Fiqih tentang Penjaminan Utang, Dhaman dan Kafalah 

Dhaman dan kafalah, kedua istilah ini sering kita jumpai saat membahas topik keuangan syariah, terutama tentang utang. Kita terkadang menyamakan arti kedua istilah ini sebagai penjaminan utang.

Inilah mengapa dhaman sangat erat kaitannya dengan kafalah. Di balik semua itu, ternyata keduanya memiliki definisi dan pemahaman yang berbeda. Permasalahannya, masih banyak yang belum mengetahui dan memahaminya.

Jadi apa yang membedakan kedua istilah penjaminan utang dalam Islam ini? Mari kita bahas bersama-sama.

Dhaman

Jika dilihat lebih spesifik, dhaman bisa mengandung definisi berupa sebuah menanggung sebuah kewajiban dari hal yang wajib atas orang lain. Istilah ini menjadi solusi jaminan jika orang yang berutang merasa tidak mampu membayarnya.

Dengan demikian, dhaman berarti sebuah perjanjian pada orang lain agar memenuhi kewajiban dalam menanggung utang. Hal ini berarti orang yang berutang menyerahkan kewajiban untuk membayarnya pada orang yang menjamin pelunasannya.

1. Dalil Dhaman

Dhaman merupakan hal yang boleh bagi umat Muslim karena mengandung kemaslahatan. Terkadang, orang yang merasa tidak mampu melaksanakan kewajiban untuk membayar utang memerlukannya.

Hal ini sudah tercantum pada sebuah Surat Yusuf ayat ke-72 bahwa hal seperti ini diperbolehkan. Berikut adalah dalil dan artinya:

قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاۤءَ بِهٖ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَّاَنَا۠ بِهٖ زَعِيْمٌ

Artinya:

“Mereka menjawab, ‘Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu.’” (Q.S. Yusuf: 72).

Pembahasan tentang dhaman juga tercantum pada sebuah hadits sebagai berikut:

عَنْ شُرَحْبِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ وَلاَ تُنْفِقُ الْمَرْأَةُ شَيْئًا مِنْ بَيْتِهَا إِلاَّ بِإِذْنِ زَوْجِهَا ». فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الطَّعَامَ قَالَ « ذَاكَ أَفْضَلُ أَمْوَالِنَا ». ثُمَّ قَالَ « الْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ وَالْمِنْحَةُ مَرْدُودَةٌ وَالدَّيْنُ مَقْضِىٌّ وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ .

Artinya:

“Syurahbil bin Muslim berkata, “Aku telah mendengar Abu Umamah Al-Bahili berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah memberikan setiap yang memiliki hak akan haknya, maka tidak ada wasiat untuk ahli waris. Janganlah seorang istri menafkahkan sesuatu dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya”, lalu Rasulullah ditanya: “Wahai Rasulullah, juga makanan (tidak diperbolehkan untuk dinafkahkan)?” Beliau bersabda, “Hal itu seutama-utama harta kami.” Kemudian beliau bersabda, “Hadiah diberikan, hadiah dari sumbernya diberikan, utang dilunasi dan seorang yang menanggung utang adalah yang bertanggungjawab.” (HR. Abu Daud).

Baca juga: 7 Doa untuk Suami yang Sedang Bekerja agar Selamat dan Terhindar dari Kesulitan, Yuk Amalkan!

2. Rukun dan Syarat Dhaman

Untuk melakukan dhaman, kita wajib melakukan rukun dan syarat agar menjadi benar-benar sah. Terdapat rukun dan syarat dhaman sebagai berikut:

1. Adh-Dhamin (penjamin): Harus sudah baligh, berakal, dan merdeka dalam mengelola harta benda miliknya. Ia juga harus melakukan tanpa paksaan dan memiliki kemampuan untuk menjaminkan.

2. Al-Madhmunlahu (orang yang berpiutang): Orang yang berpiutang harus sudah mengenal sang penjamin, baligh, dan berakal. Tujuannya demi menghindari kekecewaan pihak penjamin jika orang yang berutang melakukan hal tidak diinginkan.

3. Al-Madhmun’anhu (orang yang memiliki utang): Orang yang berutang juga harus sudah kenal dengan sang penjamin. Dengan begitu, ia akan sanggup mempercayakan utangnya pada penjamin.

4. Madhmun bih (objek jaminan): Sebuah objek jaminan apa pun, baik itu uang, benda, atau jasa, harus sangat jelas. Nilai dan jumlah wajib diketahui oleh semua pihak dan tidak melanggar ketentuan syariah.

5. Lafadz: Pernyataan yang mengandung makna menjamin dan terucap oleh sang penjamin. Kalimat ini menjadi pertanda kesanggupan pihak penjamin untuk menanggung sesuatu.

3. Jenis Dhaman

Jika diterapkan, dhaman terbagi menjadi lima jenis. Berikut adalah lima jenis dhaman:

1. Dhaman bi al-mal: Jaminan berupa pembayaran barang atau pelunasan utang

2. Dhaman bi al-nafs: Jaminan antara diri sendiri dan sang penjamin demi tujuan tertentu.

3. Dhaman bi al-taslin: Jaminan untuk menjamin pengembalian barang sewaan saat masa sewa berakhir.

4. Dhaman al-munjazah: Jaminan yang tidak memiliki batas waktu tertentu dan demi sebuah tujuan atau kepentingan.

5. Dhaman al-mu’allaqah: Versi sederhana dari dhaman al-munjazah. Tetapi, lebih dibatasi oleh kurun waktu dan tujuan tertentu.

Kafalah

Kita sudah tahu bahwa dhaman dan kafalah memiliki arti yang berbeda walau memiliki kesamaan secara istilah. Jika dhaman berarti menanggung kewajiban orang lain, apakah benar kafalah memiliki makna tidak jauh berbeda?

Menurut bahasa, kafalah berarti memiliki tiga makna sekaligus, al-dhaman (jaminan, hamalah (beban), dan za’amah (tanggungan). Ini menandakan kafalah memiliki makna jaminan dari pihak penanggung terkait beban berupa utang.

Secara harfiah, kafalah bisa juga berarti mengalihkan sebuah tanggung jawab dari seseorang pada orang lain yang menjadi penjamin.

Baca juga: Kesurupan Menurut Islam dan Pandangan Ulama

1. Dalil Kafalah

Sama seperti dhaman, persyariatan kafalah sudah tercantum pada ayat Al-Quran. Berikut adalah dalil yang membahas kafalah dalam Al-Quran:

قَالَ لَنْ أُرْسِلَهُ مَعَكُمْ حَتَّىٰ تُؤْتُونِ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ لَتَأْتُنَّنِي بِهِ إِلَّا أَنْ يُحَاطَ بِكُمْ ۖ فَلَمَّا آتَوْهُ مَوْثِقَهُمْ قَالَ اللَّهُ عَلَىٰ مَا نَقُولُ وَكِيلٌ

Artinya:

“Yaqub berkata, “Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh”. Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Yaqub berkata, “Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)”.

2. Rukun dan Syarat Kafalah

Persis seperti dhaman, terdapat rukun dan syarat kafalah yang harus kita penuhi jika ingin melakukannya. Terdapat lima rukun dan empat syarat agar sah dalam melakukan kafalah:

Berikut adalah empat rukun kafalah yang harus terpenuhi:

  1. Sighat kafalah atau ijab qabul.
  2. Makful bih (objek tanggungan)
  3. Kafil (penjamin)
  4. Makful’anhu (pihak yang tertanggung)
  5. Makful lahu (penerima tanggungan)

Selain itu, terdapat empat syarat yang harus terpenuhi sebagai berikut:

  1. Baligh (dewasa), berakal sehat, dan tanpa paksaan
  2. Mampu menyerahkan tanggungan pada penjamin.
  3. Sudah mengenal penjamin dan bisa hadir saat akad
  4. Objek jaminan harus jelas dalam nilai, jumlah, dan spesifikasi serta tidak mengandung unsur yang melanggar syariah.

3. Jenis Kafalah

Kafalah sendiri terbagi menjadi lima jenis. Jika terlihat dengan saksama, setiap jenis ini sangat tidak jauh berbeda dari jenis dhaman. Berikut adalah lima jenis kafalah:

  1. Kafalah bi al-mal: Jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang
  2. Kafalah bi an-nafs: Jaminan dari sang penjamin untuk maksud tertentu
  3. Kafalah bit taslim: Jaminan untuk menjamin barang sewaan kembali pada akhir masa sewa.
  4. Kafalah al-mujazah: Jaminan yang tidak terbatasi oleh kurun waktu atau tujuan tertentu
  5. Kafalah al-mualah: Versi sederhana dari kafalah al-mujazah, akan tetapi lebih terbatas oleh kurun waktu dan tujuan tertentu.

Perbedaan Dhaman dan Kafalah

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dhaman dan kafalah memiliki kemiripan, baik dari rukun, dasar hukum, dan syaratnya. Bisa dikatakan keduanya sering sekali dianggap sebagai hal yang sama.

Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan berdasarkan arti dasar katanya. Dhaman berarti menggabungkan, sedangkan kafalah artinya menjamin.

Sebagai seorang muslim, sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita untuk memahami dhaman dan kafalah tanpa terkecuali. Sehingga, ketika dihadapkan dengan kondisi tersebut, kita tidak lagi merasa asing atau kurang pengetahuan. 

Demikianlah pembahasan dhaman dan kafalah mulai dari arti, perbedaan, hingga hukumnya. Dengan memahami semua itu, jika jadi memahami bagaimana caranya untuk menyerahkan penjaminan utang secara syariah.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment