Apa saja upacara adat Jawa Timur yang hingga sekarang masih terjaga kelestariannya? Jawa Timur merupakan provinsi yang sangat besar dengan jumlah penduduk sangat banyak.
Keragaman budaya menjadi salah satu keunikan dari provinsi tersebut. Salah satunya adalah upacara adat yang bisa Anda saksikan sebagai bentuk dari rasa syukur pada Sang Kuasa.
Daftar ISI
Inilah Upacara Adat Jawa Timur
Ada beberapa upacara adat di daerah Jawa Timur yang masih bertahan hingga sekarang.
1. Yadnya Kasada
Suku Tengger merupakan suku yang terkenal di Jawa Timur. Suku yang berada di kawasan Gunung Bromo tersebut secara rutin melaksanakan Yadnya Kasada setiap tahun.
Upacara tersebut bertujuan sebagai sarana di dalam menyampaikan rasa syukur. Selain itu, upacara ini dilakukan dengan membuat tumpeng. Lalu membawa tumpeng tersebut maupun hasil bumi menuju kawah puncak dari Gunung Bromo di setiap bulan Kasada yaitu hari ke-14 berdasarkan penanggalan Jawa.
Sebenarnya bukan sekadar Suku Tengger yang melaksanakan upacara ini. Pemerintah melalui Balai Bahasa Taman nasional Bromo Tengger Semeru juga membantu dalam pelaksanaan ritual tersebut.
2. Upacara Keduk Beji
Upacara adat Jawa Timur yang kedua bernama Keduk Beji. Sebuah upacara adat yang bertujuan membersihkan danau atau sendang di kawasan Tawun, Kecamatan Kasreman, Kab. Ngawi. Kata Keduk Beji sebenarnya adalah dua kata yaitu Keduk serta Beji.
Keduk mempunyai arti membersihkan, lalu Beji merupakan nama tempat yang sedang dibersihkan. Masyarakat percaya bahwa Sendang Beji merupakan tempat sakral. Sementara itu, sumber airnya biasanya digunakan untuk mengairi lahan pertanian serta menyuplai air pemandian pada tempat wisata Tawun.
Selain Sendang Beji, ada juga makam leluhur di desa tersebut. Berdasarkan kepercayaan dari masyarakat, Sendang Beji memiliki beragam kekuatan mistis. Ini membuat tempat tersebut selalu mendapatkan penjagaan dan dikeramatkan.
Masyarakat yang melaksanakan upacara Keduk Beji bermaksud untuk memberikan penghormatan serta harapan. Upacara ini menjadi perantara agar masyarakat di Tawun terhindar dari berbagai masalah yang tak diinginkan.
3. Larung Sembonyo
Selanjutnya ada sebuah upacara adat yang merupakan sedekah laut. Upacara tersebut menjadi kegiatan atau ritual rutin dari masyarakat lokal yang berada di kawasan Pantai Prigi, Trenggalek, Jawa Timur.
Meskipun modernisasi semakin pesat, namun masyarakat di wilayah tersebut masih tetap mempertahankan apa yang sudah menjadi warisan para leluhur. Masyarakat yang berada di sekitar Pantai Prigi melakukan upacara Larung Sembonyo sebagai bentuk rasa syukur. Mereka bersyukur pada Tuhan atas hasil laut melimpah yang tersedia.
Larung Sembonyo bukan sekadar menjadi upacara adat. Kegiatan ini juga merupakan ciri khas dan bagian kebudayaan dari Kota Trenggalek. Tak sedikit orang dari luar Trenggalek yang menyaksikan upacara Larung Sembonyo karena memang unik dan sakral.
4. Ruwatan
Upacara adat Jawa Timur yang keempat bernama Ruwatan. Untuk istilah Ruwatan sendiri, dalam bahasa Jawa artinya membuang sial. Sebuah upacara yang biasanya bertujuan untuk mendoakan agar seseorang mendapatkan limpahan berkah. Upacara tersebut tertuju pada orang yang memang mengalami kelainan atau gangguan.
Ruwatan juga merupakan upacara yang menurut kepercayaan masyarakat setempat sebagai penyucian diri atas dosa-dosa yang dilakukan. Sama seperti upacara adat sebelumnya, orang-orang masih melestarikan warisan nenek moyang ini.
5. Unan-unan
Berikutnya ada upacara masyarakat adat yang juga berlokasi di Gunung Bromo. Upacara tersebut bernama Unan-unan yang umumnya menjadi kegiatan rutin masyarakat yang tinggal di Desa Ngadisari, Kab. Probolinggo.
Asal kata Unan-unan sendiri yaitu dari bahasa Jawa Kuno yakni una yang memiliki arti kurang. Maka dari itu, makna dari Unan-unan adalah mempunyai makna mengurangi. Ritual adat ini menjadi salah satu cara untuk membersihkan desa.
Unan-unan bertujuan menjauhkan desa dari bhutakala atau gangguan makhluk halus. Upacara tersebut juga merupakan cara tolak bala. Bahkan lebih luas lagi, Unan-unan juga bermaksud membebaskan seluruh makhluk bumi dari marabahaya.
6. Grebeg Suro
Grebeg Suro juga merupakan upacara adat Jawa Timur yang cukup populer. Sebuah tradisi yang menjadi kegiatan rutin masyarakat Ponorogo. Kegiatan tersebut berupa pesta rakyat yang menampilkan beragam kesenian serta tradisi.
Beberapa pertunjukkan di upacara Grebeg Suro seperti Larungan Risalah Doa, Festival Reog Nasional, dan lain-lain. Biasanya rangkaian kegiatan tersebut bermula dengan adanya prosesi penyerahan pusaka pada makam bupati yang pertama di Ponorogo.
Lalu kegiatan berikutnya adalah pawai ratusan orang secara beramai-ramai menuju pusat kota. Uniknya lagi, mereka datang dengan naik kuda yang sebelumnya sudah dihiasi. Grebeg Suro juga menjadi wadah untuk melestarikan budaya di tengah zaman yang semakin modern.
7. Kebo-keboan
Upacara adat berikutnya menjadi ciri khas Suku Osing yang berada di Kab. Banyuwangi. Sebuah tradisi yang hingga sekarang masih menjadi daya tarik sendiri. Bukan hanya oleh masyarakat Banyuwangi melainkan juga masyarakat sekitar.
Kebo-keboan adalah tradisi yang memang sangat erat dengan pertanian. Tujuan melakukan ritual ini yaitu untuk memohon kesuburan tanah. Masyarakat juga meminta agar mendapatkan hasil panen melimpah dan terhindar dari bahaya, baik yang menimpa manusia maupun menimpa tanah.
8. Tahlilan Kematian
Tahlilan kematian juga masuk kategori upacara adat Jawa Timur. Kegiatan yang satu ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan Islam. Tahlilan adalah sebuah ritual yang bertujuan untuk mendoakan orang meninggal.
Ada beberapa rangkaian aktivitas pada tahlilan kematian. Umumnya, pemimpin tahlilan seperti ustaz atau kyai akan membaca Al-Quran dan umumnya adalah surat Yasin. Setelah itu, melanjutkan dengan membaca dzikir dan ditutup dengan doa bersama.
Selain itu, tradisi tahlilan kematian juga mempunyai ketentuan terkait hari peringatannya. Umumnya, orang-orang melaksanakan tahlilan mulai hari pertama sampai ketujuh. Selanjutnya melakukannya lagi di hari ke-40, 100, sampai ke-1000 hari.
Meskipun demikian, tak semua masyarakat di Jawa Timur melangsungkan acara tradisional ini. Orang-orang yang tidak melakukannya berpandangan bahwa upacara atau kegiatan adat tersebut bukan merupakan bagian syariat Islam.
9. Ngurit
Ngurit juga menjadi kegiatan tradisional rutin yang dilakukan masyarakat Jawa Timur serta hingga sekarang pun tetap melaksanakannya. Tradisi ini menjadi kegiatan rutin bagi masyarakat yang profesinya sebagai petani.
Ngurit bertujuan sebagai ucapan rasa syukur serta berdoa dengan harapan agar benih padi bisa tumbuh subur dan berkualitas. Setelah melakukan tradisi tersebut, biasanya para petani akan menunggu hingga beberapa hari sampai musim menanam padi atau musim tandur tiba.
10. Dam Bagong
Nama Dam Bagong sebagai salah satu upacara adat Jawa Timur mungkin masih terdengar asing. Padahal tradisi ini sudah berlangsung lama hingga sekarang. Sebuah upacara adat yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur pada Tuhan Semesta Alam.
Selain itu, upacara ini juga merupakan bentuk rasa terima kasih pada Manak Sopal. Ia merupakan sosok yang sangat berjasa di dalam pembuatan Dam Bagong tersebut.
Dam Bagong berlangsung di Kab. Trenggalek serta biasanya dilakukan dengan cara melempar kerbau yang sebelumnya telah disembelih ke bendungan. Lalu kepala kerbau akan menjadi rebutan masyarakat sekitar.
Setelah itu, kegiatan berlanjut dengan melakukan Ruwatan Wayang Kulit, menampilkan cerita Udan Mintoyo. Kemudian masyarakat melanjutkan aktivitasnya dengan berziarah ke makam dari Menak Sopal. Upacara Dam Bagong ini berlangsung pada Jumat Kliwon pada bulan Selo.
11. Seblang
Upacara tradisional berikutnya yaitu Seblang. Sebuah upacara adat yang menjadi kegiatan rutin masyarakat dari Suku Osing yang berada di Desa Olehsari dan Desa Bakungan, Kec. Glagah, Banyuwangi. Tujuan dari melaksanakan ritual tersebut adalah memohon doa agar desa bersih dari marabahaya.
Selain itu, Seblang juga bertujuan sebagai permohonan agar desa selalu dalam kondisi yang aman serta tentram. Pelaksanaan ritual ini dimulai lewat upacara yang dibuka sang gambuh. Kemudian ada penari dengan menutup mata di belakangnya yang merupakan ibu-ibu.
Penari tersebut sambil memegang nampan atau tempe. Lalu sang gambuh mulai mengasapi sang penari menggunakan asap dupa sambil membaca mantra dan sang penari pun akan kerasukan.
12. Sandhur
Upacara adat Jawa Timur bernama Sandhur ini terkenal juga dengan istilah Dhamong Ghardam. Sebuah upacara adat dan sekaligus menjadi kegiatan rutin masyarakat di dataran Madura.
Sandhur merupakan tarian yang bertujuan untuk memohon hujan. Ritual tersebut juga merupakan permohonan untuk menjamin sumur-sumur masyarakat tetap penuh dengan air. Ada juga yang melaksanakan Sandhur dengan maksud untuk membuang bahaya penyakit, menghormati makam, dan berdoa agar terhindar dari musibah.
Upacara Sandhur berupa nyanyian dan tarian dengan iringan musik. Untuk gerakannya merupakan penyesuaian irama tubuh dan tarian daerah setempat. Seperti Seblang, dalam melakukan ritual Sandhur juga terkadang ada yang mengalami kerasukan.
13. Weton
Weton alias Wetonan adalah upacara adat yang hingga sekarang masih menjadi upacara rutin. Wetonan merupakan istilah bagi orang Jawa terkait hari kelahirannya.
Tradisi ini tak sama dengan perayaan ulang tahun. Hal tersebut karena wetonan berpatokan dengan penanggalan Jawa. Tradisi wetonan bertujuan agar mendapatkan keselamatan dari Sang Kuasa serta selalu diberikan kesehatan.
14. Nakokake
Lalu ada upacara adat bernama Nakokake yang erat kaitannya dengan pernikahan. Sebuah proses di mana laki-laki yang akan melamar pujaan hatinya dengan menanyakan alias Nakokake pada orang tua.
Sebenarnya tradisi semacam ini tak jauh berbeda dengan memohon restu orang tua. Pada upacara ini, mempelai pria akan menanyakan status maupun kondisi calon mempelai wanita. Pertanyaannya apakah calonnya tersebut masih lajang, sudah mempunyai pendamping, dan lain-lain.
Baca Juga : 7 Upacara Adat Jawa Barat, Fungsi dan Pelaksanaannya
Sudah Paham tentang Upacara Adat Jawa Timur?
Sekian pembahasan tentang beberapa upacara tradisional di Jawa Timur. Seperti yang Anda perhatikan bahwa banyak sekali ritual tradisional yang tetap dilakukan sampai sekarang. Kemajuan teknologi dan informasi seolah tak menyurutkan niat masyarakat untuk tetap melestarikan apa yang menjadi warisan nenek moyang tersebut.