Debus: Pengertian, Tujuan, Jenis, Sejarah & Urutan Acara

Siapa disini yang tak ingin melihat sebuah hiburan menarik dan memacu adrenalin. Nah, seni dan budaya tradisional asal Banten ini akan membuat pandangan kamu terpana melihat aksi demi aksi yang mereka tunjukkan. Kebudayaan tradisional itu sudah terkenal dengan sebutan debus.

Mengenal Kesenian Debus

800px Debus Banten performance at Tourisme Banten Week Bali
Kesenian Debus | image source wikimedia

Provinsi Banten merupakan suatu daerah yang memiliki berbagai macam seni dan budaya. Pada daerah itu, terdapat suku asli Sunda Banten, yaitu suku Baduy. Suku itu hingga kini masih menjaga serta melestarikan kebudayaan leluhur secara turun temurun. 

Salah satu seni tradisional suku itu yang masih eksis di kalangan masyarakat adalah kesenian debus. Kesenian ini menjadi bagian dari seni bela diri yang tidak semua orang dapat lakukan.

Hal itu karena memperlihatkan kekebalan tubuh melawan benda keras dan tajam. Aksi dari kesenian itu seperti menyayat diri menggunakan golok, mengharas beling, hingga melemparkan diri ke dalam kumpulan bola api. Itu mereka lakukan tanpa melukai diri sama sekali.

Siapa sangka kalau nama kesenian ini berasal dari kata bahasa Arabdablus yang memiliki makna senjata tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Sedangkan dalam bahasa Sunda, kesenian ini mempunyai arti tembus. 

Moh Hudaeri dalam jurnal kajian keislaman “Debus di Banten: Pertautan Tarekat dan Budaya Lokal” menyebutkan kalau seni ini merupakan permainan yang mengandalkan kekebalan tubuh dari panasnya api dan benda tajam. Tentunya dalam praktek seni tersebut tidak bisa terpisahkan pada magisme bagi pelakunya.

Kesenian ini memang terlihat seperti mempertontonkan suatu pertunjukan yang sadis. Padahal, seni ini merupakan salah satu media bagi para ulama setempat untuk menyebarkan Agama Islam. 

Dalam gelaran seni tradisional itu juga terdapat lantunan shalawat dan doa yang menunjukkan sisi religius agar seseorang mendapat kelancaran dan kemudahan.

Tujuan Seni Tradisional Debus

Seni tradisional umumnya memiliki makna dan arah tujuan munculnya kesenian itu. Debus menjadi simbol tradisi masyarakat Banten yang intinya dalam melakukan setiap tindakan harus memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Doa tersebut berisi permintaan supaya memiliki keberkahan dan tentunya berharap agar terjauh dari marabahaya. Tujuan utama terciptanya seni ini berguna untuk sarana dakwah dan menyebarkan ajaran Islam pada era Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). 

Sehingga, seni tradisional sangat dekat dengan filosofi keagamaan maupun ajaran Islam. Seni kebatinan itu dapat diterapkan pada latihan fisik dan rohani.

Tradisi kesenian tradisional masyarakat Banten ini diambil dari Tarekat al-Rifa’iyah yang dibawa oleh Syeikh Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien. Sehingga, debus juga terkenal dengan sebutan Rifa’i atau al-Madad (penolong).

Namun, kesenian ini mengalami perkembangan pada saat masa penjajahan Belanda. Di mana, pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa tujuan seni itu menjadi sarana untuk membangkitkan gelora semangat masyarakat Banten untuk melawan penjajah.

Jenis Kesenian Debus

800px Debus The Ancient Martial Art and Culture of Banten Indonesia
Jenis Debus | Image source wikimedia

Debus dapat kamu dan khalayak luas saksikan dengan berbagai macam atraksi yang tak lazim. Kalau membicarakan jenis kesenian tradisional tersebut, tentu akan banyak sekali macamnya. Berikut beberapa jenis yang biasa mereka perlihatkan dalam kesenian ini:

  • Memasukkan bola api ke dalam mulut
  • Mengiris anggota tubuh dengan menggunakan senjata tajam seperti golok, pisau, parang, silet, atau yang lainnya
  • Menusukkan benda sejenis kawat atau jarum ke bagian vital, seperti telinga atau lidah tanpa mengeluarkan setetes darah
  • Menggoreng telur diatas kepala
  • Mengguyur minyak tanah atau bensin di sekujur tubuh lalu kemudian dibakar
  • Duduk di atas susunan benda tajam seperti golok
  • Pecahan kaca mereka makan dan telan, lalu  tidak mereka keluarkan lagi
  • Mengupas kulit kelapa dengan cara menggigitnya
  • Menjilat pisau atau senjata tajam yang panas karena bara api
  • Menyiram anggota tubuh dengan air keras sampai pakaian yang mereka kenakan hancur lebur tapi tidak ada bekas luka di tubuh

Sejarah Debus

Debus merupakan kesenian asli masyarakat Banten yang berkembang sejak abad ke-18. Bermula dari abad ke-16 di bawah kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin, seni itu memang menjadi alat untuk mengislamkan daerah Banten. 

Ia menggunakan seni tradisional itu dengan cara memperlihatkan aksi kekebalan tubuh kepada orang yang tidak memeluk Islam. Penyebaran Islam  tentunya tidak bisa terpisahkan dari sebutan sufisme. 

Sufisme sendiri merupakan ajaran yang fokus pada kesadaran yang mendalam akan Tuhan. Kesadaran seperti ini sering identik dengan ihsan, yaitu merasa bahwa seakan-akan melihat Sang Pencipta. Selain itu, menjiwai serta memiliki rasa dekat dengan Tuhan.

Aliran ilmu sufisme dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisisme Islam di mana debus termasuk di dalamnya.

Debus atau al-Madad diajarkan oleh para ulama yang memiliki ilmu Hikayat (ilmu Tarekat Qadiriyah). Di mana, ilmu yang mereka gunakan untuk atraksi seni itu di daerah Banten sebenarnya memiliki persamaan dengan yang terdapat di Aceh, yaitu deboah. 

Pada abad ke 16-17, seni itu berkembang di kalangan prajurit karena laskar-laskar di Banten wajib belajar kesenian tersebut. Seorang tokoh ulama dari Aceh yang banyak memberikan dan mengajarkan ilmu Hikayat (Tarekat) bernama Syech Al Madad, sehingga dengan ajaran yang beliau bawa ini tersebar hingga ke Banten.

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672), kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya. Lalu, tradisi seni itu oleh Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah (julukan Sultan Ageng Tirtayasa) menjadi sebuah pagelaran  hiburan bagi masyarakat Banten. 

Kesenian tradisional asal Banten ini sempat hilang dari eksistensi masyarakat. Di era kepemimpinan Sultan Rafiudin, kerajaan Banten sempat mengalami kemunduran yang menyebabkan  kesenian ini sangat jarang terlihat.

Akan tetapi, pada tahun 1960-an, kesenian itu kembali sering diadakan tapi hanya sebatas hiburan belaka hingga saat ini.

Perlengkapan untuk Atraksi Debus

318210 620
Perlengkapan untuk Atraksi Debus | Image source tempo

Sebuah seni pertunjukkan tentu memiliki persiapan yang matang sebelum tampil di depan banyak orang. Untuk menarik perhatian para penonton, pemain perlu untuk menggunakan atribut yang akan menunjang performa mereka. Seperti busana pemain, alat seni, dan alat debus itu sendiri.

1. Busana 

Pada setiap atraksi yang para pemain lakukan, mereka menggunakan busana khas debus. Busana pemain terdiri dari lomar atau ikat kepala, baju kampret, dan celana pangsi.

2. Peralatan Kesenian

Selain mengenakan busana khusus, pemain juga menggunakan peralatan kesenian. Ada dua jenis peralatan kesenian yang memiliki guna untuk mengiringi pertunjukkan kesenian ini.

Pertama, peralatan kesenian kendang penca yang berguna untuk mengiringi debus Cimande. Terdiri dari terompet, kanco atau gong, kendang kemprang, kendang gedur, dan kulanter.

Kedua, peralatan kesenian patingtung yang berguna untuk mengiringi debus terumbu dan bandrong. Terdiri dari satu kendang besar, dua kendang kecil, gong kecil, gong panggang, kenuk, angkeb, kecrek, dan tarompet.

3. Peralatan

Debus memiliki peralatan atraksi yang umumnya sering terlihat di sekitar kita. Alat-alat yang para pemain gunakan tergantung pada jenis atraksi apa yang akan mereka perlihatkan. Seperti palu besar, batok, gada, pisau, golok, jarum, paku, silet, api, air keras, dan masih banyak lainnya.

Baca Juga : Karikatur: Pengertian, Sejarah, Ciri, Jenis, dan Cara Membuatnya

Urutan Acara Kesenian Debus

Pertunjukan ini idealnya para pemain lakukan di lapangan terbuka agar pemain dapat leluasa dalam melakukan setiap gerakan. Sebelum melakukan pertunjukan, guru besar atau syekh melakukan ritual khusus untuk memanjatkan doa agar mendapatkan kelancaran dalam atraksi tersebut.

Alat  dan area untuk melakukan debus perlu dicek juga dan akan mereka pastikan aman bagi masyarakat yang menyaksikan. Kesenian ini dimulai setelah melewati beberapa tahapan yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Berikut adalah tahapannya:

1. Gembung (Pembukaan)

Kesenian ini dibuka dengan membacakan lantunan shalawat atau puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, melafalkan nama Allah dengan dzikir dan instrumen tabuh mengiringi selama tiga puluh menit. Harapannya supaya para pemain mendapatkan kelancaran dan kemudahan oleh Allah.

2. Acara Baluk

Tahap kedua sebelum melaksanakan debus adalah baluk, yang memiliki makna acara dengan lantunan kalimat dzikir dengan suara keras dan saling bersahutan satu dengan yang lainnya. 

Kemudian, tabuhan alat musik akan mengiringi dzikir tersebut. Pada sesi ini juga akan berkumandang lagu tradisional sebagai lagu pembuka.

3. Permainan Pencak Silat

Setelah selesai membaca dzikir, selanjutnya pertunjukan pencak silat akan para pemain peragakan. Pencak silat yang mereka perlihatkan tidak menggunakan benda keras atau tajam. Akan tetapi lebih kepada seni tari, seni suara, dan seni kebatinan yang bernuansa magis.

4. Atraksi Debus

Apabila para pemain sudah mempertunjukkan peragaan pencak silat, itu tanda bahwa pertunjukan akan mulai. Para pemain mulai memanifestasikan tubuh untuk atraksi itu sesuai dengan kemauan ataupun yang sudah direncanakan.

5. Penutup (Gemrung)

Ketika seluruh rangkaian pagelaran seni itu sudah selesai, maka akan ditutup dengan tetabuhan alat musik.

Sudah Tahu Asal Usul dari Kesenian Debus?

Nah, itulah sederet fakta dan rangkaian dari kesenian tradisional Banten, yaitu debus yang masih bisa kita lihat saat ini. Apa kamu tertarik untuk coba menonton? Kita perlu menjaga dan melestarikan budaya Indonesia ini, ya!

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page