Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Para Ahli dan Contohnya

Teori keagenan berfungsi untuk menyatakan adanya pemisahan pada prinsipal dan agen. Teori ini biasa digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui permasalahan agensi, sebab setiap pihak memiliki fungsi utilitas yang berbeda-beda. 

Pengertian Teori Keagenan Menurut Para Ahli

Adapun berbagai pengertian teori agensi yang diungkapkan oleh para ahli, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Ichsan

Menurut Ichsan, hubungan keagenan didefinisikan sebagai kontrak antara seseorang atau lebih dalam memerintah orang lain. Itu bertujuan untuk melakukan jasa dan wewenang prinsipal kepada agen.

Jika antara prinsipal dan agen memiliki tujuan yang sama, maka semua perintah prinsipal akan dilakukan oleh agen. Namun, pertentangan dapat terjadi saat agen tidak mampu melakukan perintah prinsipal. Pada konteks ini, pemerintah berfungsi sebagai prinsipal dan perusahaan sebagai agen.

Pemerintah yang menjadi prinsipal akan bertindak untuk memerintah perusahaan agar membayar pajak, di mana harus sesuai dengan perundang-undangan. Perusahaan sebagai agen bisa memiliki pemikiran untuk mengutamakan kepentingan pribadinya, sehingga laba perusahaan akan optimal.

Dengan demikian, beban dapat diminimalisir khususnya beban pajak. Sehingga perusahaan dapat menghindari pajak. Pimpinan perusahaan akan mengambil keputusan sebagai agen sekaligus kuasa tertinggi di perusahaan. Jadi, pimpinan akan memaksimalkan laba dengan berbagai kebijakan yang berlaku.

Tentu saja karakter yang dimiliki pemimpin perusahaan akan mempengaruhi keputusan dan kebijakan. Termasuk kebijakan dalam meminimalisir beban pajak dan pertimbangan hal-hal lainnya, misalnya seperti sales growth atau leverage.

Meningkatnya sales growth berarti menggambarkan laba yang semakin tinggi, sehingga pimpinan perusahaan akan berusaha untuk memaksimalkan laba dengan menggunakan berbagai cara.

Tidak berbeda dengan leverage yang memiliki kebijakan untuk digunakan oleh pimpinan, khususnya untuk menarik pendanaan dari pihak luar. Ini bertujuan untuk mengembangkan operasional dan memperkecil beban pajak. 

Hal tersebut terjadi karena pajak memiliki perlindungan yang semakin besar. Dengan demikian, kedua hal tersebut dijadikan sebagai pertimbangan pimpinan untuk memutuskan kebijakannya.

2. Evianisa

Jika dihubungkan pada pengertian dari Ichsan, pendapat Evianisa memiliki kesamaan konflik teori keagenan di atas. Di mana keagenan akan mengalami konflik, khususnya antara agen dan prinsipal. 

Namun, konflik dapat dihindari dengan menggunakan berbagai cara, termasuk mengungkapkannya dengan corporate governance.

3. FCGI

Berdasarkan Evianisa, Forum for Corporate Governance in Indonesia atau FCGI menyatakan bahwa corporate governance merupakan peraturan yang berkaitan tentang hubungan.

Di antaranya adalah hubungan pemegang saham, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak lain yang memegang kepentingan dalam perusahaan. Baik itu internal maupun eksternal. Sehingga mereka harus memiliki hak dan kewajiban di perusahaan yang berkaitan.

4. Jensen & Meckling

Keagenan didefinisikan sebagai hubungan yang berkaitan kontrak dari prinsipal untuk memerintah agen, sehingga agen akan melakukan jasa atas kehendak prinsipal. Dengan demikian, prinsipal akan memberikan wewenang keputusan terbaik kepada agen.

Agen harus memiliki tujuan yang sejalan dengan prinsipal, sehingga tindakan agen yang sesuai kepentingan prinsipal dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Jadi, keuntungan akan didapatkan.

Teori keagenan memiliki kaitannya dengan hubungan pemegang saham dan manajemen. Keduanya akan berperan sebagai prinsipal dan agen. Manajemen Pemegang saham akan mengontrak pihak manajemen, di  mana tujuannya untuk mendukung kinerja yang ditetapkan sesuai kepentingan pemegang saham.

Hal tersebut karena dipilih, maka manajemen memiliki tanggung jawab sepenuhnya dalam melakukan pekerjaan dari pemegang saham. Ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Jensen dan Meckling (1976).

Oleh sebab itu, manajemen akan memiliki kekuasaan untuk menentukan keputusan terbaik demi kepentingan pemegang saham. Sehingga manajemen wajib memaksimalkan upayanya untuk perusahaan.

Jadi, sederhananya teori agensi merupakan landasan kontrak dalam hubungan prinsipal dan agen. Sehingga teori ini akan lebih fokus pada penentuan kontrak yang efisien.

Agar dapat memotivasi agen, maka prinsipal harus membuat rancangan kontrak. Ini bertujuan untuk menjadi akomodasi pihak-pihak penting yang terlibat. Ada dua faktor yang efisien untuk agen, yakni:

  • Prinsipal dan agen memiliki tujuan yang sama, artinya baik itu prinsipal maupun agen memiliki kualitas informasi yang simetris. Dengan demikian, informasi tidak akan bersifat sembunyi untuk memenuhi keuntungan pribadi.
  • Agen akan memikul tanggung jawab untuk mendapatkan imbalan dari jasanya. Sehingga, agen akan memiliki kepastian tinggi terkait imbalan yang diterimanya.

Sementara itu, biaya keagenan adalah jumlah yang dikeluarkan oleh prinsipal sebagai biaya untuk mengawasi agen. Perusahaan mustahil untuk memiliki zero agency cost, karena dijadikan sebagai jaminan untuk mengambil keputusan yang tepat.

Menurut Jensen dan  Meckling membuat biaya keagenan menjadi beberapa bagian, diantaranya residual loss, monitoring cost, dan bonding cost. Monitoring cost merupakan biaya yang akan muncul karena prinsipal menanggungnya. Ini bertujuan untuk mengawasi perilaku, mengukur, mengontrol, dan mengamati perilaku agen.

Sedangkan bonding cost adalah biaya yang akan ditanggung agen untuk melakukan segala mekanisme dalam peraturan. Di mana tindakan agen harus sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Sementara itu, residual loss adalah sebuah pengorbanan yang membuat kemakmuran prinsipal menjadi berkurang. Ini terjadi karena adanya perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen.

5. Hendriksen & Van Breda

Hendriksen dan Van Breda berpendapat bahwa teori keagenan muncul karena adanya perluasan individu ekonomi ke individu lainnya. Secara sederhananya, individu yang dimaksud menjadi agen dan prinsipal. 

Agen akan membuat kontrak dalam melaksanakan tugas-tugasnya untuk prinsipal. Sementara itu, prinsipal wajib membuat kontrak sebagai imbalan bagi agen. Ini karena prinsipal akan mempekerjakan agen dalam melakukan tugas dan kepentingannya. Salah satunya adalah untuk mengambil keputusan otoritasnya.

Jika dianalogikan, maka terlihat seperti hubungan pemilik perusahaan dengan manajemen perusahaan. Di mana pemilik dijuluki sebagai evaluator informasi, sedangkan agen menjadi pengambil keputusannya.

Hubungan agensi dapat terjadi saat ada kontrak antara seseorang dengan beberapa orang yang menjadi prinsipal dan agen. Sehingga prinsipal dapat mempekerjakan wewenang kepada agen untuk melakukan kepentingan dan keputusan yang sesuai.

6. Yushita

Pada dasarnya, informasi simetris tentang keagenan tidak pernah terjadi. Ini karena manajer perusahaan telah memiliki berbagai informasi mendalam terkait perusahaan. Berdasarkan pendapat Yushita bahwa prinsipal cenderung jarang datang ke perusahaan, sehingga informasi yang didapatkan sedikit.

Dengan demikian, kontrak efisien tidak akan terjadi. Sehingga membuat hubungan prinsipal dan agen akan selalu memiliki asimetri informasi sebagai landasannya. Inilah mengapa agen memiliki informasi yang lebih banyak daripada prinsipal, sehingga menjadikannya sebagai pengendali perusahaan.

Jika verifikasi informasi sulit untuk dilakukan, maka agen juga sulit untuk melakukan tindakan pengamatan. Bahkan tidak jarang agen membuka peluang sendiri untuk memaksimalkannya, yakni dengan melakukan dysfunctional behaviour. Namun, tindakan tersebut membuat kerugian bagi prinsipal.

Dalam teori ini, diasumsikan bahwa terkadang prinsipal dan agen akan lebih mementingkan prinsipnya sendiri. Adapun sebabnya, yakni untuk memaksimalkan utilitas subjektif yang dimilikinya. Namun, tetap menyadari bahwa kepentingan umum juga penting.

Akibatnya, perusahaan akan dipandang memiliki tim yang individunya lebih mementingkan kepentingan pribadi. Akan tetapi, mereka tetap menyadari bahwa tingkat tertentu menjadi nasib untuk menentukan kemampuan dan pertahanan dalam kompetensi antara tim.

Dengan demikian, agen akan memaksimumkan biaya kontraktual sesuai dengan upaya yang dimiliki. Sehingga prinsipal dapat membayarkan jumlah gaji berdasarkan sumber daya yang dihasilkan oleh agen.

Contoh Teori Keagenan

Adapun beberapa contoh teori agensi yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari, misalnya seperti dalam usaha counter ponsel. Ketika seseorang memiliki bisnis counter ponsel dan ia tidak bisa mengelola dengan sendiri, hal ini karena kesibukan yang dimilikinya. 

Pemilik counter menjadi prinsipal dan menyuruh orang lain untuk bertindak sebagai agen. Kemudian agen tersebut akan membantu menjaga dan mengelola bisnis. Agen memiliki kewenangan mengelola counter dan mendapatkan gaji sebagai imbalannya.

Sudah Paham Apa Itu Agency Theory?

Sebagai pebisnis, teori keagenan cukup mudah untuk dipahami. Oleh sebab itu, pebisnis dapat melakukan hubungan prinsipal dan agen dengan baik. Bagaimana, apakah informasi di atas membantumu dalam mengenal teori agensi?

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page