Memiliki rasa cinta terhadap negara sendiri adalah kewajibab bagi setiap warga negaranya. Namun, apa yang akan terjadi apabila rasa cinta tersebut berlebihan dan berubah menjadi fanatisme? Kondisi tersebut dikenal pula dengan istilah chauvinisme atau sauvinisme.
Apa yang Dimaksud dengan Sauvinisme?

Dalam bahasa Indonesia, chauvinisme dieja sauvinisme. Kondisi tersebut merupakan suatu ideologi untuk memiliki sikap bangga, cinta, setia atau loyalitas tinggi pada suatu negara dengan merendahkan atau menganggap negara yang lain buruk. Sifat fanatik tersebut memberikan dampak buruk bagi penganutnya.
Sementara itu, menurut KBBI pengertian istilah tersebut adalah rasa cinta yang berlebihan terhadap tanah air. Kondisi rasa cinta pada bangsa atau negara tersebut berada pada tingkatan yang ekstrem, dan dimiliki suatu kelompok atau golongan tertentu. Walaupun paham ini memiliki dampak positif, tetapi orang yang memiliki paham ini dapat menimbulkan konflik tertentu.
Menurut Mirandalaurensi, ideologi tersebut adalah aksi memuliakan negaranya dan memandang rendah negara lain. Di antara ciri-cirinya adalah mencela suku negara lain karena adanya perbedaan budaya dengan negaranya.
Demikian juga menurut Inoviana. Beliau menyatakan bahwa sauvinisme adalah istilah untuk mengutarakan loyalitas yang ekstrem terhadap partai politik dalam suatu negara dengan mengabaikan pandangan lainnya.
Asal-usul Ideologi Chauvinisme

Paham sauvinisme ini muncul pertama kali dari seorang tentara Prancis, Nicolas Chauvin, pada tahun 1839. Beliau menunjukkan kecintaan yang fanatik dalam pengabdiannya terhadap Napoleon Bonaparte.
Meskipun pada saat itu Napoleon mengalami kekalahan, nyatanya Nicolas Chauvin masih bertahan dengan kesetiaannya terhadap Napoleon. Chauvin memiliki beberapa luka pada badannya dan hanya memperoleh penghargaan kecil atas pengabdiannya. Walaupun demikian, beliau masih loyal bahkan ketika Napoleon sudah dibuang ke pulau St. Helena.
Pada tahun 1960 arti paham chauvinisme berubah. Banyak orang menggunakannya dengan pemikiran agresif kepada pria dan wanita. Pada masa itu, kaum feminis menggunakan istilah tersebut dengan “chauvinisme laki-laki”. Bahkan, para lelaki menggunakannya untuk bersikap seksis terhadap wanita.
Selain itu, ideologi ini juga menyebabkan perubahan keseimbangan terhadap tenaga kerja pada masa Perang Dunia II. Akibatnya, para lelaki meninggalkan kewajiban mereka untuk berperang sehingga wanita menggantikannya.
Namun, pada era modern, paham ini tergantikan dengan kepercayaan bahwa kedudukan wanita adalah superior.
Dampak Positif dan Negatif serta Akibat dari Sikap Fanatik pada Negara
Sekilas, chauvinisme memiliki risiko yang mengancam kesatuan dan persatuan suatu negara. Tetapi, keberadaan sifat fanatik nyatanya juga bagai pisau bermata dua. Pasalnya, paham ini bisa membawa dampak negatif dan positif sekaligus bagi kehidupan dan kelangsungan suatu negara.
1. Dampak Positif
- Meningkatkan daya juang masyarakat untuk membela negara,
- Menciptakan solidaritas dalam menghadapi ancaman pada bangsa,
- Memudahkan pemerintah dalam menjalankan negara,
- Menyatukan warga negaranya untuk mematuhi pemerintah.
2. Dampak Negatif
- Memicu perang dunia,
- Membuat orang lain terus berpikiran negatif terhadap negara lain,
- Menyebabkan orang menjadi tertutup dan sulit bersosialisasi,
- Menyulut disintegrasi sehingga menyebabkan pertikaian dan kerusuhan,
- Dapat membuat seseorang melupakan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta,
- Menyulut ambisi seorang pemimpin untuk menguasai dan menyerang bangsa lainnya.
Meskipun memiliki dampak positif, namun banyak negara yang tidak menerapkan paham ini karena mengancam kesatuan dan persatuan. Salah satu contohnya adalah Indonesia. Alasannya, paham chauvinisme bertentangan dengan Pancasila pada sila ke-3, yang berbunyi “Persatuan Indonesia”.
Contoh-contoh Sikap Sauvinisme
Pada masa lalu, beberapa negara menerapkan paham chauvinisme sehingga menjadi contoh dan sejarah nyata yang memperlihatkan bagaimana ideologi ini berproses.
1. Jepang
Tenno Haika merupakan pemimpin Jepang yang menggunakan pandangan bahwa negara lain tidak sebanding dengan negaranya. Pandangan tersebut akhirnya menyebabkan terjadinya peperangan antara negara Jepang dengan negara lainnya.
2. Italia
Sama dengan Jepang, salah seorang pemimpin Italia, B. Mussolini, juga pernah menganut paham ini. Beliau menganggap bahwa negara lain menirukan bangsanya dan menilai rendah bangsa-bangsa tersebut. Tidak heran jika pemikiran tersebut terkenal sebagai bentuk pemikiran yang sombong dan kaku.
3. Jerman
Pada masa kepemimpinan Adolf Hitler, Jerman merupakan negara dengan pemerintahan yang kejam dan kaku. Hitler terkenal membenci bangsa Yahudi, anak cacat dan orang kembar.
Ia beranggapan bahwa bangsanya memiliki suku ras yang lebih unggu daripada suku bangsa lain. Pandangannya tersebut menjadi salah satu penyebab timbulnya Perang Dunia I.
Ada beberapa ciri dalam tatanan masyarakat di sebuah negara yang menganut paham chauvinisme. Di antaranya adalah sebagai berikut:
- penghinaan terhadap adat istiadat pada daerah tertentu serta mencela tradisi dan normanya,
- masyarakat cenderung mencemooh seseorang dengan unsur SARA,
- mereka berprasangka negatif pada suku ras tertentu dan menganggapnya lebih rendah,
- yakin bahwa budayanya lebih unggul daripada yang lain,
- dalam konteks partai, seseorang akan membela partainya dalam hal apa pun meskipun salah,
- Biasanya, pemimpin mereka merupakan diktator dan kejam,
- dari sisi agama, terjadi perusakan tempat ibadah tanpa rasa toleransi,
- praktik diskriminasi karena adanya perbedaan dalam hal tertentu,
- menganiaya warga asing yang dinilai bertentangan, dan
- kecenderungan menganggap negara tetangga sebagai negara yang miskin dan rendahan.
Karakteristik Chauvinisme yang Mengancam Persatuan Suatu Negara
Pemahaman sauvinisme dapat terlihat dari fanatisme seseorang terhadap negaranya. Di samping ciri tersebut, ada beberapa ciri lain yang muncul pada diri seorang penganut paham ini.
1. Meremahkan Negara Lain
Ciri-ciri yang paling menonjol dalam bersikap sauvinisme adalah memandang rendah atau meremahkan bangsa lain. Misalnya, pandangan ini berpikir bahwa negara lain tidak memiliki kuasa sehingga merupakan negara yang lemah.
2. Memiliki Pemimpin yang Diktator
Pemimpin diktator merupakan ciri lain yang terlihat apabila suatu bangsa memiliki paham chauvinisme. Penerapan ideologi tersebut juga terlihat jika pemimpinnya berkeinginan untuk memusatkan otoritas penuh. Selain itu, masyarakatnya wajib melakukan semua perintah baik maupun buruk.
Di samping itu, pemimpin diktator akan menggunakan kekerasan dan tidak dapat diganggu gugat.
3. Bersikap Semena-mena kepada Negara Lain
Negara yang baik akan selalu mempertimbangkan sikapnya ketika berhadapan dengan negara lain. Sebaliknya, negara dengan pandangan sauvinisme akan menganggap dirinya dapat berdiri tanpa bantuan dari negara lain. Oleh karena itu, mereka akan bersikap semena-mena dan sembrono.
Sikap seperti itu dapat menyebabkan peperangan antarnegara.
4. Memiliki Rasa Fanatik
Sesuai dengan arti dari chauvinisme, yaitu bersikap fanatik dalam mencintai negaranya sendiri, warga negara akan menerima semua hal yang didapatkan dari pemerintah secara mentah-mentah. Pasalnya, mematuhi pemerintah dan bersikap loyal merupakan kewajiban sebagau wujud kesetiaan untuk negara.
Apabila masyarakat melanggar, maka akan menerima hukuman dari pemerintah. Sifat fanatik tersebut juga membuat mereka berpikir bahwa mereka superior dibandingkan dengan bangsa atau negara lain.
Perbedaan Chauvinisme dan Etnosentrisme
Meskipun memiliki arti yang hampir mirip, tetapi ada beberapa perbedaan dari kedua pemahaman tersebut.
Etnosentrisme sendiri merupakan paham yang menganggap kebudayaan suatu suku atau negara tertentu lebih buruk daripada kebudayaanya sendiri. Contoh tindakan akibat paham ini adalah merundung, mencela, atau melukai seseorang dari daerah lain karena memiliki perbedaan dengan mayoritas pada lingkungan tersebut.
Sementara, chauvinisme merupakan paham yang menjadi bagian identitas nasional, bukan hanya suku atau ras tertentu.
Jadi, perbedaan antara chauvinisme dan etnosentrisme adalah pada objek yang diunggulkan. Dalam sauvinisme objeknya adalah negara, sedangkan etnosentrisme mengacu pada suku bangsanya.
Sikap Chauvinisme di Era Modern
Setelah Anda memahami arti dari sikap sauvinisme, maka Anda harus lebih berhati-hati dalam bertindak dan berucap dalam ruang publik baik secara lisan maupun tulisan. Anda tidak pernah tahu dampak apa yang dapat terjadi ketika Anda memperlihatkan paham chauvinisme.
Contoh, ketika ada yang membahas tentang negara Indonesia, ada beberapa orang yang membela negara Indonesia dengan merendahkan bahkan mencela suku bangsa orang tersebut. Perilaku tersebut termasuk dalam sikap sauvinisme.
Sudah sepatutnya Anda berhati-hati karena sikap itu juga menyebabkan konflik antar warga negara.
Apa yang Harus Dilakukan Sebagai Seorang Warga Negara?
Memiliki kecintaan pada tanah air, dan menjaga kesatuan dan persatuan dalam dan antarnegara, merupakan kewajiban seorang warga negara. Meskipun demikian, ideologi chauvinisme bukanlah jalan yang tepat untuk menunjukkan kecintaan dan komitmen menjaga persatuan negara. Sebaliknya, pemahaman tersebut merupakan ancaman bagi keamanan dan kesejahteraaan sebuah negara.