Pernah mendengar istilah OCD atau obsessive-compulsive disorder? OCD adalah kondisi mental yang bisa terjadi pada siapa saja, bahkan anak-anak. Penderita OCD umumnya akan melakukan suatu tindakan secara berulang kali dan tidak bisa dikontrol. Apa penyebabnya dan apa saja gejalanya? Yuk, simak ulasan selengkapnya berikut ini.
Daftar ISI
Apa Itu OCD?
Obsessive-compulsive disorder atau OCD merupakan kondisi psikologis di mana penderitanya memiliki dorongan dan pemikiran tak terkontrol untuk melakukan tindakan kompulsif secara berulang-ulang.
OCD kerap dikaitkan dengan gangguan kecemasan. Sebab, penderita akan cemas dan ketakutan bila tidak menghiraukan dorongan dalam pikirannya. Selain itu, penderita sering kali tidak memiliki alasan logis atas tindakan yang dia lakukan.
Oleh sebab itu, kondisi kesehatan mental ini dapat memengaruhi penderitanya dalam menjalani kehidupan. Contoh perilaku OCD yakni mencuci tangan secara berulang kali setiap setelah menyentuh sesuatu yang dianggap tidak higienis.
Faktor Risiko OCD
OCD adalah kondisi yang dapat dialami oleh siapa saja, termasuk anak-anak. Mayoritas diagnosis gangguan ini terjadi pada remaja usia 19 tahun. Di samping itu juga lebih rentan terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.
Hingga saat ini, para ahli belum bisa mengetahui secara pasti penyebab obsessive-compulsive disorder. Namun, ada sejumlah faktor yang kemungkinan bisa menjadi pemicu munculnya kondisi OCD. Di antaranya adalah:
- Gangguan fungsi otak: Sejumlah penderita OCD memiliki fungsi otak yang berbeda dibanding non-penderita. Hal ini umumnya karena adanya gangguan neurotransmitter di dalam otak.
- Keturunan: Beberapa pengidap OCD memiliki anggota keluarga yang juga mengidap kondisi ini. Jadi, kemungkinan besar disebabkan oleh faktor keturunan atau genetik. Hanya saja, gen spesifik penyebab OCD masih belum bisa diidentifikasi hingga saat ini.
- Trauma: Orang yang pernah mengalami kejadian traumatis lebih rentan mengidap OCD. Misalnya, pernah menjadi korban pelecehan, perundungan, atau peristiwa lain seperti melahirkan.
- Kondisi mental lainnya: Dalam beberapa kasus, penderita OCD memiliki kondisi kesehatan mental lainnya. Di antaranya adalah depresi, gangguan kecemasan, tic, atau penyalahgunaan zat terlarang.
- Pengaruh lingkungan: OCD lebih rentan terjadi pada orang yang tinggal di lingkungan yang tidak sehat. Maksudnya adalah, lingkungan tempat tinggal penderita tidak bisa mendukung perkembangan mental. Contohnya, penderita kerap diremehkan atau di-bully sejak kecil.
Gejala OCD
Orang yang menderita kondisi OCD dan belum terdiagnosis, umumnya tidak menyadari bahwa mereka melakukan suatu tindakan secara berlebihan. Melansir laman Siloam Hospitals, gejala penderita OCD dibagi menjadi dua jenis, yakni kompulsif dan obsesi.
Ada yang langsung menunjukkan kedua gejala, namun ada juga yang hanya menunjukkan satu gejala. Penjelasan lebih lanjut mengenai gejala obsessive-compulsive disorder dapat kamu simak di bawah ini.
Gejala OCD Kompulsif
Penderita OCD dengan gejala kompulsif cenderung melakukan suatu perilaku secara berulang kali. Perilaku ini umumnya bersifat tidak masuk akal. Lebih lanjut, penderita melakukannya dengan tujuan untuk mengurangi rasa takut atau cemas yang dialami.
Berikut beberapa contoh tindakan kompulsif yang ditunjukkan oleh penderita OCD:
- Mengatur barang secara simetris, bila tidak simetris maka si penderita merasa tidak nyaman.
- Mencuci tangan secara berlebihan setiap setelah bersentuhan dengan apa pun yang dianggap tidak bersih.
- Saat berbicara pelan, penderita OCD kerap mengulang kata tertentu.
- Berkali-kali memeriksa pintu yang sebenarnya sudah dikunci.
Gejala OCD Obsesif
Beberapa pengidap OCD memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku obsesif. Perilaku tersebut umumnya muncul karena dorongan dalam pikiran penderita. Jika tidak dilakukan, penderita akan merasa cemas.
Jadi, gejala obsesif OCD lebih mengarah ke pikiran atau keinginan yang tidak bisa dikendalikan oleh penderita. Di bawah ini adalah beberapa contoh gejalanya:
- Takut secara berlebihan terhadap kotoran, kontaminasi kuman, atau virus.
- Sulit menghadapi apa pun yang tidak pasti. Contohnya, merasa khawatir secara berlebihan apakah pintu sudah dikunci atau belum.
- Memiliki keinginan untuk mengatur kembali barang yang penataannya tidak tepat atau simetris.
Diagnosis OCD
Obsessive-compulsive disorder dapat didiagnosis melalui beberapa tindakan. Dokter umumnya melakukan wawancara medis untuk mendiagnosis kondisi ini. Selanjutnya, dokter akan menggali riwayat kondisi kesehatan fisik pasien yang diikuti dengan pemeriksaan laboratorium. Di antaranya skrining alkohol, konsumsi obat, pemeriksaan tiroid, dan cek darah.
Untuk lebih jelasnya, berikut diagnosis OCD yang dilakukan oleh dokter ahli:
- Evaluasi kondisi psikologis: Langkah pertama adalah melakukan wawancara terkait kondisi psikologis pasien. Dokter ahli akan mengevaluasi gejala, pola perilaku, perasaan, dan pikiran pasien. Evaluasi ini tentunya harus seizin pasien dan keluarga terkait.
- Menggunakan kriteria diagnostik OCD: Dokter yang melakukan diagnosis terhadap pasien OCD harus menggunakan kriteria diagnostik. Kriteria ini adalah Manual Diagnoistik dan Statistik Gangguan Mental yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.
- Pemeriksaan riwayat kesehatan fisik: Selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik. Hal ini guna mengeliminasi sejumlah faktor yang kemungkinan bisa menyebabkan munculnya kondisi OCD.
Penanganan OCD
OCD adalah kondisi kesehatan mental yang sayangnya tidak bisa disembuhkan secara permanen. Namun gejalanya masih bisa dikurangi dengan menjalani sejumlah perawatan yang direkomendasikan oleh dokter ahli. Berikut beberapa perawatan untuk menangani OCD:
- Relaksasi: Gejala OCD yang belum parah dapat diatasi dengan melakukan teknik-teknik relaksasi. Di antaranya adalah yoga, pijat, dan meditasi.
- Psikoterapi: Psikoterapi bisa diterapkan untuk mengurangi gejala OCD. Dokter umumnya melakukan terapi perilaku kognitif untuk membantu penderita belajar mengurangi pikiran atau tindakan tak terkontrol.
- Pengobatan: Penderita OCD juga bisa mengonsumsi obat psikiatrik (selective serotonin reuptake inhibitors/SSRIs) yang diresepkan oleh dokter. Obat ini berfungsi untuk mengendalikan gejala-gejala OCD. Bila gejala masih berlanjut, pasien umumnya juga diberikan obat antipsikotik.
- Terapi neuromodulasi: Bila pengobatan dan psikoterapi tidak membuahkan hasil, kemungkinan dokter akan menyarankan terapi neuromodulasi. Terapi ini dilakukan menggunakan suatu perangkat untuk memengaruhi aktivitas listrik di bagian tertentu dalam otak.
- Stimulasi Magnetik Transkranial (TMS): TMS juga dapat digunakan untuk mengurangi gejala berlebih pada penderita OCD usia 22-68 tahun. Prosedur pengobatannya menggunakan suatu medan magnet untuk merangsang saraf otak.
- Stimulasi Otak Dalam (DBS): Pengobatan ini dapat diterapkan pada penderita OCD usia 18 tahun ke atas. DBS baru dilakukan bila perawatan umum tidak membuahkan hasil. Metode pengobatan ini melibatkan kawat eloktroda yang dipasang pada area tertentu pada otak.
OCD merupakan kondisi kesehatan mental yang dapat memengaruhi kehidupan penderitanya. Tak hanya itu, OCD juga dapat menimbulkan sejumlah komplikasi, seperti depresi dan stres. Sebab itu, kondisi ini perlu segera mendapatkan penanganan dari dokter ahli.
Seperti yang sudah disebutkan, OCD tak bisa disembuhkan secara permanen. Selain itu juga tidak ada cara pasti untuk bisa mencegah kemunculan gangguan ini. Meski begitu, penderita obssessive-compulsive disorder masih bisa mendapatkan pengobatan untuk mengurangi gejalanya.OCD adalah gangguan mental yang bisa mengurangi kualitas hidup penderita. Untuk itu, segera lakukan pemeriksaan ke dokter ahli bila kamu merasakan adanya gejala-gejala OCD.