Dalam kepercayaan orang Jawa, ada sebuah upacara yang dipercaya mampu melanggengkan hubungan pernikahan? Namanya upacara panggih. Upacara ini semakin hangat diperbincangkan ketika putra Presiden Joko Widodo, Kaesang dan sang istri melakukan rangkaiannya. Yuk, mengenal tahapan lengkapnya!
Daftar ISI
Apa itu Upacara Panggih?
Adat ini berasal dari kata panggih yang artinya bertemu dalam bahasa Jawa. Tak hanya bertujuan untuk mendoakan kelanggengan pengantin, panggih juga menjadi cerminan dari filosofi kehidupan masyarakat Jawa yang tradisional. Serta memiliki hubungan harmonis dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia.
Upacara panggih hanya bisa dilakukan setelah kedua mempelai selesai melakukan prosesi ijab kabul. Uniknya, saat upacara ini berlangsung, keluarga dari pihak pria, khususnya orang tua tidak boleh ikut. Keluarga pengantin pria yang boleh ikut adalah pengiring yang merupakan keluarga terdekat dari orang tua pengantin pria.
Tahapan Upacara Panggih
Upacara ini memiliki banyak tahapan yang sakral. Berikut adalah berbagai tahapan upacara yang perlu kamu ketahui:
1. Sanggan Panebus Panggih
Sanggan panebus panggih atau penyerahan pisang sanggan menjadi tahapan pertama dalam adat ini. Penyerahan pisang sanggan menjadi tanda bahwa pengantin pria telah siap. Pengantin pria lalu berjalan menghampiri sang pengantin wanita didampingi oleh dua orang saudaranya yang membawa payung.
Sedangkan sang mempelai perempuan akan keluar dari kediaman dan menunggu kehadiran sang suami di suatu tempat. Kemudian, pisang sanggan tersebut diberikan kepada orang tua mempelai perempuan sebagai penebusan akan putrinya.
2. Balangan Gantal
Balangan gantal atau lempar sirih yang diikat dengan benang putih lawe menjadi prosesi selanjutnya ketika kedua mempelai telah bertemu. Ikatan tersebut tidak hanya berisi sirih, namun juga ada bunga pinang, kapur sirih, gambir, hingga tembakau.
Kedua mempelai saling berdiri berhadap-hadapan dengan jarak dua meter. Kemudian, mempelai pria melemparkan gantal ke dahi, dada, serta lutut mempelai wanita. Sedangkan sang mempelai perempuan melemparkan gantal ke dada dan lutut suaminya. Ritual ini bermakna filosofis, yaitu melempar kasih sayang.
Dalam kepercayaan lainnya di masyarakat Jawa, upacara menggunakan daun sirih ini dapat mengusir berbagai makhluk jahat. Di mana makhluk jahat tersebut dapat menyamar menjadi pengantin.
3. Ranupada dan Wiji Dadi
Ranupada dan wiji dadi adalah prosesi injak telur dalam upacara panggih. Tahap ranupada sendiri berasal dari dua kata, yakni ranu yang berarti air dan pada artinya kaki. Proses ini membutuhkan perlengkapan seperti gayung, bokor, baki, bunga sritaman serta telur ayam kampung.
Telur ayam dipecahkan dengan cara diinjak oleh pengantin pria. Kemudian, sang pengantin wanita akan membasuh kaki pengantin pria dengan air bersih. Prosesi ini mencerminkan bakti istri pada sang suami agar rumah tangga harmonis.
4. Bergadungan Tangan Kanten Asto
Bergadungan tangan kanten asto atau kanthen asta menjadi prosesi keempat dalam upacara ini. Pada prosesi ini, kedua mempelai saling berdiri berdampingan. Mempelai wanita di sisi kanan dan mempelai pria di sisi kiri. Kemudian, keduanya saling bergandengan tangan sambil mengaitkan jari kelingking.
Kedua mempelai lalu berjalan perlahan-lahan menuju pelaminan. Di pelaminan, Ibu dari mempelai wanita akan menyelimuti keduanya dengan kain sindur. Pemberian kain sindur ini memiliki makna filosofis semangat dan restu dari sang Ibu.
Sedangkan sang Ayah akan bertugas menjadi cucuk lampah, alias pemandu jalan keduanya. Dalam ritual ini bermakna bahwa, sang Ayah sebagai penunjuk jalan pasangan agar menjalani hidup yang lebih baik dan tentram.
5. Pangkon, Timbangan atau Tanem Jero
Pangkon, timbangan atau tanem jero menjadi prosesi selanjutnya setelah kedua mempelai tiba di pelaminan. Setelah tiba di pelaminan, kedua pengantin akan berdiri berdampingan dengan posisi menghadap tamu undangan.
Kedua pengantin akan duduk di pangkuan Ayah dari mempelai wanita. Ibu mempelai wanita akan bertanya kepada Ayah, siapa yang lebih berat di antara keduanya. Lalu, Ayah akan menjawab bahwa berat keduanya setara atau sama saja. Maknanya, kedua mempelai berkedudukan setara atau sepadan.
Namun, ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa prosesi ini bermakna sang Ayah dan Ibu memiliki kasih sayang sama besarnya kepada kedua mempelai. Selanjutnya, ayah mempelai wanita akan mendudukkan keduanya di kursi sambil menepuk-nepuk pundak keduanya dengan halus.
6. Upacara Kacar Kucur
Upacara kacar kucur atau yang dikenal dengan tampa kaya merupakan perlambangan dari makna filosofis suami yang berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan nafkah lahir batin pada istri. Umumnya, prosesi ini menggunakan keba atau kantong tikar anyaman.
Beras kuning, kacang, kedelai, uang logam, bunga mawar, bunga melati, hingga bunga kenanga akan menjadi isian dalam kantong tikar anyaman tersebut. Berbagai isian ini menjadi simbolik bahwa suami akan bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga dan menyerahkannya kepada sang istri.
Mempelai wanita kemudian bersiap menampung isian keba yang dituangkan mempelai pria dengan kain sindur. Kainnya sendiri telah diatur sedemikian rupa agar isi keba tersebut tidak ada yang tercecer satupun.
Makna filosofis prosesi upacara panggih ini adalah mereka akan berusaha semaksimal mungkin mengelola seluruh harta yang diberikan. Tujuannya agar tidak boros atau menghilang tanpa sisa.
7. Ngunjuk Rujak Degan
Ngunjuk rujak degan atau meminum air kelapa menjadi prosesi panggih yang melibatkan banyak anggota keluarga. Prosesi meminum air kelapa ini memiliki makna membersihkan seluruh anggota keluarga. Rujak degan sendiri berasal dari daging dan air kelapa muda yang telah dicampur dengan gula merah.
Pertama, mempelai pria dan wanita akan minum rujak degan dan diikuti kedua orang tua dari mempelai wanita. Meminum air kelapa juga bermakna filosofis akan harapan terjadinya kerukunan dan kebersamaan erat antara kedua mempelai dengan keluarga yang lain sebagai bagian dari anggota keluarga besar.
8. Dulangan
Dulangan atau yang kerap dipanggil dhahar kalimah memiliki makna filosofis kerukunan antara suami dan istri. Kata dulang bermakna suapan dalam bahasa Jawa. Artinya, dalam prosesi ini, pasangan suami istri akan saling menyuapi nasi kepada satu sama lain.
Mempelai pria akan membuat tiga kepal nasi kuning yang diletakkan di atas piring. Kemudian, mempelai wanita akan dengan sigap memegang piring. Selanjutnya, mempelai pria akan menyaksikan istrinya memakan satu per satu kepalan nasi yang telah dibuatnya, kemudian memberikan segelas air putih.
Mempelai wanita juga akan memberikan suapan pada suaminya. Prosesi ini sebagai simbolik akan kerukunan suami istri yang mendatangkan kebahagiaan dalam keluarga. Dalam kepercayaan lainnya di masyarakat Jawa, prosesi ini menandakan bahwa kedua mempelai akan saling menolong dan menyayangi hingga tua.
9. Mapag Besan
Mapag besan atau besan datang berkunjung menjadi prosesi dari upacara panggih yang mengizinkan kedua orang tua mempelai pria datang dengan cara dijemput. Sehingga mereka bisa hadir di pelaminan. Sebab, orang tua mempelai pria memang tidak boleh hadir dari awal prosesi sampai ngunjuk rujak degan.
10. Pangabekten
Pangabekten atau yang dikenal dengan sungkeman menjadi wujud bakti. Di mana kedua mempelai akan tetap patuh dan berbakti kepada kedua orang tua mereka sekalipun telah membina hubungan rumah tangga baru.
Kedua mempelai bersembah sujud pada orang tuanya untuk memohon doa, meminta restu, serta meminta maaf atas segala kesalahan dan khilaf. Biasanya, prosesi ini tidak luput dari tangis haru.
Setelah prosesi sungkeman ini selesai, barulah kedua mempelai melaksanakan resepsi pernikahan untuk menyapa tamu-tamu yang hadir.
Baca Juga : 7 Upacara Adat Jawa Barat, Fungsi dan Pelaksanaannya
Apakah Kamu Sudah Memahami Apa itu Upacara Panggih?
Nah, itulah beberapa tahapan upacara panggih dalam tradisi pernikahan Jawa. Tradisi ini menjadi perayaan yang sarat dengan makna dan filosofis. Intinya, pasangan yang baru menikah akan melakukan serangkaian tahapan sakral ini untuk melambangkan komitmen, kerukunan, dan nilai-nilai budaya Jawa.
Biasanya tahapan upacara ini bisa saja berbeda tergantung daerah. Namun, secara umum maknanya tetap sama. Upacara ini juga menjadi adat yang mengingatkan kita semua akan pentingnya menjaga tradisi agar kehidupan pernikahan dapat rukun dan berbahagia. Bagaimana, kamu tertarik menerapkan tradisi ini di pernikahanmu?