Tunangan dalam Islam: Ketentuan dan Dalil yang Mengaturnya dalam Islam

Lazimnya kini sepasang calon pengantin sebelum melangsungkan pernikahan, mengawalinya dengan bertunangan. Namun, tak banyak yang tahu mengenai hukum tunangan dalam Islam.

Tunangan seringkali disalah artikan sebagai kithbah, dalam Islam sendiri, ada pembeda di antara keduanya.  Bertunangan merupakan permintaan menikah dari pihak perempuan dan walinya untuk dijadikan istri

Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui terkait ketentuan serta dalil yang mengaturnya sebelum mantap bertunangan. Untuk penjelasan lebih lanjut, mari simak artikel ini hingga akhir.

Hukum Tunangan dalam Islam Beserta Dalilnya

Tunangan dalam Islam kerap kali disalah artikan sebagai khitbah. Sebetulnya, kedua istilah ini memiliki makna yang berbeda.

Sebelumnya, kita akan membahas mengenai makna dari bertunangan dalam Islam. Umumnya yang terjadi sekarang ini, bertunangan merupakan acara tukar cincin dengan menggelar acara seperti walimah yang diumumkan. Padahal, hal ini dilarang dalam Islam.

Tunangan dalam Islam tidak berarti sudah memperbolehkan seorang laki-laki dan perempuan untuk bisa melakukan berbagai tindakan selayaknya suami istri yang sah. Orang yang bertunangan tidak memiliki kewajiban maupun hak untuk memberi dan mendapatkan nafkah lahir maupun batin.

Namun, jika yang dimaksudkan adalah menjaga kesetiaan dan janji untuk nama baik masing-masing pihak, tentu hal itu menjadi kewajiban setiap orang yang menjalin muamalah. Selama hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam dan agama.

Baca juga: Doa Pengantin Baru Setelah Ijab Kabul Sesuai Sunnah, Catat ya!

Lantas,apa perbedaan antara bertunangan dengan khitbah?

Perbedaanya terletak pada langkahnya. Khitbah adalah pengajuan lamaran atau pinangan kepada pihak wanita.

Namun pengajuan ini sifatnya belum lantas berlaku, karena belum tentu diterima. Pihak wanita bisa saja meminta waktu untuk berpikir dan menimbang-nimbang atas permintaan itu untuk beberapa waktu.

Dan apabila khitbah itu diterima, maka barulah wanita itu menjadi wanita yang berstatus makhthubah, yakni wanita yang sudah dilamar, sudah dipinang, atau bisa disebut dengan wanita yang sudah dipertunangkan.

Namun apabila khitbah itu tidak diterima, misalnya ditolak dengan halus ataupun tidak dijawab saat waktu yang sudah diberikan dengan status menggantung, maka wanita itu tidak dikatakan sebagai wanita yang sudah dikhitbah. Dan pertunangan belum terjadi.

Lalu, apa hukum dari pertunangan ?

Dasar ayat dan Hadis menerangkan bahwa (وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ)-ketiadaan dosa untuk melakukan prosesi Tunangan atau Lamaran. Melihat dari ayat ini Hukum Tunangan dalam Islam sekedar diperbolehkan.

Hadis tentang kebolehannya tunangan Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika a mampu untuk melihat sesuatu yang memotivasinya untuk menikahinya maka lakukanlah”.

Dan apabila sudah melangsungkannya, maka alangkah baiknya menyegerakan waktu akad, agar tidak ada kekhawatiran akan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.

Syarat Tunangan dalam Islam

Syarat Tunangan dalam Islam

Setelah mengetahui hukum tunangan dalam Islam, setidaknya seorang muslim harus memahami dua syarat yang harus dipenuhi sebelum terlaksananya proses khitbah dan tunangan. Adapun kedua syarat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Syarat Mustahsinah

Syarat yang pertama yakni syaat mustahsinah, yakni menganjurkan bagi pihak laki-laki untuk meneliti dahulu wanita yang akan dikhitbahnya.

Sebetulnya, syarat ini tidak termasuk syarat wajib yang perlu dipenuhi sebelum mengkhitbah, namun dianjurkan bagi seorang laki-laki melihat terlebih dahulu wanita yang akan dipinangnya sesuai tidak dengan anjuran yang diberikan Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Abu Hurairah yang berbunyi:

“Wanita dikawin karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka akan memelihara tanganmu”.(HR Abu Hurairah)

Kesimpulannya, seorang pria hendaknya memperhatikan sagama, keturunan, kedudukan (apakah sekufu atau sesuai dengan dirinya), sifat kasih sayang dan lemah lembut serta sehat jasmani dan rohani.

2. Syarat Lazimah

Yang kedua yakni syarat lazimah, atau syarat wajib yang perlu untuk diperhatikan saat mengkhitbah seorang perempuan. Syarat lazimah tersebut meliputi:

a. Wanita yang Dipinang Tidak Sedang dalam Pinangan Laki-laki Lain

Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

“Janganlah seseorang dari kamu meminang (wanita) yang dipinang saudaranya, sehingga peminang sebelumnya meninggal-kannya atau telah mengizinkannya.” (HR Abu Hurairah)

Baca juga: Doa sebelum Berhubungan Suami Istri dan Lengkap dengan Artinya

b. Wanita yang Sedang Berada dalam Iddah Talak Raj’i

Wanita yang sedang dalam talak raj’i masih rujuk dengan suaminya dan dianjurkan untuk tidak dipinang sebelum masa iddahnya habis dan tidak memutuskan untuk berislah atau berbaikan dengan mantan suaminya.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 228 yang berbunyi:

“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228)

C. Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya

Perlu diperhatikan, yang dimaksudkan disini ialah seorang wanita yang ditinggal mati suaminya dan dalam masa iddah atau yang menjalanai idah talak ba’in boleh dipinang dengan sindiran atau kinayah .

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al qur’an surat Al baqarah ayat 235: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanitawanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma’ruf”. (Al-Baqarah:235)

Hukum Memberikan Hadiah Pertunangan

Kini umum bagi sepasang calon pengantin yang bertunangan melakukan prosesi tukar cincin yang diwakilkan oleh ibu dari kedua calon, lalu bagaimana hukumnya dalam Islam?

Sebenarnya, kebiasaan tukar cincin hanyalah sebagai simbol dan juga cinderamata kepada tunangannya atau sering disebut sebagai istilah urf atau yang dimaknai sebagai adat kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Namun, jika kemudian hari pihak laki-laki membatalkan pertunangan atau pinangannya maka Ia tidak dibenarkan untuk mengambil kembali hadiah dari pertunangan tersebut.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang menyebutkan: “Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya” (HR. Ahmad al-irba’ati wa shohihu al-Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim)

Namun hal tersebut hanya berlaku bagi laki-laki. dan apabilan yang membatalkan adalah pihak perempuan maka ketentuan mengenai hadiah tersebut berbeda.

Sebagaimana dijelaskan dalam Mazhab Makkiyah, Sayid Sabiq mengatakan,

وللمالكية في ذلك تفصيل بين أن يكون العدول من جهته أو جهتها:  فإن كان العدول من جهته فلا رجوع له فيما أهداه، وإن كان العدول من جهتها فله الرجوع بكل ما أهداه، سواء أكان باقيا على حاله، أو كان قد هلك، فيرجع ببدله إلا إذا كان عرف أو شرط، فيجب العمل به.

Menurut Malikiyah, dalam hal ini ada rincian, apakah yang membatalkan pihak lelaki ataukah pihak wanita. Jika yang membatalkan pihak lelaki, maka si calon suami tidak memiliki hak untuk membatalkan hadiah yang telah dia berikan. Jika yang membatalkan pihak wanita, maka pihak lelaki berhak menarik semua hadiah yang pernah dia berikan. Baik hadiah itu masih utuh, atau sudah rusak, dan diganti. Kecuali jika ada kesepakatan atau ada tradisi yang berlaku di masyarakat, maka harus mengikuti aturan kesepakatan atau tradisi itu. (Fiqh as-Sunah, 2/33)

Proses Khitbah hingga Bertunangan dalam Islam

Sebelum sampai ke proses bertunangan, ada setidaknya 3 langkah yang harus dilewati bagi seorang muslim saat ingin mengajak calon yang dikehendakinya untuk menikah. Berikut ini langkah dan penjelasannya:

1. Pengajuan Khitbah

Sebelum statusnya ditetapkan sebagai khitbah, langkah paling awal adalah pengajuan khitbah yang dilakukan oleh seorang calon suami dengan meminta kepada calon istri dalam maksud mengajaknya ke jenjang pernikahan yang lebih serius.

2. Tukar Menukar Informasi

Setelah memberikan pengajuan pada pihak perempuan, tentu dalam proses ini wali dan calon perempuan menggali informasti terkait calon yang memintanya.

Informasi ini penting terkait dengan kesipan pihak calon suami dalam memberikan nilai mahal, nafkah, tempat tinggal dan berbagai pemberian lainnya. Da termasuk dalam rincian tentang hak dan kewajiban yang disepakati.

Tidak hanya itu, dalam proses ini, pihak perempuan jga wajib hukumnya memberikan informasi terkait dirinya dalam hal kesehatan, cacat, aib atau hal-hal yang mungkin akan mengganggu keharmonisan rumah tangga. Tidak ada yang ditutup-tutupi ataupun menipu.

3. Jawaban

Khitbah yang sudah diajukan belum sah menjadi sebuah ketetapan hukum, dan masih membutuhkan jawaban dari pihak wali, apakah pengajuan khitbah itu diterima atau ditolak.

Dan jawaban untuk menerima atau menolak pengajuan khitbah ini tidak harus dilakukan saat itu juga. Pihak wali boleh saja meminta waktu beberapa lama untuk memberikan jawaban.

Dan selama jawaban khitbah belum diberikan, status wanita itu masih belum lagi menjadi wanita yang dikhitbah (makhtubah).

Maka oleh karena itu, belum tertutup kemungkinan bagi wali untuk menerima pengajuan khitbah dari pihak lain. Namun wajib untuk memberikan jawaban dan tidak menggantungkannya.

4. Pembatalan

Sama halnya dengan pernikahan yang meski sudah disahkan boleh berpisah atau bercerai, begitu juga dengan bertunangan, boleh saja dibatalkan karena alasan tertentu.

Misalnya, apabila terdapat ketidak-sesuian informasi yang diterima dengan fakta-fakta di lapangan, maka baik pihak calon suami atau calon istri, sama-sama berhak untuk membatalkan khitbah, baik dilakukan secara sepihak ataupun atas kesepakatan dari sebuah musyawarah.

Dan pembatalan itu juga bisa terjadi apabila ada salah satu dari syarat yang telah disepakati sebelumnya tidak bisa dilaksanakan.

Demikianlah penjelasan terkait hukum tunangan dalam Islam serta dalil yang menyertainya. Semoga kita diberikan kekuatan untuk selalu berada di jalan yang sudah ditetapkanNya.

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment