Puasa Nazar: Niat, Tata Cara, Hukum, Konsekuensi, dan Macamnya

Pernahkah kalian melaksanakan puasa nazar? Puasa ini merupakan salah satu jenis puasa yang dilakukan sebagai bentuk nazar (janji atau sumpah). Salah satu syarat melakukan puasa ini adalah membaca niat puasa nazar.

Melaksanakan puasa ini tentu saja memberikan kita banyak pahala karena janji merupakan hutang yang harus dibayar. Hutang yang tidak dibayar menandakan jika kita bukan muslim yang amanah. 

Tentang Puasa Nazar

Nazar menurut bahasa secara umum berarti sumpah, baik untuk kebaikan maupun keburukan. Sedangkan berdasarkan istilah, nazar ialah bersumpah untuk kebaikan. 

Menurut istilah para ulama, nazar adalah kesanggupan untuk melaksanakan ibadah yang bukan wajib. Ibadah ini baik secara mutlak maupun berkaitan dengan sesuatu (Musthafa Sa-is al-Khan, Al-Fiqh al-Manhaji, jus 3, h. 31)

Puasa ini dilakukan sebagai bentuk ekspresi syukur, permohonan, atau pengharapan terkait hal-hal tertentu. 

Puasa nazar bisa dilakukan dalam berbagai situasi, seperti mengungkapkan rasa terima kasih karena sebuah keberhasilan atau pertolongan. Dalil apa saja yang berisi tentang melakukan nazar?

Baca juga: Doa Nabi Nuh dalam Al-Qur’an untuk Kaumnya dan Anaknya!!

Hukum dan Dalil Melaksanakan Puasa Nazar

Dalam Al-Quran dan hadist, disinggung mengenai kewajiban dalam melaksanakan nazar. Hal ini menunjukkan perihal disyariatkannya nazar, serta puasa ini wajib bagi orang yang bernazar untuk melakukan yang dinazarkan.

فُونَ بِٱلنَّذۡرِ وَيَخَافُونَ يَوۡمٗا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرٗا 

Artinya: “Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu haru azabnya merata di mana-mana” (QS. AD-Dahr, 76:7)

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

Artinya:

“Siapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah bermaksiat kepada-Nya.” (HR al-Bukhari)

Bagaimana tentang ketentuan puasa nazar?

Tata Cara Puasa Nazar

Selain puasa Ramadhan, puasa lain yang juga memiliki hukum wajib adalah puasa nazar. Artinya, jika kita berjanji untuk berpuasa, maka ia wajib melakukannya. Apabila ternyata kita melanggar janji tersebut, maka harus membayar kafarat. 

Pembayaran kafarat sendiri dilakukan sebagaimana kafarat sumpah (kaffaratul yamin). Kafarat sendiri merupakan suatu cara pengganti untuk menebus dosa atau kesalahan yang dilakukan secara sengaja agar dosa tersebut tertutupi.

Puasa yang dinazari hanya bernilai puasa sunnah, misalnya puasa Senin-Kamis, puasa Dawud, puasa Ayyamul Bidh (setiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriah), serta puasa sunnah lainnya. 

Akan tetapi, karena dilatarbelakangi nazar, puasa sunnah tersebut bisa berubah status hukum menjadi puasa wajib.

Contohnya saja, saat kita sedang mengalami ujian sekolah kita mengucapkan nazar, “Saya bernazar, jika lulus ujian maka akan melakukan puasa Dawud selama sebulan.” Jika di kemudian hari lulus tersebut, maka kita wajib memenuhinya. 

Puasa Daud yang sebenarnya merupakan puasa sunnah, tetapi karena telah bernazar maka berubah menjadi puasa wajib.

Selain puasa sunnah yang bisa dijadikan nazar, puasa makruh juba bisa. Sama seperti bernazar untuk melakukan puasa sepanjang tahun (shaum ad-hahr).

Contohnya:

“Saya bernazar, jika saya lulus ujian maka saya akan melakukan puasa sepanjang tahun.” Melakukan puasa sepanjang tahun ini pada dasarnya makruh. Hanya saja karena dinazari, maka menjadi wajib dan sah nazarnya (Al-Ghazi, h. 608).

Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa, menurut Syekh Ibrahim al-Bajuri (w. 1860 M), nazar puasa sepanjang tahun bisa dianggap sah apabila orang yang bernazar benar-benar mampu melakukannya. 

Hal tersebut berarti bahwa, jika tidak terjadi hal-hal yang berbahaya bagi dirinya. Namun, jika puasa sepanjang tahun tersebut membahayakan diri, maka nazarnya tidak sah (Al-Bajuri, Hasyiyah al-baijuri, 609).

Apabila ada orang yang mengucapkan niat puasa nazar, tapi tidak menyebutkan puasa apa yang dituju, maka ia berkewajiban untuk melakukan puasa satu hari saja. 

Contohnya niat puasa nazar “Saya bernazar, jika lulus ujian akan melakukan puasa.” Tanpa menyebutkan apakah puasa Senin-Kamis, Dawud, ataupun puasa sunnah lainnya.

Jika ada yang bernazar untuk melakukan puasa selama beberapa hari, akan tetapi tidak menyebutkan jumlah bilangan harinya, maka ia wajib melaksanakan puasa selama tiga hari. 

Contoh niat puasa nazar, “Saya bernazar, jika lulus ujian maka saya akan melaksanakan puasa selama beberapa hari.” (An-Nawawi, Mughni al-Muhtaj, juz 4, h. 492)

Macam-macam Puasa Nazar

Berdasarkan dari hal yang dinadzari (al mandzur), puasa nazar ini dibagi menjadi dua macam, yaitu nazar sebagai bentuk taat dan nazar yang bukan bentuk taat:

1. Nazar Bentuk Taat

Nazar sebagai bentuk taat ini seperti kita mewajibkan pada diri kita untuk melakukan amalan yang sunnah, atau melakukan amalan wajib yang dikaitkan dengan sifat tertentu.

Apabila kita bernazar untuk melakukan shalat lima waktu atau melakukan puasa Ramadhan, maka bentuk semacam ini tidak anggap nazar. Hal ini karenakan pelaksanaan ibadah tersebut sudah wajib. 

Bagaimana hukum menunaikan nazar taat ini?

Hukum penunaian puasa ini adalah wajib, baik nazar tersebut tersebut mu’allaq atau nazar muthlaq. Adapun dalil yang menunjukkan wajibnya adalah sebagai berikut:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ

Artinya: 

“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut.” (HR. Bukhari no. 6696)

Dalil lainnya, dari Ibu Uman. Adapun beliau berkata bahwa:

أَنَّ عُمَرَ – رضى الله عنه – نَذَرَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ يَعْتَكِفَ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ – قَالَ أُرَاهُ قَالَ – لَيْلَةً قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَوْفِ بِنَذْرِكَ »

Artinya: 

“Dahulu di masa jahiliyah, Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bernazar untuk beri’tikaf di masjidil haram yaitu I’tikaf pada suatu malam, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya, ‘Tunaikanlah nazar’.” (HR. Bukhari no 2043)

Apabila nazar yang diucapkan mampu untuk ditunaikan, maka kita wajib melaksanakannya. Akan tetapi, apabila nazar yang terucap tidak mampu ditunaikan atau mustahil ditunaikan, maka tidak wajib ditunaikan. 

Berikut bacaan niat puasa nazar:

نَوَيْتُ صَوْمَ النَّذَرِ لِلّٰهِ تَعَالىَ

Artinya:

 “Saya berniat puasa nazar karena Allah ta’ala.”

Bagaimana dengan niat buka puasa nazar? Berikut bacaannya: 

اللهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ فَتَقَبَّلْ مَنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Artinya: 

“Ya Allah, untuk-Mu puasaku dan atas rezeki-Mu aku berbuka maka terimalah diriku sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”

Barangsiapa yang bernazar taat, lalu ia tidak dapat menunaikannya, maka nazar tersebut tidak wajib dilaksanakan. Sebagai gantinya ia harus menunaikan kafarat sumpah. Adapun kafarat sumpah adalah sebagai berikut: 

  • Memberi makan kepada sepuluh orang miskin
  • Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin
  • Memerdekakan satu orang budak.

Apabila tidak mampu melaksanakan ketiga hal di atas, barulah menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari.

2. Nazar yang Bukan Bentuk Taat, Konsekuensi Berpuasa

Jenis-jenis nazar ini dibagi menjadi dua macam, yaitu nazar mubah dan nazar maksiat.

  1. Nazar Mubah. Nazar jenis ini bukanlah nazar taat, tapi nazar mubah. Dalam penunaiannya tidaklah wajib. Bahkan mayoritas ulama menyatakan bahwa bentuk seperti ini bukanlah nazar. 

Contoh nazar mubah misalnya, “Jika lulus ujian, saya akan berenang selama lima jam.”

  1. Nazar Maksiat. Contoh dari nazar ini, yaitu saat seseorang bernazar.  “Jika lulus ujian, saya akan traktir teman-teman untuk mabuk-mabukan.” Nazar tersebut tentu saja tidak boleh ditunaikan. 

Hal ini berdasarkan hadis berikut:

وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

Artinya: 

“Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya,” (HR. Bukhari no. 6696)

Lalu, apakah ada kafarat? Tentu saja tetap ada kafaroh berdasarkan hadis berikut:

النذر نذران : فما كان لله ؛ فكفارته الوفاء وما كان للشيطان ؛ فلا وفاء فيه وعليه كفارة يمين

Artinya: 

“Nazar itu ada dua macam, jika nazarnya adalah nazar taat, maka wajib ditunaikan. 

Jika nazarnya adalah nazar maksiat, karena syaitan, maka tidak boleh ditunaikan dan sebagai gantinya adalah menunaikan kafarat sumpah.” (HR. Ibnu Jarud, Al Baihaqi. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no 479)

Apa saja poin penting dari puasa nazar?

Point yang Harus Diperhatikan dalam Puasa Nazar

Berikut beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam menjalani puasa nazar:

1. Nazar

Nazar merupakan janji atau sumpah yang diucapkan oleh seseorang ketika berada dalam situasi tertentu. Niat puasa nazar ini umumnya berkaitan dengan janji untuk berpuasa jika permohonan tertentu dikabulkan oleh Allah. 

2. Keberagaman Nazar

Ada berbagai tujuan dari melakukan puasa nazar. Hal ini tergantung pada keinginan pribadi kita. Misalnya saja, kita mungkin berjanji untuk berpuasa selama beberapa hari jika lulus ujian dengan nilai yang baik. 

3. Pemenuhan Janji

Pelaksanaan puasa nazar harus dipenuhi sesuai dengan janji yang diucapkan. Jika kita tidak bisa berpuasa pada waktu tertentu karena alasan kesehatan atau keadaan lainnya, maka mereka diharapkan untuk menggantinya di lain waktu. 

Tujuan dari hal tersebut adalah agar kita bisa memenuhi janji yang telah diucapkan dengan sebaik-baiknya.

4. Larangan Bermaksud Buruk

Ketika berjanji untuk berpuasa dengan nazar, kita harus berjanji dengan niat yang baik dan positif. Tidak diperbolehkan untuk berpuasa dengan nazar untuk tujuan yang buruk atau merugikan orang lain. 

5. Batas Waktu Puasa

Ada jangka waktu tertentu dalam melaksanakan puasa nazar. Misalnya saja kita melakukan puasa ini selama satu hari, tiga hari, seminggu, atau lebih. Lamanya puasa nazar tergantung pada kesepakatan atau keinginan pribadi yang berjanji. 

6. Mengakhiri Puasa

Jika kita telah melaksanakan puasa sesuai dengan nazar yang diucapkan, kita bisa mengakhiri puasa dengan cara yang baik. Kita bisa melakukan amal kebaikan, sedekah, atau berdoa sebagai bentuk rasa syukur atas pemenuhan nazar. 

7. Konsultasi dengan Ustadz atau Ulama

Apabila kita merasa ragu atau bingung tentang puasa nazar, kita bisa berkonsultasi dengan seorang ustadz atau ulama yang kompeten dalam masalah agama. 

Mereka bisa memberikan bimbingan dan penjelasan yang lebih mendalam mengenai aturan serta tata cara puasa nazar dalam agama islam. 

Penting untuk diingat bahwa puasa nazar adalah perbuatan sukarela sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah. Akan tetapi yang harus diutamakan adalah niat puasa nazar yang tulus dan ikhlas serta mengikuti ajaran agama dengan baik.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment