Mengenal Sejarah Prasasti Batu Tulis: Isi dan Maknanya

Prasasti Batu Tulis memiliki peran penting dalam memberikan informasi dari suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau di Kerajaan Pajajaran. Oleh sebab itu, kita perlu untuk mengetahui sejarah, isi, dan makna yang terkandung di dalam prasasti ini. Ikuti penjelasan detailnya di bawah ini.

Sejarah Prasasti Batu Tulis

Secara umum, sejarah prasasti batu ini bisa kita bagi menjadi dua bagian, yakni penemuan prasasti dan asal-usul prasasti. Simak uraian lengkapnya di bawah ini.

1. Penemuan Prasasti

Sampul buku The History of Java
Sampul buku The History of Java | Sumber gambar: Kompas.com

Prasasti Batu Tulis merupakan salah satu peninggalan arkeologi Kerajaan Pajajaran. Prasasti dari masa Hindu-Buddha ini masih terletak di tempat asalnya yaitu di Desa Batutulis, Bogor. Selain itu, Peninggalan bersejarah ini terpahat pada sebuah lempengan batu yang berbentuk runcing.

Pertama kalinya penemuan prasasti ini pada tanggal 25 Juni 1690 oleh ekspedisi pasukan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang pada saat itu memiliki pemimpin bernama Kapten Adolf Winkler. Ekspedisi ini bertujuan membuat peta lokasi “bekas Kerajaan Pajajaran”.

Informasi yang ada berpedoman pada hasil laporan ekspedisi pertama pasukan VOC tiga tahun sebelumnya. Setelah itu, laporan Winkler berhasil menarik perhatian orang-orang Eropa untuk mempelajari prasasti ini lebih lanjut.

Kemudian, kajian tentang peninggalan bersejarah ini tertulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles di dalam buku The History of Java II. Raffles melampirkan transkripsi prasasti sebagai objek penelitiannya dan menyatakan bahwa kondisi prasasti kurang baik.

Seorang sarjana dari Belanda bernama R. Friederich menentang pendapat tersebut dan menganggap prasasti ini masih layak baca. Meskipun hasil kajiannya masih memiliki celah soal transliterasi, ia merupakan pelopor mengenai kajian isi prasasti dari Kerajaan Pajajaran ini.

2. Asal-Usul Prasasti Batu Tulis

Ilustrasi Prabu Siliwangi
Ilustrasi Prabu Siliwangi | Sumber gambar: Sukabumi Update

Prabu Surawisesa yang merupakan penerus Kerajaan Pajajaran membuat prasasti Batu Tulis pada tahun 1533 M, tepatnya 12 tahun setelah ayahnya wafat. Pembuatan prasasti ini bertujuan untuk mengenang kebesaran ayahanda Prabu Surawisesa yang bernama Prabu Siliwangi.

Meskipun begitu, nama Prabu Siliwangi tidak tertulis di dalam prasasti, melainkan Prabu Surawisesa tulis menggunakan nama lainnya, yaitu Sri Baduga Maharaja. Prabu Siliwangi memerintah Kerajaan Pajajaran pada tahun 1482-1521 M.

Pada masa itu, kawasan Batu Tulis merupakan tempat untuk upacara agama. Oleh sebab itu, terdapat peninggalan bersejarah lain di tempat kompleks prasasti, seperti batu tapak, meja batu tempat sesajen, batu sandaran tahta untuk raja yang dilantik, dan batu lingga.

Orang-orang percaya bahwa keagungan dan kekuatan Sri Baduga Maharaja bersemayam di dalam Batu Tulis. Mereka menganggap tanda kekuasaan ini mampu melindungi negara dari ancaman musuh dan memberi kekuatan kepada Raja yang memerintah.

Isi Prasasti Batu Tulis

Terdapat sembilan baris yang tertulis di Prasasti Batu Tulis menggunakan aksara Jawa Kuno dalam bahasa Sunda Kuno. Prasasti ini berukuran tinggi 151 cm, tebal 15 cm, dan lebar 145 cm. Isi prasasti menggambarkan tentang kekaguman seorang anak kepada ayahnya.

Terdapat versi lain yang mengatakan bahwa alasan Prabu Surawisesa membuat prasasti ini karena menyesal akan hilangnya sebagian wilayah kerjaan. Prabu Surawisesa merasa tidak dapat melindungi wilayah Pakuan Pajajaran. Isi prasasti dalam tulisan aslinya adalah sebagai berikut.

  • Wang na pun ini sakakala, prebu ratu purane pun.
  • Di wastu diya wingaran prebu guru dewataprana.
  • Di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata.
  • Pun ya nu nyusuk na pakwan.
  • Diya anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala waktu kan(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang.
  • Ya siya ni sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka panca pandawa ne(m) ban bumi.

Makna Isi Prasasti Batu Tulis

Ilustrasi Kerajaan Pajajaran
Ilustrasi Kerajaan Pajajaran | Sumber gambar: Good News From Indonesia

Menurut Hasan Djafar, ahli epigrafi dan kerap mengkaji prasasti pada masa Kerajaan Pajajaran, isi prasasti terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pembuka (manggala), tujuan (sambandha), dan titimangsa atau candrasengkala. Di bawah ini merupakan penjelasan lengkap dari tiga bagian prasasti.

1. Pembuka (Manggala)

Prasasti ini diawali dengan tulisan “wang na pun”. Bagian pembukaan prasasti ini merupakan seruan yang ditujukan kepada Dewa untuk meminta perlindungan dan keselamatan.

2. Alasan atau Tujuan (Sambandha)

Selanjutnya merupakan bagian sambandha yang berisi alasan atau tujuan pembuatan prasasti Batu Tulis. Terjemahan dari baris pertama yaitu, “Inilah tanda peringatan (untuk) Prebu Ratu yang telah mendiang (mangkat).” 

Menurut kalimat tersebut, kita dapat mengetahui tujuan penulisan prasasti ini adalah untuk memperingati almarhum Prabu Ratu. Selanjutnya, terdapat keterangan mengenai siapa Prebu Ratu tersebut. Beliau merupakan Raja dengan nama Prebu Guru Dewata Prana saat penobatan.

Kemudian, beliau dinobatkan kembali untuk yang kedua kalinya dengan gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Selain itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa beliau adalah anak dari Rahiyang Dewa Niskala yang mangkat di Gunatiga.

Beliau juga merupakan cucu Rahiyang Niskala Wastu Kencana yang mangkat di Nusa Larang. Bagian selanjutnya menyampaikan alasan mengapa harus memperingati Sri Baduga Maharaja.

Sebab dari adanya peringatan ini adalah Sri Baduga Maharaja telah berjasa banyak dalam pembangunan Kerajaan Pajajaran, antara lain:

  • Membangun sebuah monumen peringatan berupa gugunungan.
  • Menguruk tanah dengan batu untuk membuat jalan.
  • Membuat parit pertahanan di sekeliling ibukota Pakuan-Pajajaran.
  • Membuat telaga bernama Telaga Warna Mahawijaya.
  • Membuat hutan larangan (samida).

3. Angka Tahun (Titimangsa)

Prasasti ini memiliki angka tahun yang tertulis dalam bentuk candrasengkala berbunyi “i saka panca pandawa ne(m) ban bumi” yang berarti “lima-pandawa-menggendong-bumi”. Kata panca dan pandawa mempunyai arti “lima” dan kata bumi yang bernilai angka “satu”

Belum adanya kesepakatan mengenai angka tahun candrasengkala ini dalam penafsiran dan nilai kata-kata yang merupakan bagian dari angka tahunnya. Terdapat perbedaan penafsiran pada kata setelah panca pandawa, yaitu ne(m)ban atau e(m)ban.

Ne(m)ban memiliki arti menggendong dan bernilai “dua”, sedangkan e(m)ban yang berarti panakawan dan bernilai angka “empat”.

Masalah Pembacaan Prasasti Batu Tulis

Terdapat beberapa masalah saat para peneliti berusaha untuk menafsirkan prasasti ini. Tiga di antaranya adalah ketidaktelitian, penambahan atau penyisipan kata-kata dan aksara, serta perbedaan persepsi dan penafsiran mengenai arti kata.

1. Ketidaktelitian

Adanya kurang teliti dalam membaca dan melihat bentuk-bentuk aksara dan ejaan mengakibatkan hasil pembacaan dan transliterasi menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, banyak kesalahan terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai bentuk atau tipologi aksara, variannya, dan tanda-tanda diakritik.

Kurangnya perhatian terhadap ejaan bisa menjadi penyebab hasil transliterasi menjadi tidak tepat dan tidak akurat karena terdapat salah pengartian dalam proses penerjemahannya.

2. Penambahan atau Penyisipan Kata-kata dan Aksara

Ketika menambahkan atau menyisipkan kata-kata dan aksara yang tidak tertulis pada prasasti Batu Tulis, peneliti juga harus memperhatikan arti kata, konteks, dan kaidah kebahasaannya. Jika perlu, peneliti bisa membandingkan dengan bagian atau sumber yang lain.

3. Perbedaan Persepsi dan Penafsiran Terkait Arti Kata

Terjadinya perbedaan dalam persepsi dan penafsiran menyebabkan adanya perbedaan arti yang ada pada prasasti. Misalnya, terdapat perbedaan pembacaan dan ahli aksara candrasengkala di dalam prasasti karena kurangnya pemahaman mengenai ilmu tulisan Sunda Kuno.

Oleh sebab itu, ada tiga versi pembacaan dari candrasengkala pada prasasti ini, yaitu:

  • Panca pandawa tiban bumi.
  • Panca pandawa e(m)ban bumi.
  • Panca pandawa ne(m)ban bumi.

Dampak dari perbedaan dan alih aksara ini menimbulkan perbedaan tafsir atas nilai angka dari kata tiban, e(m)ban, dan ne(m)ban. Perbedaan ini mengakibatkan perbedaan dalam angka tahunnya.

Baca Juga: Prasasti Adalah: Pengertian, Sejarah, Fungsi, dan Contohnya

Sudah Tahu Tentang Prasasti Batu Tulis?

Selain prasasti Batu Tulis yang memberikan informasi tentang suatu peristiwa atau keadaan pada masa lampau, prasasti juga memiliki fungsi lain. Biasanya, prasasti memuat pemberitahuan atau keputusan resmi dari seorang raja dan pejabat tinggi kerajaan.

Pemberitahuan atau keputusan ini umumnya mengenai suatu daerah yang bebas dari membayar pajak (perdikan) atau berbagai hal lain terkait dengan aspek kehidupan, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, mari kita lestarikan prasasti-prasasti ini sebagai bentuk kontribusi dalam pelestarian sejarah Indonesia.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page