Bacaan I’tidal Sesuai Sunnah dan Gerakannya dalam Sholat

Sudah seharusnya umat muslim menunaikan shalat dengan sebaik mungkin. Salah satu upaya agar kita dapat menunaikan shalat dengan baik dan benar, maka kita wajib menghafalkan semua bacaan dalam shalat.

Salah satunya yaitu menghafal dan memahami dengan benar tentang bacaan i’tidal. Apalagi, i’tidal termasuk dalam rukun shalat. Jadi, hukumnya wajib untuk dilaksanakan.

Bacaan I’tidal

I’tidal yaitu bangkit dari ruku yang mana merupakan salah satu rukun shalat. I’tidal merupakan gerak mengangkat badan setelah melakukan rukuk hingga berdiri dengan punggung yang lurus.

Sementara doa i’tidal ada dua bacaan, yang mana penggunaannya berbeda. Adapun doa bacaannya bisa kita simak di bawah ini:

1. Doa I’tidal Pendek

Saat melakukan gerakan tersebut kita perlu mengucapkan doa i’tidal. Berikut bacaan i’tidal Arab:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

Sementara, doa i’tidal latin bacaannya yaitu:

Latin: Sami’allahu liman hamidah.

Berikut arti bacaan i’tidal: “Aku mendengar orang yang memuji-Nya.”

Rukun mengucap bacaan i’tidal tersebut berlaku bagi imam dan orang yang menjalankan shalat sendiri.

Sebagaimana hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabda:

إِنّما جُعل الإِمام ليؤتمّ به، فإِذا كبّر فكبِّروا، وإِذا سجد فاسجدوا، وإِذا رفع فارفعوا، وإِذا قال: سمع الله لمن حمده، فقولوا: ربّنا ولك الحمد، وإِذا صلّى قاعداً فصلّوا قعوداً أجمعُون

Artinya: “Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah. Jika ia sujud maka sujudlah. Jika ia bangun (dari rukuk atau sujud) maka bangunlah. Jika ia mengucapkan: sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah: rabbana walakal hamdu. Jika ia shalat duduk maka shalatlah kalian sambil duduk semuanya” (HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411).

Dari hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa doa i’tidal yang berbunyi ‘sami’allahu liman hamidah’ dibaca saat kita shalat sendiri. Selain itu, pembacaan doa berlaku saat menjadi imam dalam shalat berjamaah.

Sedangkan jika kita mendirikan shalat sebagai makmum, maka bacaannya yaitu ‘robbana wa lakal hamdu’.

Mengutip dari Rumaysho, terdapat empat bacaan ‘robbana wa lakal hamdu’ berdasarkan hadist, yaitu:

Allahumma robbanaa lakal hamdu. (HR. Muslim no. 404)

Allahumma robbanaa wa lakal hamdu. (HR. Bukhari no. 795)

Robbanaa lakal hamdu. (HR. Bukhari no. 722 dan Muslim no. 477)

Robbanaa wa lakal hamdu. (HR. Bukhari no. 689 dan Muslim no. 411).

Baca juga: Tata Cara Sholat Jamak Qasar: Niat dan Syarat Sah Melakukannya

2. Doa I’tidal Panjang

Adapun bacaan doa i’tidal panjang berlandaskan pada hadist riwayat Muslim berikut:

رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَىْءٍ بَعْدُ أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِىَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Dalam tulisan latin, bacaannya sebagai berikut:

‘Allahumma robbanaa lakal hamdu mil-assamawaati wa mil-al ardhi, wa mil-a maa syi’ta min syai-in ba’du, ahlats tsanaa-i wal majdi, laa maani’a limaa a’thoita, wa laa mu’thiya lima mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu’

Aartinya: “Ya Allah, Rabb kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan sepenuh bumi, sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu. Wahai Tuhan yang layak dipuji dan diagungkan. Tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada pula yang dapat memberi apa yang Engkau halangi, tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memilikinya, hanyalah dari-Mu kekayaan itu)” (HR. Muslim no. 471).

3. Doa i’tidal versi Muhammadiyah

Doa i'tidal versi Muhammadiyah

رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

Latinnya: Robbanaa walakalhamdu hamdan katsiiran thayyiban mubaarokan fiihi.

Artinya: “Ya Tuhan kami, (hanya) untuk-Mu lah (segala) pujian yang banyak, baik, dan diberkahi padanya.”

Baca juga: Doa Bangun Tidur dan Artinya Sesuai Sunnah Rasulullah SAW

Gerakan I’tidal yang Benar

Dalam bahasa Arab, i’tidal memiliki arti “keseimbangan” atau “seimbang”. Sementara dalam shalat, i’tidal merujuk pada posisi tubuh yang berdiri tegak dan tenang di antara ruku’ dan sujud.

Gerakan i’tidal dilakukan setelah ruku’ sambil mengucapkan bacaan i’tidal yang telah disebutkan.

Dalam hadist dari Abu Hurairah tentang seorang sahabat yang belum memahami cara mendirikan shalat, hingga kemudian Rasulullah mengajarkan cara untuk shalat dengan benar dan sah.

Saat itulah, Rasulullah bersabda:

ثم اركَعْ حتى تَطمَئِنَّ راكِعًا، ثم ارفَعْ حتى تستوِيَ قائِمًا

Artinya:

“… lalu rukuk dengan tuma’ninah, kemudian angkat badanmu hingga lurus” (HR. Bukhari 757, Muslim 397).

Terdapat dua hal utama yang perlu diperhatikan saat melakukan gerakan i’tidal, yaitu:

1. Meluruskan Punggung

Umat muslim melakukan gerakan i’tidal dalam shalat setelah bangun dari ruku’. Kemudian, berdiri tegak dengan posisi punggung lurus.

Dalam waktu bersamaan, angkat kedua tangan sejajar dengan telinga atau bahu. Selain itu, gerakan i’tidal juga harus dilakukan dengan tuma’ninah.

Terdapat beberapa dalil yang menjadi landasan bahwa memposisikan punggung hingga lurus hukumnya adalah wajib, yaitu:

Hadits Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu, menyatakan:

فإِذا رفَع رأسه استوى قائماً حتى يعود كلّ فقار مكانه

Artinya:

“Ketika Nabi shallallahu’ alaihi wasallam mengangkat kepalanya (dari rukuk) untuk berdiri hingga setiap ruas tulang punggung berada di posisinya semula” (HR. Bukhari no. 828).

Selain itu, dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda:

لا تُجْزِىءُ صلاةٌ لا يُقيم ُالرجلُ فيها يعني : صُلْبَهُ في الركوعِ والسجودِ

Artinya:

“Tidak sah shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud” (HR. Tirmidzi no. 265, Abu Daud no. 855, At Tirmidzi mengatakan: “hasan shahih”).

Sementara ada juga riwayat dari ‘Ali bin Syaiban radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:

خرَجنا حتى قدِمنا على رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ ، فبايَعناهُ وصلَّينا خلفَهُ ، فلَمحَ بمؤخَّرِ عينِهِ رجلًا ، لا يقيمُ صلاتَهُ ، – يعني صلبَهُ – في الرُّكوعِ والسُّجودِ ، فلمَّا قضى النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ الصَّلاةَ ، قالَ : يا معشرَ المسلِمينَ لا صلاةَ لمن لا يقيمُ صلبَهُ في الرُّكوعِ والسُّجودِ

Artinya:

“Kami melakukan perjalanan hingga bertemu Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam. Kemudian kami berbai’at kepada beliau lalu shalat bersama beliau. Ketika shalat, beliau melirik kepada seseorang yang tidak meluruskan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud.

Ketika beliau selesai shalat, beliau bersabda: ‘Wahai kaum Muslimin, tidak ada shalat bagi orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di dalam rukuk dan sujud‘” (HR. Ibnu Majah no. 718, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

2. Mengangkat Tangan

Sebelumnya telah disebutkan bahwa kita juga perlu mengangkat tangan saat bangun dari ruku. Gerakan mengangkat tangan disebut sebagai raf’ul yadain.

Terdapat beberapa hadits mengenai gerakan ini. Beberapa hadits menyebutkan bahwa Rasulullah melakukan raf’ul yadain setelah ruku’. Sementara ada juga riwayat yang menyatakan bahwa Beliau terkadang meninggalkannya.

Salah satu dalil mengenai gerakan raf’ul yadain yang dilakukan oleh Rasulullah adalah hadits dari Ibnu Umar RA,

أنَّ النبيَّ صلّى الله عليه وسلّم كان يرفعُ يديه حذوَ مَنكبيه؛ إذا افتتح الصَّلاةَ، وإذا كبَّرَ للرُّكوع، وإذا رفع رأسه من الرُّكوع

“Nabi shallallahu’ alaihi wasallam biasanya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepala setelah ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya” (HR. Bukhari no.735).

Sementara dalam riwayat lain dari Mujahid, Ibnu Umar berkata:

صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَلَمْ يَكُنْ يَرْفَعُ يَدَيْهِ إِلَّا فِي التَّكْبِيرَةِ الْأُولَى مِنَ الصَّلَاةِ

Artinya:

“Aku pernah shalat bermakmum pada Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, ia tidak pernah mengangkat kedua tangannya kecuali pada takbir yang pertama dalam shalat (takbiratul ihram)” (HR. Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar, 1357, dengan sanad yang shahih).

Keutamaan I’tidal

Selain termasuk rukun dalam shalat yang harus kita tunaikan, melaksanakan dengan tepat dan mengucapkan bacaan i’tidal yang benar juga memiliki banyak keutamaan.  

Rasulullah SAW juga menjelaskan mengenai keutamaan dari bacaan i’tidal ‘robbana walakal hamdu …’. Hal ini disebutkan dalam hadits Rifa’ah bin Rofi’, Rasulullah mengatakan bahwa bagi orang yang mengucapkannya,

رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا ، أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ

Artinya:

“Aku melihat ada 30-an malaikat, berlomba-lomba siapakah di antara mereka yang lebih duluan mencatat amalannya.”  (HR. Bukhari no. 799)

Riwayat lain yang menyebutkan mengenai keutamaan bacaan i’tidal yaitu hadits Abu Hurairah yang mengatakan,

إنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال: إذا قال الإمامُ: سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا: ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه

Artinya:

“Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam bersabda: ‘Jika imam mengucapkan: sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah: rabbana lakal hamdu. Barangsiapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan Malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu’.” (HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409).

Demikianlah bacaan i’tidal dan gerakannya dalam shalat, beserta dalil yang melandasi. Setelah mempelajarinya lebih lanjut, alangkah baiknya jika kita menunaikan i’tidal sesuai ajaran Rasulullah SAW.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment