki gelar sebagai Pangeran Cakrabuana. Ia juga dianggap sebagai pendiri Kerajaan Cirebon. Selain itu, ia juga mendirikan istana Pakungwati saat mendirikan pusat pemerintahan.

Garis keturunan Walangsungsang adalah dari Kerajaan Pajajaran. Pasalnya, ia adalah putra pertama dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya, Subanglarang.

Subang Larang merupakan putri Ki Gedeng Tapa. Walangsungsang memiliki dua saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang. Keduanya adalah tokoh penting dalam Kerajaan Pajajaran.

Sebagai putra mahkota, sebenarnya Walangsungsang berhak mewarisi tahta Kerajaan Pajajaran. Namun, hal itu tidak dapat terjadi karena ia menganut agama islam, seperti ibunya. Sementara mayoritas dari Kerajaan Pajajaran menganut agama Sunda Wiwitan, Hindu, dan Budha.

Berdasarkan naskah Mertasinga, Walangsungsang meninggalkan istana karena kekecewaannya terhadap perlakuan Prabu Siliwangi terhadap ibunya. Ia dan Rara Santang memutuskan untuk pergi dan mendirikan Kerajaan Cirebon.

Kemudian, Pangeran Walangsungsang menikahi dua wanita. Ia memiliki 10 anak, termasuk Nyimas Indang Geulis, yang nantinya akan menikah dengan Sunan Gunung Jati.

Walangsungsang merupakan raja pertama Kesultanan Cirebon yang memeluk agama Islam. Ia akhirnya menjalankan ibadah haji ke Mekah. Anjuran ini datang dari Syekh Datuk Kahfi.

Walangsungsang dan Rara Santang berlayar ke Mekah. Mereka mengambil nama Arab, Haji Abdullah Iman dan Syarifah Mudaim. 

Di sana, Rara Santang menikah dengan seorang bangsawan bernama Syarif Abdullah. Kemudian, ia melahirkan Syarif Hidayatullah yang kelak memegang peran penting dalam Kerajaan Cirebon.

Setelah menyelesaikan ibadah haji, mereka kembali ke tanah air. Walangsungsang aktif dalam menyebarkan Islam di Kerajaan Cirebon. Pada tahun 1529, Walangsungsang wafat.

5 Peninggalan Kerajaan Cirebon

Peninggalan Kerajaan Cirebon
Peninggalan Kerajaan Cirebon | Sumber gambar: sadeeda.com

Setelah mengetahui pendiri Kerajaan Cirebon, berikutnya perlu memahami peninggalannya. Adapun peninggalan-peninggalan bersejarah dari Kerajaan Cirebon adalah sebagai berikut.

1. Keraton Kasepuhan

Keraton Kasepuhan terletak di Kelurahan Kasepuhan, Lemahwungkuk, Cirebon. Awalnya terkenal dengan nama Keraton Pakungwati. Tempat ini merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Cirebon.

Di masa ini, Keraton Kasepuhan berfungsi sebagai museum yang menyimpan koleksi benda-benda bersejarah dan lukisan milik kerajaan. Kereta Singa Barong merupakan kereta kencana milik Sunan Gunung Jati yang menjadi salah satu koleksi terpopulernya.

2. Keraton Kanoman

Keraton Kanoman berdiri sejak tahun 1678 M. Pangeran Mohammad Badrudin atau Pangeran Kertawijaya merupakan pendirinya. Keraton ini adalah rumah bagi banyak peninggalan bersejarah, termasuk dua kereta, yaitu Paksi Naga Liman dan Jempana.

Dinding di keraton ini terhiasi dengan piring-piring porselen asli Tiongkok. Keraton Kanoman terletak di belakang Pasar Kanoman dengan luas sekitar 6 hektar.

3. Keraton Kacirebonan

Keraton Kacirebonan berdiri sejak tahun 1800 M. Letaknya ada di Kelurahan Pulasaren, Kecamatan Pekalipan, sekitar 1 km sebelah barat daya dari Keraton Kasepuhan dan sekitar 500 meter sebelah selatan Keraton Kanoman.

Banyak benda bersejarah seperti keris, wayang, alat-alat perang, gamelan, dan banyak lagi tersimpan di dalam keraton ini. Pelaksanaan upacara adat, termasuk Upacara Pajang Jimat dan lainnya sering kali ada di sini.

4. Masjid Agung Cirebon

Masjid Agung Cirebon terletak di kompleks Keraton Kasepuhan. Masjid bersejarah ini berdiri sejak tahun 1498. Pendirinya adalah Wali Songo atas prakarsa Sunan Gunung Jati.

Konon, pembangunan masjid ini hanya membutuhkan waktu semalam. Masjid ini  digunakan untuk shalat Shubuh keesokan harinya.

5. Makam Sunan Gunung Jati

Makam Sunan Gunung Jati terletak di Jalan Alun-Alun Ciledug No. 53, Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Jarak makam ini dengan pusat kota Cirebon sekitar 6 kilometer.

Arsitektur bangunan makam ini terdiri dari campuran Jawa, Cina, dan Arab. Sunan Gunung Jati adalah raja Kesultanan Cirebon yang terkenal karena membawa Cirebon mencapai puncak kejayaan. Ia juga yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat.

Silsilah Raja-Raja

Kerajaan Cirebon telah melahirkan berbagai raja yang memiliki peran penting dalam sejarah dan perkembangan wilayahnya. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui raja-raja yang pernah memimpin Cirebon.

Berikut ini adalah silsilah raja-raja tersebut, yaitu:

  • Pangeran Walangsungsang (… – 1479 M)
  • Sunan Gunung Jati (1479 – 1568 M)
  • Fatahillah (1568-1570 M)
  • Panembahan Ratu (1570-1649 M)
  • Panembahan Ratu II (1649-1677 M)

Alasan Kemunduran Kerajaan Cirebon

Awal Kemunduran Kerajaan Cirebon
Awal Kemunduran Kerajaan Cirebon | Sumber gambar: thesmartlocal.id

Awal kemunduran Kerajaan Cirebon adalah ketika Panembahan Ratu II memerintah pada tahun 1666 Masehi. Kekuasaan Kerajaan Cirebon perlahan mulai melemah di wilayah kekuasaanya.

Penyebab utama keruntuhan Kerajaan Cirebon ini adalah tuduhan fitnah dari Sultan Amangkurat I. Ia mengatakan, Panembahan Ratu II telah bekerja sama dengan Kerajaan Banten untuk menggulingkan kekuasaannya di Mataram.

Sebagai dampaknya, Panembahan Ratu II pun diasingkan. Ia akhirnya wafat pada tahun 1667 di Surakarta. 

Sultan Amangkurat I memanfaatkan kekosongan kekuasaan ini untuk mengambil alih wilayah-wilayah sisa Kerajaan Cirebon setelah keruntuhannya.

Peristiwa ini memicu kemarahan Sultan Ageng Tirtayasa, yang memerintah di Kerajaan Banten. 

Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya turun tangan untuk menyelesaikan perselisihan terkait wilayah sisa Kerajaan Cirebon. Ia juga menyelamatkan putra Panembahan Ratu II yang juga diasingkan.

Kerajaan Cirebon akhirnya terbagi menjadi tiga bagian yang masing-masing dipimpin oleh sultannya sendiri dan mewarisi tahta berikutnya.

Selain itu, kemunduran Kerajaan Cirebon juga terjadi sebab ulah VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). VOC menggunakan taktik politik adu domba untuk menciptakan konflik di kerajaan-kerajaan Nusantara.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Mataram Islam, Raja-raja, dan Masa Kejayaan

Sudah Tahu Pendiri dan Sejarah Kerajaan Cirebon?

Demikian pembahasan pendiri Kerajaan Cirebon lengkap dengan sejarah hingga alasan kemunduran di baliknya. Kerajaan Cirebon memiliki sejarah dan peninggalan budaya yang penting. Meski telah mengalami kemunduran, warisan budaya dan sejarahnya tetap hidup dalam budaya dan tradisi masyarakat Cirebon.

Dengan pemahaman mendalam tentang sejarah dan budaya ini, kita dapat lebih menghargai warisan yang tak ternilai dari Kerajaan Cirebon. Semoga artikel ini bermanfaat, ya!

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page