Hukum Waris dalam Islam: Pengertian, Rukun, Syarat & Pembagian yang Adil

Seperti apa hukum waris dalam Islam? Selain hukum waris, setiap urusan manusia baik tentang duniawi atau ukhrawi sudah diatur di dalam ajaran agama Islam. Apalagi Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan dan kemaslahatan.

Adil di sini bukan sama rata atau mendapatkan bagian sama. Adil tersebut yaitu mendapatkan sesuai proporsi atau haknya. Begitu juga terkait pembagian harta warisan ini. Sudah ada ketetapan di dalam agama Islam untuk membagi warisan tersebut seadil-adilnya.

Pengertian Waris dalam Islam

Islam merupakan agama yang sangat sempurna. Berbagai hal telah dijelaskan dalam Islam, termasuk mengenai pembagian harta waris. Di dalam Islam, membagi warisan harus ada aturannya yang wajib disepakati semua ahli waris.

Pengertian waris dalam Islam yaitu proses perpindahan atau pengalihan harta seseorang yang sudah meninggal pada keluarga atau orang-orang yang menjadi ahli waris. Ahli waris adalah orang atau pihak-pihak yang memiliki hak menerima harta warisan.

Adapun menurut Kompilasi Hukum Islam sesuai yang tertuang pada Pasal 171, hukum waris dalam Islam yaitu hukum yang dibuat dengan tujuan mengatur pemindahan hak terkait kepemilikan harta dari pewaris. Hal ini berkaitan tentang siapa saja yang berhak menerima warisan beserta jumlahnya.

Bahkan hukum tersebut mengatur jenis harta atau warisan yang ditinggalkan. Semuanya akan diatur sedemikian rupa sesuai hak para ahli waris. Menetapkan hukum ini tentu sebuah kewajiban karena berkaitan dengan hak seseorang. 

Rukun Waris dalam Islam

Dalam menerapkan hukum waris dalam Islam, terdapat 3 rukun penting yang mesti dipenuhi. Ketiga rukun tersebut yaitu:

1. Ada yang Mewariskan

Rukun yang pertama sudah pasti harus ada orang yang mewariskan atau al-muwarits. Maksudnya, si mayit yang mempunyai harta warisan.

2. Ada orang Berhak Mendapatkan Warisan

Berikutnya ada al-warits yaitu seseorang yang berhak memperoleh warisan. Tentu saja bukan sembarang orang melainkan harus mempunyai hubungan dengan al-muwarits. Hubungan tersebut bisa berupa perkawinan, kekerabatan, dan sebagainya.

3. Terdapat Warisan untuk Dibagikan

Rukun yang ketiga yaitu ada warisan yang bisa dibagikan atau al-mauruts. Tentu saja sebelum memutuskan untuk membagi warisan, pastikan dulu si mayit mempunyai harta untuk dibagikan.

Syarat Waris dalam Islam

Menurut Dr. Musthafa Al-Khin di dalam kitab Al-Fiqhul Manhaji, terkait hukum waris dalam Islam ini terdapat 4 syarat penting untuk dipahami serta dipenuhi. Keempat syarat tersebut yaitu:

1. Pewaris Telah Meninggal Dunia

Jika hartanya hendak diwariskan, maka syarat pertama yaitu pewaris merupakan seseorang yang sudah meninggal dunia. Ketika orang tersebut masih dalam kondisi koma, maka harta masih belum boleh diwariskan. Sekali pun pewaris mengalami koma berkepanjangan. Ini karena sebab warisan adalah karena kematian. 

Lalu bagaimana dengan seseorang yang sudah lama hilang dan bahkan bertahun-tahun belum ada kabar? Lalu pihak keluarga ingin membagi harta warisan orang tersebut? 

Dari sini, pembagian warisan ditentukan berdasarkan keputusan hakim. Jika putusan hakim menyatakan bahwa benar seseorang sudah dinyatakan meninggal, maka harta tersebut boleh dibagikan.

2. Ahli Waris secara Nyata Masih Hidup

Syarat yang kedua yaitu ahli waris yang akan memperoleh warisan juga masih hidup. Bahkan ketika masa hidupnya hanya sebentar, orang tersebut berhak mendapatkan warisan sesuai haknya. Lalu bagaimana jika ahli waris tersebut meninggal dunia?

Maka tentu yang berhak menerima adalah ahli waris lain yang masih hidup. Tinggal memutuskan siapa yang akan menjadi penerus ketika si ahli waris jika nanti sudah meninggal dunia. Islam sudah mengatur semuanya sesuai proporsi dan pastinya adil.

3. Ada Hubungan Pernikahan, Kekerabatan, atau Memerdekakan Budak

Berikutnya, syarat seseorang menerima warisan yaitu karena beberapa sebab seperti pernikahan, kekerabatan, atau wala’ alias memerdekakan budak. Seseorang tidak bisa dan tidak berhak untuk memperoleh warisan jika statusnya bukan sebagai kerabat atau bukan disebabkan karena pernikahan.

Lalu bagaimana jika anak angkat atau seseorang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan kemudian tetap diberikan warisan? Maka harta yang diberikan tersebut bukan merupakan harta warisan. Akan tetapi, menjadi shadaqah atau hibah.

4. Ada Alasan untuk Seseorang Dapat Memperoleh Warisan

Untuk syarat yang keempat ini khusus bagi hakim yang ingin menetapkan seseorang termasuk penerima warisan atau tidak. 

Saksi tidak bisa hanya menyatakan “orang ini merupakan ahli waris dari si fulan”.  Seorang hakim tidak bisa langsung menerima kesaksian tersebut hanya berdasarkan ucapan. Akan tetapi, harus ada penjelasan serta bukti mengenai alasan mengapa orang tersebut berhak menerima warisan dari si mayit.

Pembagian Waris dalam Islam

Membagi warisan tentu tidak boleh sembarangan dan harus mengacu pada hukum waris dalam Islam. Terkait hal tersebut, berikut pembahasan selengkapnya.

  • Anak perempuan jika sendirian (anak tunggal), maka dia mendapatkan setengah bagian. Namun jika ada 2 orang atau lebih maka mereka sama-sama memperoleh sepertiga. Jika anak perempuan tersebut bersama anak-anak laki, maka bagian untuk anak laki-laki 2 berbanding 1 bagian anak perempuan.
  • Ayah memperoleh sepertiga jika pewaris tidak memiliki anak. Jika ada anak, maka ayah mendapatkan seperenam.
  • Ibu memperoleh seperenam jika ada anak maupun memiliki dua saudara/lebih. Jika pewaris tidak memiliki anak maupun saudara, maka ibu memperoleh sepertiga bagian.
  • Ibu memperoleh sepertiga bagian atas sisa atau setelah diambil janda/duda jika bersama-sama dengan ayah.
  • Duda memperoleh separuh bagian jika pewaris tidak memiliki anak. Jika ternyata punya anak, maka memperoleh seperempat.
  • Janda memperoleh seperempat jika pewaris tidak memiliki anak. Jika punya anak, maka janda memperoleh seperdelapan.
  • Jika pewaris meninggal dan tidak punya ayah/anak, maka saudara laki-laki maupun saudara perempuan seibu masing-masing dapat seperenam. Jika mereka dua orang/lebih maka sama-sama memperoleh sepertiga. 
  • Jika seseorang meninggal dan tidak meninggalkan ayah atau anak, sementara dia memiliki satu saudara perempuan kandung/seayah, dia mendapatkan setengah bagian. Namun jika saudara perempuan berjumlah dua orang/lebih dan seayah, maka sama-sama mendapatkan dua per tiga. Jika ternyata punya saudara laki-laki kandung, maka bagian saudara laki-laki tersebut dua kali lipat dari saudara perempuan.

Membayar Utang atau Membagi Warisan?

Pertanyaan yang berkali-kali muncul, jika si mayit meninggalkan utang dan masih memiliki harta untuk dibagikan, mana yang lebih dulu? Apakah membayar utang untuk si mayit atau langsung membagi warisan tersebut?

Jawabannya sudah tentu membayar utang terlebih dahulu. Ini karena utang sifatnya wajib dan masih menjadi tanggungan meskipun seseorang sudah meninggal dunia. Setelah semua utangnya lunas, maka sisa utang tersebut baru bisa mulai dibagikan.

Lalu bagaimana jika orang yang menagih utang memutuskan untuk ikhlas? Jika memang ikhlas, kemungkinan warisan sudah bisa langsung dibagikan. Hal ini karena jika benar-benar ikhlas, maka otomatis si mayit tidak mempunyai tanggungan.

Kekeliruan dalam Menerapkan Hukum Waris dalam Islam

Berikut beberapa hal yang mungkin terkesan sederhana namun menjadi sebuah kesalahan hukum waris dalam Islam yang bisa jatuh pada keharaman.

1. Bagian untuk Anak Laki-laki serta Perempuan Dianggap Sama

Kesalahan pertama yaitu menyamaratakan bagian untuk anak laki-laki dengan anak perempuan. Sebenarnya ini permasalahan klasik, padahal dalam hukum waris sesuai ajaran Islam tentu saja dilarang.

Sesuai aturan, anak laki-laki memperoleh bagian sebanyak dua kali lipat dari anak perempuan. Seseorang yang mendapatkan tanggung jawab untuk membagi harta warisan harus benar-benar paham tentang hal tersebut.

2. Membagi Harta Warisan Ketika Masih Hidup

Seperti penjelasan sebelumnya, syarat warisan boleh dibagi yaitu ketika pemilik warisan tersebut sudah meninggal. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang tetap membagikan harta warisannya padahal masih hidup.

Bahkan sampai timbul pertengkaran di antara keluarga karena warisan yang belum kunjung dibagi. Jika tetap dilakukan, maka harta yang dibagikan tentunya bukan merupakan harta waris melainkan hibah atau harta pemberian/hadiah.

3. Harta Bersama Milik Suami-Istri

Adanya harta milik bersama atau gono-gini menyebabkan sistem pembagian warisan menjadi rancu. Biasanya ketika suami/istri masih hidup, pembagian warisan menjadi tertunda. 

Padahal dalam Islam, ketika telah menikah maka harta suami maupun istri tidak harus menjadi satu atau bahkan menjadi harta milik berdua. Prinsipnya, dalam harta suami terdapat hak istri namun di dalam harta istri tidak terdapat hak suami. Ini akan lebih memudahkan pembagian warisan.

Sudah Paham Hukum Waris dalam Islam?

Sekian informasi tentang hukum warisan di dalam Islam. Sebelum memutuskan untuk membagi warisan, seseorang wajib memahami rukun, syarat, dan bagaimana cara pembagiannya. Dengan begitu, proses pembagian berlangsung adil dan sama-sama ridho.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page