Indonesia terkenal sebagai negara agraris sejak dahulu karena kaya akan hasil pertanian. Menjadi bagian dari Indonesia, tentu Bali juga punya cerita tersendiri mengenai agrarisnya. Salah satu warisan agraris dari Bali adalah subak.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai pengertian, manfaat, hingga nilai filosofis dari subak. Yuk, cari tahu selengkapnya dengan membaca artikel ini sampai selesai!
Daftar ISI
Apa Itu Subak?
Subak merupakan sistem irigasi atau pengairan yang sudah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat yang tinggal di provinsi Bali.
Ternyata, sistem pengairan ini memiliki sangkut paut dengan hukum adat, nilai sosial, pertanian, dan keagamaan. Oleh karena itu, menjadikannya sebagai sistem pengairan yang sangat unik.
Beberapa ahli telah meneliti lebih dalam mengenai sistem irigasi ini. Mereka menemukan fakta bahwa sistem irigasi subak ternyata cerminan dari nilai Tri Hita Karana.
Dilansir dari situs resmi Kementerian Agama RI, Tri Hita Karana merupakan nilai filosofis dalam agama Hindu yang memiliki arti “tiga penyebab kesejahteraan”. Tiga hal tersebut meliputi Tuhan Yang Maha Esa, alam, dan manusia.
Sebetulnya, pengertian subak tidak hanya mengacu pada sistem irigasi yang berlaku di Bali saja. Pengertian ini juga menyangkut pada organisasi petani di Bali yang memiliki tujuan untuk mengolah sistem irigasi yang berbasis petani serta menjadi lembaga yang demokratis dan mandiri.
Sistem irigasi masyarakat Bali tersebut memiliki sejarah yang sangat panjang. Sejarah mencatat kalau irigasi ini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Bali selama lebih dari seribu tahun. Sangat lama, bukan?
Lebih hebatnya lagi, sistem irigasi ini masih bertahan dan tetap lestari hingga sekarang. Bertahannya sistem irigasi tersebut selama seribu tahun juga tidak lepas dari komitmen para petani untuk menerapkan sistem irigasi ini secara berkelanjutan.
Sejarah Sistem Irigasi Subak Bali
Para ahli sejarah menemukan catatan dari beberapa prasasti yang membahas tentang sistem irigasi yang digunakan oleh petani di Bali sejak dahulu.
Singkatnya, catatan kaki yang telah peneliti temui menunjukkan kalau masyarakat Bali sudah mengenal pertanian sejak awal Masehi.
Pernyataan ini diperkuat oleh temuan alat pertanian kuno yang masyarakat Bali saat itu gunakan untuk menanam padi. Alat pertanian tersebut ditemukan di Desa Sembiran.
Lalu, praktek masyarakat Bali dalam bertani tercatat di Prasasti Sukawana yang berangka tahun 882 Masehi. Tertulis kata “huma” di dalam prasasti tersebut. Huma sendiri memiliki arti sawah. Namun, prasasti tersebut tidak menjelaskan konsep sistem irigasi.
Catatan sejarah mengenai sistem irigasi yang berlaku di Bali tercatat pada sejumlah prasasti yang memiliki umur kerangka lebih muda daripada Prasasti Sukawarna.
Misalnya saja, Prasasti Trunyan yang berangka tahun 891 Masehi menjelaskan kalau masyarakat sudah mengenal pengolahan irigasi pada akhir abad ke-9.
Isi dari temuan ini makin diperkuat oleh temuan prasasti lainnya, seperti Prasasti Bebetin yang berangka 896 Masehi dan Prasasti Batuan yang berangka 1022 Masehi.
Baik Prasasti Bebetin ataupun Prasasti Batuan menjelaskan kalau di Bali sudah ada kelompok pekerja khusus untuk sawah. Kelompok kerja tersebut salah satunya adalah undagi pangarung atau pembuat terowongan air.
Nah, pekerja undagi pangarung ini ternyata masih ada dalam penerapan sistem irigasi di Bali di zaman modern seperti sekarang.
Tidak hanya sampai di situ saja, ada juga beberapa prasasti yang menjelaskan bahwa kata subak sendiri berasal dari kata suwak. Kata suwak ini berasal dari kata “su” yang berarti baik dan “wak” yang artinya irigasi atau pengairan.
Prasasti tersebut adalah Prasasti Badung yang memiliki kerangka 1071 Masehi dan Prasasti Klungkung.yang memiliki kerangka 1072 Masehi.
Tujuan Sistem Irigasi Subak
Sudah kita bahas sebelumnya, sebagai warisan sistem irigasi di Bali diterapkan dengan prinsip Tri Hita Karana. Atas dasar nilai filosofis tersebut, penerapannya tentu punya tujuan. Berikut 2 tujuan utamanya yang perlu kamu pahami, yaitu:
1. Meningkatkan Kesejahteraan Petani
Alasan pertama petani di Bali memanfaatkan subak sebagai sistem irigasi sawah yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Petani di Bali mengedepankan keadilan bersama dalam bertani. Sistem irigasi sawah yang mereka gunakan ternyata mampu memberikan akses air kepada para petani.
Oleh karena itu, lahan pertanian petani dengan sistem irigasi tersebut bisa memperoleh kebutuhan air yang cukup serta dapat menghindari risiko kekeringan.
2. Mempertahankan Kearifan Lokal
Sistem irigasi sawah seperti subak tercipta dari semangat kekeluargaan dan kerja sama atau gotong royong. Dua hal tersebut adalah kearifan lokal yang organisasi subak coba untuk mereka pertahankan.
Oleh karena itu, setiap organisasi pertanian yang ada di Bali akan memastikan para petani memperoleh air yang cukup dan layak untuk kebutuhan pertanian mereka.
3 Nilai Filosofis dari Subak
Subak tidak hanya sekadar sistem irigasi maupun organisasi kemasyarakat yang mengatur pertanian di Bali, tetapi juga memiliki nilai filosofis yang mendalam. Berikut 3 nilai-nilai filosofis tersebut, yaitu:
1. Hubungan Manusia dengan Tuhan (Parahyangan)
Kita mulai dari hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran Tri Hita Karana dalam hal ini terwujud dalam bentuk parahyangan.
Parahyangan adalah bangunan keagamaan yang masyarakat Bali gunakan untuk mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Maka dari itu, kamu jangan kaget kalau sering melihat bangunan keagamaan yang lokasinya tidak jauh dari sawah.
2. Hubungan Manusia dengan Sesama Manusia (Pawongan)
Makna filosofis berikutnya adalah berkaitan dengen hubungan sesama manusia atau pawongan.
Pasalnya, konsep subak juga selaras dengan konsep Tri Hita Karana di bagian menjaga hubungan baik antara manusia dengan sesama manusia. Sebagai organisasi, subak membentuk sistem irigasi sawah dengan semangat keadilan bersama.
Konsep ini tidak hanya bergerak untuk kepentingan dan kesenangan orang atau golongan tertentu saja. Namun, juga demi kepentingan hidup seluruh masyarakat sekitar. Praktek ini populer dengan istilah pawongan.
3. Hubungan Manusia dengan Alam (Palemahan)
Kemudian yang terakhir adalah hubungan antara manusia dengan alam atau bisa juga disebut sebagai palemahan. Kata palemahan berasal dari bahasa Jawa (lemah) yang berarti tanah.
Para petani di Bali sadar, mereka hidup di suatu lingkungan tertentu. Selain itu, mereka juga menyadari bahwa memperoleh sumber daya untuk bisa berteduh hingga mencari nafkah dari lingkungannya.
Dengan demikian, bisa disimpulkan manusia sangat bergantung kepada lingkungan sekitarnya dalam menjalani kehidupan.
Maka dari itu, sudah selayaknya menjadi kewajiban manusia untuk memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya. Harapannya agar para petani dapat menikmati hasil dari sawah dan di satu sisi lingkungan masih terjaga keasriannya.
Baca Juga : 10 Bagian Rumah Adat Bali dengan Ciri Khas dan Keunikannya
Apa yang Paling Menarik dari Sistem Irigasi Subak Bali?
Subak bukanlah sekadar sistem pengairan atau irigasi sawah biasa. Sistem irigasi ini ternyata sangat mengakar dengan ajaran Tri Hita Karana dari agama Hindu. Subak berhasil menjadi gambaran bagaimana sebuah sistem mampu memberikan manfaat besar bagi masyarakat.
Penerapan nilai menjaga hubungan baik dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, dan alam. Sebagai generasi muda, kamu harus tahu kalau nenek moyang kita punya sistem pengairan yang bagus dan juga menjadi ikon keindahan alam Bali. Oleh karena itu, harus dilestarikan keberadaannya.