Kumpulan Puisi Karya Taufik Ismail Paling Populer dan Melegenda

Taufik Ismail merupakan salah satu penyair yang telah menghasilkan banyak puisi-puisi legendaris dan populer. Puisi karya Taufik Ismail sering mengangkat tema nasionalisme dan religiusitas. Selain itu, ia juga telah menerima banyak penghargaan atas karya-karyanya.

Nah, artikel ini akan memaparkan berbagai puisi-puisi karya Taufik Ismail yang paling populer dan melegenda, lengkap beserta arti serta penjelasannya.

Biodata Singkat Taufik Ismail

Indonesia memiliki banyak sastrawan dan penyair terkenal yang legendaris, diantaranya yaitu Taufik Ismail. Ia adalah penyair terkemuka yang lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat. 

Selain menulis puisi, Taufik Ismail juga aktif berorganisasi. Pada tahun 1966, ia mendirikan majalah sastra Horison. Sementara itu, pada tahun 1968, ia mendirikan Dewan Kesenian.

Taufik Ismail sudah banyak menulis buku kumpulan puisi, diantaranya yaitu:

  • Manifestasi (1963)
  • Benteng (1966)
  • Tirani (1966)
  • Puisi-puisi Sepi (1971)
  • Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971)
  • Buku Tamu Museum Perjuangan (1972)
  • Sajak Ladang Jagung (1973)
  • Puisi-puisi Langit (1990); Tirani dan Benteng (1993)
  • Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999)

Selain itu, Taufik Ismail juga pernah mendapat penghargaan karena karya-karyanya dan kontribusinya terhadap dunia sastra Indonesia. Adapun penghargaan yang pernah diperoleh oleh Taufik Ismail, yaitu:

  • Anugerah Seni dari Pemerintah (1970)
  • Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
  • Mendapat penghargaan dari Kerajaan Thailand pada tahun 1994, yaitu South East Asia Write Award
  • Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
  • Pernah menjadi penyair tamu di Amerika Serikat, tepatnya di Universitas Iowa, yaitu pada tahun 1971-1972 serta tahun 1991-1992
  • Menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur Malaysia pada tahun 1993

Taufik Ismail terus aktif menulis puisi. Beberapa puisinya menjadi sangat populer dan melegenda. Sehingga, banyak orang yang mengenal dan membaca karya puisinya tersebut.

Dalam menulis puisi, Taufik sering menggunakan diksi sederhana yang mudah dipahami oleh pembaca. Meski begitu, puisi-puisinya sarat makna dan mampu menyampaikan pesan dengan tepat.

Kumpulan Puisi Karya Taufik Ismail

Berikut ini 8 puisi karya Taufik Ismail yang paling populer dan melegenda dengan arti serta penjelasannya, yaitu:

1. Puisi Karya Taufik Ismail Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia 

Pertama

Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga

Ke Wisconsin aku dapat beasiswa

Sembilan belas lima enam, itulah tahunnya

Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia 

Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia

Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda

Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,

Whitefish Bay kampung asalnya

Kagum dia pada revolusi Indonesia 

Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya

Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama

Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya

Dadaku busung jadi anak Indonesia

Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy

Dan mendapat Ph.D. dari Rice University

Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army

Dulu dadaku tegap bila aku berdiri

Mengapa sering benar aku merunduk kini 

Kedua

Langit-langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,

Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata

Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia.

Ketiga

Di negeriku, 

Selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu

Di negeriku, 

Sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang curang 

Susah dicari tandingan

Di negeriku, 

Anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu dan cucu

Dimanja kuasa ayah, paman dan kakek secara hancur-hancuran

Seujung kuku tak perlu malu

Di negeriku, 

Komisi pembelian alat-alat besar, alat-alat ringan, senjata, 

Pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan peuyeum

Dipotong birokrasi lebih separuh masuk kantung jas safari

Di kedutaan besar, 

Anak presiden, anak menteri, 

Anak jenderal, anak sekjen dan anak dirjen

Dilayani seperti presiden, menteri, jenderal, 

Sekjen dan dirjen sejati,

Agar orangtua mereka bersenang hati

Di negeriku, 

Penghitungan suara pemilihan umum 

Sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan 

Besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan

Di negeriku,

Khotbah, surat kabar, majalah, buku dan sandiwara 

Yang opininya bersilang tak habis dan tak putus dilarang-larang

Di negeriku, dibakar pasar pedagang jelata 

Supaya berdiri pusat belanja modal raksasa

Di negeriku, Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,

Ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, 

Sekarang saja sementara mereka kalah, 

Kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka 

Oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat

Di negeriku, 

Keputusan pengadilan 

Secara agak rahasia dan tidak rahasia 

Dapat ditawar dalam bentuk jual-beli, 

Kabarnya dengan sepotong SK 

Suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,

Di negeriku, rasa aman tak ada, 

Karena dua puluh pungutan, 

Lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,

Di negeriku, telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,

Fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,

Di negeriku, sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror

Penonton antarkota cuma karena sebagian sangat kecil

Bangsa kita tak pernah bersedia menerima skor

Pertandingan yang disetujui bersama

Di negeriku, 

Rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat Piala Dunia

Demi keamanan antarbangsa

Lagi pula, Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil 

Karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta, 

Sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja

Di negeriku, ada pembunuhan, penculikan 

Dan penyiksaan rakyat terang-terangan 

Di Aceh, Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng, 

Nipah, Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi, 

Ada pula pembantahan terang-terangan 

Yang merupakan dusta terang-terangan 

Di bawah cahaya surya terang-terangan,

Dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan 

Sebagai saksi terang-terangan

Di negeriku, budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada, 

Tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang menyelam 

Di tumpukan jerami selepas menuai padi.

Keempat

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak

Hukum tak tegak, doyong berderak-derak

Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,

Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza

Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata

Dan kubenamkan topi baret di kepala

Malu aku jadi orang Indonesia.

(1998)

Penjelasan:

Puisi karya Taufik Ismail Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia memiliki tema kedaulatan rakyat yang menekankan pada kritik terhadap penyelewengan kekuasaan. Sementara itu, amanat yang bisa diambil adalah berani membuat perubahan yang lebih baik.

Dengan demikian, tidak ada lagi orang lemah yang tertindas dan terasingkan. Di samping itu, tidak ditemukan lagi ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan oleh pemegang kekuasaaan.

2. Bagaimana Kalau

Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam,

Tapi buah alpukat,

Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat,

Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah,

Dan kepada Koes Plus kita beri mandat,

Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi,

Dan ibukota Indonesia Monaco,

Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas,

Salju turun di Gunung Sahari,

Bagaimana kalau bisa dibuktikan 

Bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikin dan Ali Wardhana 

Ternyata pengarang-pengarang lagu pop,

Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia

Dibayar dengan pementasan Rendra,

Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi,

Dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan,

Bagaimana kalau akustik dunia jadi sedemikian sempurnanya 

Sehingga di kamar tidur kau dengar deru bom Vietnam, 

Gemersik sejuta kaki pengungsi, 

Gemuruh banjir dan gempa bumi 

Serta suara-suara percintaan anak muda, 

Juga bunyi industri presisi dan margasatwa Afrika,

Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes 

Dan rakyat kecil mempertimbangkan protes itu,

Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini 

Dan kita pelihara ternak sebagai pengganti

Bagaimana kalau sampai waktunya

Kita tidak perlu bertanya bagaimana lagi.

(1966)

Penjelasan:

Puisi karya Taufik Ismail Bagaimana Kalau, ditulis pada tahun 1966. Pada tahun tersebut, pemerintahan orde baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Nah, pada zaman orde baru, rakyat dibatasi, bahkan tidak diizinkan untuk protes kepada pemerintahan. Jika diperhatikan, puisi ini menyindir pemerintah pada saat itu.

Secara garis besar, poin penting dalam puisi tersebut adalah bahwa bagaimana kalau keadaannya dibalik, dimana rakyat yang memiliki kekuasaan. Hal ini dapat terlihat dalam kutipan, “Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil mempertimbangkan protes itu”.

Dari penjelasan singkat tersebut, maka bisa diketahui, tema puisi yang berjudul Bagaimana Kalau, yaitu rakyat yang tertindas dan dibatasi ruang geraknya oleh kekuasaan. Dalam hal ini, kekuasaaan yang dimaksud adalah pemerintah itu sendiri.

3. Puisi Karya Taufik Ismail Kembalikan Indonesia Padaku 

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,

Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt,

Sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,

Yang menyala bergantian,

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam

Dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam

Karena seratus juta penduduknya,

Kembalikan Indonesia padaku

Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam

Dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 watt,

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam

Lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,

Dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 watt,

Sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,

Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang

Sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam

Dan membawa seratus juta bola lampu 15 watt ke dasar lautan,

Kembalikan Indonesia padaku

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam

Dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam

Karena seratus juta penduduknya,

Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt,

Sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,

Kembalikan Indonesia padaku

(1971)

Penjelasan:

Puisi karya Taufik Ismail yang berjudul Kembalikan Indonesia Padaku menceritakan bahwa Indonesia sedang dikuasai oleh pihak-pihak asing. Puisi tersebut ditulis pada tahun 1971. Pada tahun 1971, keadaan Indonesia sedang tidak jelas dan berantakan, serta diombang-ambing oleh orang atau pihak asing.

Selain itu, ketahanan pangan Indonesia sangat lemah, bahkan kekurangan. Sehingga, saat itu Indonesia memang sedang dalam masa genting yang memprihatinkan.

Dalam puisi tersebut juga, disebutkan bahwa Pulau Jawa akan segera tenggelam. Pada dasarnya, Pulau Jawa adalah pusat pemerintahan sekaligus pusat ekonomi Indonesia. Sehingga, representasi dari Pulau Jawa tenggelam adalah seluruh Indonesia hancur.

4. Sajadah Panjang

Ada sajadah panjang terbentang

Dari kaki buaian

Sampai ke tepi kuburan hamba

Kuburan hamba bila mati

Ada sajadah panjang terbentang

Hamba tunduk dan sujud

Di atas sajadah yang panjang ini

Diselingi sekedar interupsi

Mencari rezeki, mencari ilmu

Mengukur jalanan seharian

Begitu terdengar suara azan

Kembali tersungkur hamba

Ada sajadah panjang terbentang

Hamba tunduk dan rukuk

Hamba sujud dan tak lepas kening hamba

Mengingat Dikau

Sepenuhnya.

(1984)

Penjelasan:

Puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “Sajadah Panjang” mengangkat tema religiusitas, lebih tepatnya antara hamba dan Tuhannya. Secara garis besar, puisi tersebut menceritakan kerinduan seorang hamba kepada Sang Pencipta.

Sementara itu, puisi Sajadah Panjang menggunakan citraan indah serta pemilihan diksi tepat, untuk mengekspresikan apa yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Meski tidak disebutkan secara langsung, kata “sajadah panjang” merepresentasikan simbol Islam. Namun, poin penting yang menarik adalah bahwa sajadah panjang memberikan makna pengabdian total.

Taufik ingin menunjukkan, seorang hamba harus “tunduk dan sujud” di hadapan Tuhan. Selain itu, puisi tersebut juga menyampaikan bahwa urusan duniawi hanya sementara saja.

Sedangkan, agama tidak boleh digantikan oleh perkara dunia. Hal yang terpenting, yaitu mewujudkan nilai-nilai agama itu sendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga, dapat tercipta kehidupan yang aman dan tentram.

Fakta menariknya, puisi ini juga menjadi lirik lagu dengan judul yang sama. Sehingga, sering menjadi lagu soundtrack untuk film, sinetron, dan series bergenre religius. Bahkan, lagu ini akan sering kamu dengar ketika memasuki bulan Ramadhan.

5. Puisi Karya Taufik Ismail Dengan Puisi, Aku…  

Dengan puisi aku bernyanyi,

Sampai senja umurku nanti,

Dengan puisi aku bercinta,

Berbatas cakrawala…

Dengan puisi aku mengenang,

Keabadian Yang Akan Datang,

Dengan puisi aku menangis,

Jarum waktu bila kejam mengiris…

Dengan puisi aku mengutuk,

Nafas zaman yang busuk,

Dengan puisi aku berdoa,

Perkenankanlah kiranya…

(1996)

Penjelasan:

Puisi karya Taufik Ismail “Dengan Puisi, Aku” menggambarkan tentang seseorang yang mengungkapkan perasaannya melalui puisi. Puisi tersebut menggunakan pemilihan kata yang sederhana, tapi memiliki makna yang mendalam.

Meskipun puisi tersebut cukup singkat, tapi seolah-olah menunjukkan kehidupan si penyair, yaitu Taufik Ismail yang mengabdikan dirinya dengan puisi. Ia mengungkapkan atau mengekspresikan perasaannya mengenai kehidupan ini melalui puisi.

Bahkan, disebutkan dalam puisi bahwa si aku mengutuk zaman yang busuk dengan puisi. Artinya, puisi juga digunakan sebagai media atau sarana untuk melepaskan ketidakpuasan terhadap apa yang terjadi di dunia.

6. Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini

Tidak ada pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Karena berhenti atau mundur

Berarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kita

Dalam pengabdian tanpa harga

Akan maukah kita duduk satu meja

Dengan para pembunuh tahun yang lalu

Dalam setiap kalimat yang berakhiran

Duli Tuanku ?

Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus

Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan

Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh

Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara

Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama

Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka

Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan

Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan lain

Kita harus

Berjalan terus.

(1996)

Penjelasan:

Puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini” mengangkat tema perjuangan bangsa Indonesia atau patriotisme. Secara garis besar, puisi tersebut menggambarkan upaya bangsa yang ingin maju. Dengan kata lain, bangkit dan memperjuangkan citra diri serta harga dirinya.

Dengan adanya puisi tersebut, yang menggunakan bahasa sederhana. Sehingga mudah dipahami dapat membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. 

Pasalnya, meskipun sudah merdeka, bukan berarti perjuangan berhenti. Justru tantangan baru yang harus dihadapi adalah mengisi kemerdekaan itu sendiri. Maka dari itu, amanat dari puisi ini adalah sebaiknya masyarakat atau rakyat Indonesia tetap berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. 

Dalam hal ini, bisa dengan melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Sehingga, dapat hidup mandiri, sejahtera, tapi tetap bermoral. 

7. Puisi Karya Taufik Ismail Doa

Tuhan kami,

Telah nista kami dalam dosa bersama,

Bertahun membangun kultus ini,

Dalam pikiran yang ganda…

Dan menutupi hati nurani,

Ampunilah kami,

Ampunilah,

Amin…

Tuhan kami,

Telah terlalu mudah kami,

Menggunakan asmaMu,

Bertahun di negeri ini,

Semoga…

Kau rela menerima kembali,

Kami dalam barisanMu,

Ampunilah kami,

Ampunilah,

Amin…

Penjelasan:

Puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “Doa” menggambarkan seorang hamba yang sedang memohon ampun kepada Tuhannya. Dari puisi tersebut, amanat yang ingin disampaikan, yaitu Tuhan selalu menjadi tempat kembali bagi hambanya, meski hamba tersebut telah berbuat dosa.

Oleh karena itu, sebagai seorang hamba, janganlah berhenti untuk berdoa dan memohon ampunan kepada Tuhan atas dosa-dosa yang diperbuat. Setelah memohon ampun, teruslah berbuat baik kepada semua makhluk hidup. 

Dengan demikian, kita senantiasa dekat di sisi Tuhan. Sehingga, bisa dijauhkan dari tertutupnya hati nurani. Hal ini dapat dilihat dari pengulangan kata “ampunilah” yang pada intinya, kita tidak boleh berhenti meminta pengampunan kepada Tuhan.

8. Dari Catatan Seorang Demonstran (1993)

Inilah peperangan,

Tanpa jenderal, tanpa senapan,

Pada hari-hari yang mendung,

Bahkan tanpa harapan…

Di sinilah keberanian diuji,

Kebenaran dicoba dihancurkan,

Pada hari-hari berkabung,

Di depan menghadang ribuan lawan…

(1993)

Penjelasan:

Tidak hanya mengangkat tema nasionalisme dan hubungan antara hamba dan Tuhannya, tetapi Taufik Ismail juga menulis puisi sebagai media kritik terhadap kekuasaan. Salah satunya dengan puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “Dari Catatan Seorang Demonstran”.

Puisi tersebut menggambarkan secara jelas ketidakberdayaan para demonstran. Pasalnya, mereka tidak memiliki apapun yang bisa digunakan untuk melawan pemerintah dan pasukannya.

Sementara itu, para demonstran juga melakukan perang gerilya dengan berpindah-pindah tempat. Terkadang, mereka hidup bergantung dengan alam, karena tidak memiliki apapun yang berharga. Namun, para demonstran tersebut tetap melawan dan menjunjung tinggi keadilan untuk rakyat yang tertindas.

Selain itu, puisi “Dari Catatan Seorang Demonstran” tersebut juga menunjukkan dukungan serta keprihatinan pengarang terhadap para demonstran yang sedang berjuang melawan ketidakadilan.

Sudah Temukan Puisi Karya Taufik Ismail yang Paling Disukai?

Itulah kumpulan puisi karya Taufik Ismail yang paling populer dan melegenda. Masing-masing puisi tersebut memiliki tema yang berbeda serta amanat yang baik untuk para pembacanya.

Selain itu, diksi yang dipilih mudah dipahami. Dengan demikian, pembaca dapat memahami isi atau pesan yang ingin disampaikan oleh penyair yang tak lain adalah Taufik Ismail.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page