Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949, Latar Belakang Lengkap

Bagaimana sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949? Ini merupakan peristiwa kelanjutan dari Agresi Militer Belanda II yang menjadikan Yogyakarta sebagai targetnya. Sebab, Yogyakarta merupakan Ibukota Negara Indonesia saat itu dan serangan ini bertujuan untuk merebut wilayah RI. Yuk, simak kronologinya di sini!

Latar Belakang Serangan Umum 1 Maret 1949 

Latar belakang sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949, yaitu karena Belanda menyebarkan kepada dunia Internasional bahwa Indonesia sudah tidak ada, sudah hancur. Belanda yang notabene pernah menjajah dan menduduki Indonesia memang ingin menguasainya kembali. 

Sebelum penyebaran isu tersebut, Indonesia dan Belanda pernah mengadakan perjanjian dengan nama perjanjian Linggarjati yang terlaksana pada 15 November 1946. Dalam perjanjian tersebut Belanda menyetujui wilayah Indonesia meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. 

Namun, Belanda mengingkari hasil perjanjian tersebut dan melakukan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli sampai 5 Agustus 1947. Agresi tersebut kemudian berujung damai dan terbentuklah perjanjian Renville yang hasilnya tidak menguntungkan Indonesia. 

Hasil dari perjanjian Renville adalah menyempitnya daerah kekuasaan Indonesia, yaitu hanya meliputi Jawa Tengah, Sumatera, dan Yogyakarta. Meskipun telah menyempit sebegitu besarnya, Belanda tetap melakukan penyerangan kembali dengan Agresi Militer II dengan tujuan merebut Yogyakarta. 

Demi memperjuangkan Indonesia kembali dan menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia masih ada, terlaksana perundingan oleh tokoh-tokoh penting. Di mana perundingan ini menghasilkan perlawanan, yaitu Serangan Umum 1 Maret 1949. 

Tujuan Serangan Umum 1 Maret 1949

Berdasarkan rangkuman buku Peran TNI-AU pada Masa Pemerintah Darurat Indonesia (PDRI) yang terlansir dari Kompas, Serangan Umum 1 Maret 1949 memiliki tujuan utama. Tujuan tersebut terbagi dalam 3 bidang, yaitu militer, psikologi, dan politik. 

Dalam dunia militer, serangan ini menunjukkan kepada dunia internasional bahwasanya Indonesia beserta dengan semua kekuatan militernya seperti TNI dan Kepolisian masih utuh. Ini menjadi satu kesatuan yang mampu melakukan perlawanan yang terkoordinir. 

Selanjutnya, yaitu dalam dunia politik, serangan dengan ketua Soeharto ini memberikan dukungan penuh dan utuh. Khususnya kepada perwakilan Indonesia yang sedang memperjuangkan kedaulatan melalui perundingan pada Dewan Keamanan Perwakilan Bangsa-Bangsa (DK PBB). 

Terakhir dalam tujuan psikolog, serangan ini mengobarkan kembali semangat juang rakyat Indonesia beserta dengan kekuatan militernya.

Strategi Pasukan Gerilya

Pasukan Indonesia
Pasukan Indonesia | Sumber Gambar: Bakesbangpol Kulon Progo

Agresi Militer II yang dilakukan pada 19 Desember 1948 telah diprediksi oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sehingga, strategi demi strategi disusun agar dapat memukul balik pasukan Belanda. Serangan ini dipimpin oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. 

Pasukan gerilya sendiri terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu pasukan non organik dan pasukan organik. Pasukan non organik mencakup rakyat yang bersenjata dan laskar-laskar pergerakan. Sedangkan pasukan organik mencakup militer yang ada, seperti TNI dan Kepolisian. 

Dalam melakukan serangan gerilya membutuhkan penguasaan medan, kecepatan, mobilitas pasukan yang tangkas, serta koordinasi yang matang. Demi dapat mempersiapkan segala hal tersebut, para pasukan menyusun rencana dengan menyingkir ke lembah, bukit, dan pelosok agar lebih fokus.  

Hasil dari koordinasi tersebut menghasilkan beberapa gerakan. Meliputi pemutusan jaringan kabel telepon, merusak rel kereta api, melakukan sabotase demi sabotase, dan lain sebagainya. Strategi gerilya tersebut terlaksana dalam waktu 2 bulan.

Demi menunjukkan kepada Belanda bahwa Indonesia masih kuat, maka akan ada rapat lagi untuk menyusun serangan besar-besaran. Serangan inilah yang kemudian disebut dengan sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949.

Kronologi Serangan Umum 1 Maret 1949

Kunjungan pada Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949
Kunjungan pada Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 | Sumber Gambar: Kompas

Membahas sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949, tidak lepas dari peranan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Di mana saat itu beliau merupakan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum melakukan Serangan Umum 1 Maret 1949, pasukan telah mendapatkan izin dari pemimpin daerah D.I. Yogyakarta. 

Kronologi berawal dari malam sebelum serangan, semua pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai menyebar. Mereka juga menyusup ke seluruh penjuru kota yang pada wilayah Yogyakarta sembari menunggu aba-aba serangan. 

Serangan mulai dilakukan pada pukul 06.00 pada 1 Maret 1949, saat sirine alarm dibunyikan. Pergerakan TNI tersebut tidak diketahui dan tidak terduga oleh Belanda. Sehingga, Belanda ibarat mati kutu, tidak bisa bergerak lebih lanjut dan tidak memiliki banyak kesempatan untuk mempersiapkan serangan balik. 

Akhirnya, banyak senjata Belanda yang berhasil terkuasai oleh tentara yang bergerilya. Lalu, dalam waktu yang terbilang singkat sekitar 6 jam, Indonesia berhasil membuat pasukan Belanda untuk keluar dari Yogyakarta. 

Berita keberhasilan tersebut langsung tersebar melalui radio. Tak hanya di tanah air, beritanya juga sampai ke perwakilan Republik Indonesia di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Berkat keberhasilan ini, dunia internasional yang awalnya mempercayai berita kehancuran Indonesia, berbalik dan berunding. 

Dalam sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 ini, tercatat telah menewaskan 300 prajurit TNI, 53 polisi, dan kurang lebih 200 rakyat Indonesia. Sedangkan dari pihak Belanda, 6 orang meninggal dunia dan 14 orang luka-luka. 

Lahirnya Perjanjian Roem Royen

Berhasilnya Serangan Umum 1 Maret menjadi tonggak sejarah diakuinya kedaulatan Indonesia. Kemudian muncul perjanjian tertanda tangan pada 7 Mei 1949, bertempat pada Hotel Des Indes, Jakarta. 

Nama Perjanjian tersebut berasal dari nama gabungan perwakilannya. Pertama Mohammad Roem, perwakilan Indonesia. Lalu, ada Herman Van Roiyen, perwakilan dari Belanda. 

Isi dari perjanjian Roem Royen sendiri menghasilkan kesepakatan damai dari pihak Indonesia dan Belanda. Adapun isi perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak adalah sebagai berikut:

  • Belanda menyetujui Pemerintah Indonesia kembali ke Yogyakarta
  • Belanda membebaskan semua tahanan politik tanpa syarat.
  • Belanda mengakui Indonesia merupakan bagian dari Negara Indonesia Serikat.
  • Belanda menyetujui agar Konferensi Meja Bundar (KMB) segera terselenggara setelah Indonesia kembali ke Yogyakarta.  

Berdasarkan isi dari perjanjian Roem Royen tersebut, akhirnya pada 24 Juni 1949 pemerintah Indonesia kembali ke Yogyakarta. Lalu, pada 1 Juli 1949 semua pasukan Belanda yang ada di Yogyakarta ditarik mundur dan kembali ke negaranya. 

Tokoh-tokoh bangsa yang berada di pengasingan, seperti Soekarno dan Muhammad Hatta akhirnya keluar pada 6 Juli 1949. Setelah keadaan lebih kondusif, terpilih Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 22 Desember 1948. 

Dampak Serangan Umum 1 Maret 1949

Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 | Sumber Gambar: Wikipedia

Dampak paling nyata dari sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah menunjang perjuangan diplomasi yang dilakukan perwakilan Indonesia pada DK PBB. Hasil diplomasi tersebut menghasilkan ditugaskannya kembali Komisi PBB ke Indonesia. Di mana hasil tersebut merupakan usulan dari perwakilan Kanada. 

Adapun dampak lain dari dari serangan ini adalah sebagai berikut:

  • Dunia mengetahui bahwa Indonesia dan pasukan militernya masih ada, masih kuat dan mampu menyerang.
  • Menekan perubahan keputusan pemerintah Amerika Serikat yang akhirnya justru menekan Belanda untuk melakukan perundingan dengan Indonesia. 
  • Membuat penduduk Belanda pergi dan meninggalkan Yogyakarta.
  • Membuat posisi Belanda terdesak dan lemah pada hadapan DK PBB. 
  • Mengobarkan semangat perjuangan pasukan militer dan rakyat Indonesia. 
  • Mematahkan mental dan semangat juang Belanda.

Sudah Tahu Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949?

Kemerdekaan Indonesia merupakan hal yang sangat diimpikan dan diperjuangkan oleh Bangsa. Meskipun dalam upaya mewujudkannya penuh dengan rintangan dan tantangan bahkan dengan pengorbanan yang sangat besar. Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi bukti perjuangan tersebut.

Perjuangan Indonesia memang tidak berhenti setelah terlaksananya proklamasi kemerdekaan. Sebab, setelah deklarasi kemerdekaan pun, Belanda tetap berusaha untuk tetap menguasai Indonesia. Serta bersikeras menegakkan kembali Hindia Belanda. 

Berbagai cara bangsa Indonesia upayakan agar terus merdeka dan terbebas dari bangsa asing. Lewat Serangan Umum 1 Maret 1949 pula, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa dirinya merupakan negara merdeka dan berdaulat. Semangat para pahlawan patut menjadi teladan generasi sekarang, bukan?

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page