Mengupas Sistem Demokrasi Terpimpin Era Soekarno: Sejarah hingga Ciri

Mungkin sudah banyak yang lupa bahkan tidak tahu bahwa Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin di era kepemimpinan Bung Karno. Walaupun sudah tak digunakan lagi, namun sistem ini memiliki nilai tersendiri dalam perjalanan pemerintahan Indonesia. Penasaran? Yuk, simak artikel ini!

Apa itu Demokrasi Terpimpin?

Masa pemerintahan Presiden Soekarno sering disebut sebagai demokrasi terpimpin. Arti masa pemerintahan tersebut adalah sebuah konsep politik yang unik dan berbeda dari demokrasi liberal. 

Demokrasi satu ini diperkenalkan oleh Soekarno pada tahun 1959 melalui berbagai perubahan konstitusi dan sistem politik dan dapat Anda sebut sebagai demokrasi terkelola. 

Dalam demokrasi terkelola versi Soekarno, beliau mengusulkan sistem politik yang berfokus pada konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme). Konsep ini diwakili oleh PNI, PKI, dan NU. Soekarno berpendapat bahwa kekuasaan politik harus dipegang oleh negara, bukan oleh partai politik. 

Partai-partai politik yang ada saat itu diberi peran yang lebih kecil dalam pengambilan keputusan politik. Sedangkan presiden Soekarno sebagai pemimpin tertinggi, memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam pengambilan keputusan politik. 

Soekarno juga menggambarkan dirinya sebagai “Pemimpin Besar Revolusi” dan mengklaim mewakili kehendak rakyat Indonesia. Beliau sering menggunakan retorika nasionalis, anti-imperialisme, dan anti-kolonialisme untuk memperkuat otoritasnya.

Selama periode demokrasi terkelola, Soekarno juga mendorong konsep “Manipol-USDEK” (Manusia Indonesia – Politik, Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan). Tujuannya sendiri adalah untuk mengendalikan dan mengarahkan semua aspek kehidupan di Indonesia sesuai dengan visi politiknya. 

Pada masa pemerintahannya, Soekarno juga mengambil langkah-langkah nasionalisasi terhadap perusahaan asing dan mengembangkan sentralisasi ekonomi. Di sisi lain, demokrasi terkelola Soekarno juga diwarnai oleh ketegangan politik dan ekonomi yang meningkat. 

Misalnya saja konflik para elite TNI sepanjang tahun 1959 – 1962. Lalu, ada kampanye Irian Barat, kebijakan-kebijakan yang kontroversial, pemberontakan Tentara Islam Indonesia (TII), dan puncaknya adalah G 30 S/PKI.

Konflik yang terus meningkat, baik dari internal maupun eksternal, akhirnya berujung pada situasi krisis pada tahun 1965. Hingga berakhir dengan penggulingan Soekarno pada tahun 1966.

Sejarah Tercetusnya Demokrasi Terpimpin di Era Soekarno

Tercetusnya demokrasi terpimpin pada era Soekarno berawal dari perkembangan politik di Indonesia pasca-kemerdekaan pada tahun 1945. Pada tahun 1950 – 1959, awalnya Indonesia mengadopsi sistem demokrasi parlementer atau liberal yang mengikuti pola politik negara-negara Barat. 

Akan tetapi, tidak stabilnya politik pada masa demokrasi parlementer akhirnya membuat Soekarno merasakan kekecewaan yang mendalam. Beliau berpendapat bahwa sebenarnya rakyat Indonesia memiliki konsep tersendiri yang berbeda dengan konsep politik dan budaya masyarakat Barat. 

Sangat tidak relevan menurutnya jika sistem politik dan budaya masyarakat Barat diterapkan dalam kehidupan sosial politik di Indonesia. 

Dalam sistem parlementer, yang menjalankan roda pemerintahan sepenuhnya berada di tangan Perdana Menteri dengan para Menteri Kabinetnya. Sedangkan jabatan Kepala Negara tidak lebih sekedar simbol pemersatu bangsa saja.

Itu artinya, posisi Soekarno berada pada posisi kepala negara yang hanya bersifat simbolik lantaran tidak memiliki otoritas politik. Berbeda dengan posisi Perdana Menteri yang menjadi titik sentral dari segala kebijakan pemerintah. 

Selain itu, kegagalan dewan konstituante dalam menyusun UUD baru juga telah mengecewakan Presiden Soekarno. Hingga akhirnya, beliau kembali mengusulkan untuk memberlakukan UUD 1945 yang kemudian menuai pro kontra dari sejumlah pihak yang tergabung di konstituante.

Karena reaksinya demikian, Soekarno mengadakan pemungutan suara dengan mengatasi konflik yang sedang terjadi. Lalu, hasil votingnya menunjukkan bahwa usulan untuk kembali menggunakan UUD 1945 tidak bisa segera direalisasikan. 

Hal tersebut kemudian mendorong Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang sekaligus menandakan dimulainya sistem demokrasi terkelola. Isinya adalah sebagai berikut:

  • UUD 1950 tidak akan berlaku lagi.
  • Dimulainya pemberlakuan UUD 1945.
  • Konstituante dibubarkan.
  • Pembentukan MPRS dan DPAS.

Ciri-Ciri Demokrasi Terpimpin Era Soekarno

Terdapat beberapa karakteristik atau ciri-ciri yang membedakan demokrasi terkelola dari sistem politik demokrasi lainnya yang pernah diterapkan di Indonesia, yaitu:

1. Terbentuknya DPR-GR

Berdasarkan UUD 1945 yang kembali diberlakukan, makna “terpimpin” sendiri berarti bahwa pusat kepemimpinan negara terletak di tangan presiden selaku pemimpin besar revolusi. Akibatnya, lembaga-lembaga negara, salah satunya DPR, hanya memiliki proporsi yang kecil.

Soekarno pun kemudian membubarkan DPR pada tahun 1960 lantaran tidak menyetujui RAPBN yang diajukan. Kemudian, dibentuklah DPR-GR atau DPR Gotong Royong melalui Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960. 

Hal tersebut menuai banyak pro kontra. Sebab, menurut UUD 1945, terdapat aturan bahwa presiden tidak membubarkan DPR lantaran kedudukan DPR adalah kuat.

2. Melemahnya Peranan Lembaga Legislatif

Dalam sistem ini, peran legislatif mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan sistem demokrasi liberal. Lembaga negara seperti DPR, MPR, MA, DPA, dan BPK tidak lagi menjadi badan yang memegang kendali legislatif yang kuat. 

Pengambilan keputusan politik yang penting dan kebijakan nasional ditentukan oleh presiden. Sedangkan lembaga legislatif berperan lebih sebagai forum konsultatif dan mendukung kebijakan pemerintah. 

Meskipun DPR-GR sudah terbentuk, tapi mereka sangat kurang dalam memakai hak inisiatifnya untuk mengajukan rancangan undang-undang. 

3. Anti Kebebasan Pers

Dalam demokrasi terpimpin di Indonesia pada era Soekarno, salah satu karakteristik utama adalah kecenderungan untuk menekan kebebasan pers dan mengendalikan media. Pemerintahan Soekarno mengambil tindakan untuk membatasi kebebasan pers dan mengontrol informasi yang disampaikan kepada masyarakat.

Media lebih banyak berfungsi sebagai alat untuk mendukung narasi politik pemerintah dan mempromosikan kebijakan yang diinginkan oleh pemerintah. Beberapa tindakan yang dilakukan antara lain: 

  • Pemerintah melakukan sensor terhadap berita yang dapat dianggap sebagai ancaman terhadap kekuasaan atau kebijakan pemerintah.
  • Menutup sejumlah surat kabar dan majalah seperti Harian Abad dari Masyumi dan Harian Pdoman dari PSI.

4. Kekuasaan Politik yang Terpusat

Demokrasi terkelola di Indonesia ditandai oleh kekuasaan politik yang terpusat di tangan presiden. Presiden Soekarno memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam pengambilan keputusan politik dan menentukan arah kebijakan negara. 

5. Retorika Nasionalis dan Anti-Imperialism

Soekarno menggunakan retorika nasionalis dan anti-imperialis untuk memperkuat otoritasnya. Beliau menekankan pentingnya kedaulatan nasional dan kebebasan dari dominasi asing dalam kehidupan politik dan ekonomi Indonesia.

6. Sentralisasi Kebijakan Politik

Dalam demokrasi terpimpin, kebijakan politik ditetapkan secara sentralistik oleh pemerintah pusat di bawah arahan presiden. 

Pemerintah pusat lebih berkuasa dalam menentukan arah pembangunan dan mengendalikan berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial. Sedangkan kekuasaan otonomi pemerintah daerah sangat terbatas.

7. Kurangnya Persaingan Politik yang Signifikan

Selama diterapkannya sistem demokrasi terkelola di Indonesia, persaingan politik yang signifikan antar partai jarang terjadi. Partai politik yang ada cenderung bekerja sama dengan pemerintah dan mendukung kebijakan-kebijakan presiden.

8. Menguatnya Peranan Militer

Pemerintah Soekarno mengandalkan militer sebagai salah satu pilar penting dalam menjaga stabilitas politik dan melaksanakan kebijakan negara. Buktinya, sebagian besar kursi DPR-GR pada saat itu dikuasai oleh kaum militer. 

Selama masa pemerintahan Soekarno, anggota militer atau perwira tinggi militer sering kali terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik. Mereka juga memiliki pengaruh yang kuat dalam penetapan kebijakan negara.

Tujuan Diterapkannya Demokrasi Terpimpin

Diberlakukannya sistem demokrasi terkelola pada era Soekarno di Indonesia memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai, di antaranya:

1. Mencapai Kestabilan Politik

Salah satu tujuan utama dari demokrasi terkelola adalah mengembalikan stabilitas politik di tengah situasi politik yang tidak stabil saat menerapkan demokrasi parlementer atau liberal. Dalam konteks Indonesia pada masa itu, Soekarno berusaha menciptakan stabilitas politik yang kuat dan mengatasi perpecahan yang ada dalam masyarakat.

Salah satu perwujudan upayanya adalah dengan menjadikan dirinya sebagai pusat dalam penyelenggaraan negara. Dengan begitu, beliau yakin bisa menggantikan sistem multipartai yang membuat politik Indonesia terpecah belah menjadi bersatu kembali lantaran kekuasaan penuh berada di tangan presiden.

2. Menciptakan Kebijakan Nasional yang Lebih Terkoordinasi

Melalui demokrasi terpimpin, Soekarno berusaha menciptakan kebijakan nasional yang lebih terkoordinasi dan terpadu. Presiden memiliki peran sentral dalam menentukan arah kebijakan negara. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembangunan nasional.

3. Meningkatkan Kekuasaan Presiden

Pada saat masih diterapkannya sistem demokrasi parlementer, peran presiden seolah hanya sebatas sebagai kepala negara saja tanpa memiliki otoritas politik yang kuat. Otorisasi politik justru lebih besar dimiliki oleh partai-partai politik yang saat itu sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya masing-masing.

Jadi, dengan diberlakukannya demokrasi terkelola, Indonesia seolah mendapat ‘angin segar’ untuk kembali bersatu. Sebab, melalui sistem demokrasi ini, kekuasaan presiden akan lebih dominan dalam mengambil keputusan politik. 

Dengan begitu, diharapkan ini dapat menciptakan kepemimpinan yang kuat, efektif, dan cepat dalam menghadapi tantangan politik dan sosial yang dihadapi oleh negara.

Kelebihan Demokrasi Terpimpin

Sistem ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipahami untuk menggambarkan pengaruhnya terhadap perkembangan bangsa. Beberapa kelebihan dari sistem demokrasi terkelola era Soekarno adalah sebagai berikut:

1. Terbentuknya Kabinet Kerja

Salah satu kelebihan demokrasi terpimpin di era Soekarno adalah terbentuknya Kabinet Kerja. Tujuannya adalah untuk mengurangi pengaruh kepentingan partai politik. Terbukti dari tidak adanya ketua umum partai politik yang menjabat sebagai menteri dalam kabinet kerja agar bisa memberikan tekanan pada sifat non-partai.

Dalam konteks ini, Kabinet Kerja di era Soekarno dipandang sebagai alat untuk membangun solidaritas politik. Serta untuk meminimalkan perselisihan antar partai dalam mengambil keputusan politik.

Pemerintah berusaha untuk mengekang kepentingan sempit partai politik agar tidak menghambat stabilitas politik dan keberlanjutan pemerintahan. Melansir buku Sejarah Indonesia Modern: 1200 – 2004 anggota Kabinet Kerja di era Ir. Soekarno terdiri dari 9 menteri utama dengan tambahan 24 menteri muda.

Adapun tiga program utama dari kabinet ini adalah memperbaiki kesejahteraan rakyat, meningkatkan keamanan dalam negeri, dan pembebasan Irian Barat.

Kabinet Kerja ini pertama kali dibentuk pada 10 Juli 1959. Dalam kabinet ini, Soekarno bertindak sebagai Perdana Menteri, Djuanda sebagai Menteri I, serta J. Leimena dan Subandrio sebagai Wakil Menteri I dan II.

2. Dibentuknya MPPR

Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR) dibentuk oleh Soekarno berdasarkan Tappres Nomor 4/1962. Lembaga ini memiliki fungsi untuk membantu presiden dalam mengambil kebijakan khusus yang terkait dengan penyelesaian revolusi.

Pada MPPR, barulah partai politik dapat mengambil sebagian kursi dalam pemerintahan. Sebab, anggota MPPR terdiri dari sebagian anggota MPRS, DPR-GR, dan pemimpin partai politik.

3. Terbentuknya MPRS

Pada masa demokrasi terpimpin, Soekarno juga membentuk MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada 31 Desember 1959. Fungsi dan tugas lembaga ini hanya menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diatur berdasarkan ketetapan Presiden No.2 Tahun 1959, bukan berdasarkan UUD 1945.

MPRS diketuai oleh Chaerul Shaleh. Dalam salah satu ketetapannya, MPRS menetapkan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi.

4. Dibentuknya Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)

Setelah membubarkan DPA melalui Dekrit Presiden, Soekarno kemudian membentuk DPAS pada 22 Juli 1959 melalui ketetapan Presiden No. 3 Tahun 1959. Tugas utama dari lembaga ini hanya sebatas memberikan pertimbangan terhadap presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.

Kelemahan Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terkelola dinilai berhasil mengembalikan stabilitas politik di tanah air. Meskipun demikian, sistem demokrasi ini juga memiliki kelemahan dalam penerapannya, antara lain:

1. Pengurangan Peran Legislatif

Dalam demokrasi terkelola, peran lembaga legislatif seringkali terbatas. DPR-GR yang menggantikan MPR sebagai lembaga legislatif, menjadi lebih terkendali oleh presiden dan partai politik yang mendukung pemerintah. Hal tersebut mengurangi keberagaman pendapat dan pembahasan yang sehat dalam proses legislasi.

2. Dominasi Militer

Salah satu karakteristik demokrasi terpimpin di era Soekarno adalah meningkatnya peran militer dalam politik dan kebijakan negara. Namun ternyata, dominasi militer justru mengurangi kemandirian lembaga sipil dan mengganggu prinsip checks and balances yang penting dalam sistem demokrasi.

3. Mengaburkan Sistem Kepartaian

Pada sistem demokrasi ini, peran dan pengaruh partai seringkali ditekan atau dilarang beroperasi. Ini mendorong aktivitas politik bukan lagi untuk mempersiapkan atau mengisi jabatan politik di pemerintahan. Namun, lebih sebagai elemen penopang dari konflik-konflik yang terjadi antara lembaga kepresidenan, TNI Angkatan Darat, dan PKI.

4. Melemahkan Hak-Hak Dasar Manusia

Salah satu kekurangan utama demokrasi terpimpin adalah pembatasan kebebasan sipil dan politik. Kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan hak-hak individu seringkali dikurangi atau dibatasi guna menjaga stabilitas politik dan mengendalikan oposisi.

Presiden bisa dengan mudah menyingkirkan siapapun yang punya keberanian untuk menentangnya atau politiknya tidak sesuai dengan kebijakan presiden. Bahkan, beberapa lawan politik diketahui telah ditetapkan sebagai tahanan negara.

5. Ketimpangan Ekonomi

Meskipun demokrasi terkelola memiliki tujuan untuk mewujudkan cita-cita sosialis, dalam praktiknya terdapat ketimpangan ekonomi yang signifikan. Pemerintah Soekarno terlibat dalam nasionalisasi sektor-sektor ekonomi penting. Namun, kebijakan ini tidak selalu berhasil dalam menciptakan distribusi kekayaan yang adil.

Misalnya saja harga kebutuhan pokok mahal, inflasi mencapai ratusan persen, ekspor dan investasi mengalami penurunan drastis, dan cadangan devisa semakin menipis. Hal tersebut terjadi karena politik dalam demokrasi terpimpin dikedepankan, tapi tidak memperhatikan kondisi ekonomi.

Dalam mengatasi ketimpangan ekonomi ini, pemerintah telah membentuk Deklarasi Ekonomi (Dekon) pada Maret 1953, namun mengalami kegagalan. Penyebabnya yang pertama adalah tidak terwujudnya IMF atau International Monetary Fund sebesar 400 juta USD.

Selain itu, pemutusan hubungan politik dengan Malaysia dan Singapura dalam rangka kasi Dwikora juga menyebabkan munculnya masalah ekonomi yang terus-menerus. Kondisi ekonomi kemudian diperparah akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan beberapa negara barat.

Pemikiran Soekarno tentang Partai Politik

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa, selama periode demokrasi terpimpin, Soekarno menekan pengaruh partai politik dalam lingkup pemerintahan. Mengapa bisa demikian? Agar mengetahuinya, perlu dipahami bagaimana pemikiran Soekarno mengenai partai politik di masa pemerintahannya.

Ketika masih muda, Soekarno termasuk salah satu tokoh revolusi yang menganjurkan perlunya kehadiran parpol sebagai alat mobilisasi massa melawan kolonialisme dan imperialisme Belanda. Ideologi politiknya ini beliau realisasikan dengan membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung, tepatnya pada tahun 1927.

Namun, sistem kepartaian yang diusulkan oleh Soekarno untuk konteks Indonesia seharusnya adalah sistem satu partai. Karena demokrasi menurut Soekarno tidak boleh diterjemahkan sebagai memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk membentuk partai sebanyak-banyaknya.

Terlebih lagi, kondisi sosial ekonomi bangsa yang baru lahir menjadi alasan mendasar mengapa partai tidak diberi ruang dalam kehidupan politik di Indonesia.

Sudah Paham dengan Sistem Demokrasi Terpimpin?

Itulah penjelasan mengenai sistem demokrasi terpimpin pada masa pemerintahan Ir. Soekarno. Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa periode demokrasi di era Soekarno memberikan pelajaran berharga bagi perkembangan politik Indonesia. Semoga membantu!

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page