Tentu saja seseorang merasa terkejut apabila ada individu yang tidak mereka kenal tiba-tiba menunjukkan bagian organ intimnya kepada orang lain. Tindakan semacam ini bernama eksibisionisme. Gangguan eksibisionisme psikologi adalah sejenis gangguan seksual yang menyimpang.
Meski begitu, banyak yang belum sepenuhnya memahami alasan mengapa seorang eksibisionis dengan sengaja menampilkan bagian tubuh pribadinya di depan banyak orang. Maka dari itu, untuk mengetahui lebih lanjut tentang fenomena eksibisionisme, simak selengkapnya pada artikel berikut ini!
Apa Itu Gangguan Eksibisionisme Psikologi?
Sederhananya, gangguan eksibisionisme psikologi adalah bentuk gangguan penyimpangan seksual yang menyebabkan seseorang merasa ingin menunjukkan organ intimnya kepada orang lain tanpa seizin dari mereka.
Individu yang mengidap eksibisionisme merasa puas dan senang ketika mereka memamerkan bagian tubuh mereka kepada orang lain. Bahkan, mereka bisa semakin terangsang ketika melihat reaksi orang lain yang merasa jijik atau takut.
Berdasarkan buku panduan diagnostik gangguan jiwa, DSM Edisi ke-5, sekitar 2 sampai 4 persen pengidap eksibisionis adalah pria. Meskipun demikian, kemungkinan perempuan juga dapat mengalami penyimpangan seksual ini.
Gangguan eksibisionisme psikologi adalah termasuk dalam kategori parafilia. Seseorang yang menderita gangguan psikologi eksibisionis umumnya memiliki imajinasi, nafsu, dan hasrat seksual yang tinggi terhadap objek, kegiatan seksual, dan tindakan tidak konvensional.
Ciri-Ciri Gangguan Eksibisionisme

Biasanya, ciri-ciri atau gejala gangguan eksibisionisme mulai muncul ketika seseorang berusia antara 15 hingga 25 tahun. Tetapi, gejala ini akan cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Berikut ini adalah beberapa ciri dari gangguan eksibisionisme psikologi:
- Merasa puas ketika mereka menunjukkan atau memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang asing di tempat umum. Beberapa orang yang mengalami kondisi tertentu cenderung menunjukkan alat kelamin mereka hanya kepada kelompok sosial tertentu, seperti anak kecil atau lawan jenis.
- Mendapatkan gairah seksual ketika melihat reaksi korbannya (orang yang melihat alat kelamin mereka), seperti terkejut, kagum, atau takut, dan ini dapat diikuti dengan masturbasi. Namun, perlu ingat bahwa mereka tidak memiliki niat untuk melakukan kontak fisik atau hubungan seksual dengan korban.
- Karakteristik pengidap eksibisionisme psikologi adalah cenderung kesulitan dalam memulai atau menjaga hubungan baik dalam asmara maupun pertemanan.
- Sebagian individu yang terkena gangguan parafilia juga dapat menunjukkan tanda-tanda gangguan seksual yang lain, dan dalam beberapa kasus bisa dianggap sebagai individu dengan hiperseksualitas.
Tingkatan Gangguan Eksibisionisme
Gangguan eksibisionisme psikologi memiliki beberapa tingkatan yang perlu Anda ketahui, diantaranya adalah:
1. Eksibisionisme Ringan
Eksibisionisme psikologi ringan adalah kondisi ketika seseorang hanya berfantasi untuk membiarkan orang lain melihat tubuhnya. Umumnya, orang yang mengalami eksibisionisme ringan cenderung tidak berani melampaui tingkat berfantasi.
2. Eksibisionisme Sedang
Tingkatan kedua ini biasanya terjadi pada mereka yang mengalami kelainan seksual pada tingkat lebih lanjut. Mereka sudah pernah memperlihatkan bagian tubuh hingga organ seksual kepada orang lain. Pada tahap ini, kemungkinan besar pengidap eksibisionis mengalami kesulitan mengendalikan keinginan seksualnya.
3. Eksibisionisme Parah
Sedangkan pengidap eksibisionisme parah secara psikologi adalah mereka yang mengalami kelainan seksual pada tingkat yang mencapai puncaknya. Individu yang mengalami kondisi ini tidak hanya kesulitan dalam mengendalikan dorongan eksibisionis, tetapi juga merasa puas ketika berhasil melakukan perilaku eksibisionis.
Meskipun kasusnya jarang terjadi, orang yang mengalami eksibisionisme parah biasanya sulit disembuhkan dan memerlukan waktu, usaha, serta dukungan yang besar untuk mengatasi gangguan tersebut.
Dampak Perilaku Eksibisionisme pada Korban

Dampak gangguan eksibisionisme psikologi adalah berupa dampak traumatis yang signifikan bagi korban. Berdasarkan laporan korban sendiri, efek negatif yang muncul pada korban yakni merasa menjadi korban kekerasan, perubahan perilaku, dan stres psikologis jangka panjang.
Korban juga dapat mengalami dampak psikologis berupa depresi, kecemasan, trauma, dan histeria. Terutama jika korban memilih untuk diam karena takut akan stigma masyarakat yang bisa membuat mereka dianggap rendah dan kotor.
Masyarakat seringkali kurang memahami eksibisionisme dan reaksi yang korban tunjukkan bisa menjadi apa yang pelaku harapkan. Penting untuk diingat bahwa kepuasan pelaku eksibisionisme psikologi adalah bergantung pada bagaimana korban meresponsnya, seperti merasa kaget, jijik, teriak, atau juga bisa menangis.
Penyebab Gangguan Eksibisionisme
Beberapa faktor psikologis yang menyebabkan adanya gangguan eksibisionisme psikologi adalah:
1. Faktor Biologis
Eksibisionisme dapat terkait dengan tingkat hormon testosteron yang lebih tinggi pada pelakunya. Hormon ini mempengaruhi dorongan seksual baik pada pria maupun wanita.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa ada kaitan antara tingginya hormon testosteron dengan perilaku seksual yang tidak wajar. Selain itu, kelainan kromosom seperti sindrom Klinefelter, yang menyebabkan pria memiliki kromosom X ekstra, juga diyakini menjadi faktor risiko seseorang mengembangkan gangguan eksibisionisme.
2. Trauma Masa Kanak-Kanak
Riwayat pelecehan emosional saat masa kanak-kanak dan disfungsi keluarga dapat menjadi faktor risiko bagi seseorang dalam mengembangkan gangguan eksibisionisme. Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara trauma masa kanak-kanak dan perkembangan perilaku eksibisionis pada masa dewasa.
3. Perilaku Impulsif
Faktor lain yang menyebabkan gangguan eksibisionisme psikologi adalah kurangnya kendali diri dan perilaku impulsif, terutama dalam hal dorongan seksual. Perilaku ini ditandai oleh tindakan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya lebih dahulu.
Meskipun perilaku ini normal pada tingkat tertentu, kurangnya kontrol diri dapat mendorong perilaku eksibisionis lebih parah. Kurangnya kemampuan untuk mengendalikan dorongan seksual atau perilaku impulsif bisa menyebabkan perilaku eksibisionis merugikan diri sendiri dan orang lain.
4. Gangguan Kepribadian
Ketidakstabilan kepribadian seperti narsisme, dikombinasikan dengan kurangnya kontrol diri atau dorongan seksual yang kuat, dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan eksibisionisme. Kondisi ini mempengaruhi cara individu berinteraksi dengan orang lain dan bisa menjadi pendorong perilaku eksibisionis.
5. Faktor Lain
Beberapa faktor risiko lain yang terkait dengan gangguan eksibisionisme psikologi pada pria atau wanita adalah gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, dan kecenderungan pedofilia.
Selain itu, beberapa orang yang mengalami eksibisionisme mungkin juga mengalami gangguan seksual lain yang menunjukkan perilaku hiperseksual. Semua faktor ini dapat menjadi penyebab munculnya perilaku eksibisionis yang tidak pantas dan menyimpang.
Cara Mengatasi Gangguan Eksibisionisme

Biasanya, banyak orang yang menderita gangguan eksibisionistik tidak akan mencari perawatan atau pengobatan untuk kondisi mereka secara sukarela. Mereka baru akan mencari bantuan medis ketika tertangkap dan diwajibkan untuk menjalani perawatan tertentu berupa:
1. Psikoterapi
Terapis atau ahli kesehatan mental akan mengajarkan kemampuan koping, teknik relaksasi, pelatihan empati, dan cara mengelola perilaku seksual yang tidak sesuai. Mereka juga akan membantu mengidentifikasi dan menyelesaikan akar masalah dari gangguan kesehatan mental.
2. Terapi Kognitif
Salah satu jenis psikoterapi yang digunakan untuk mengatasi gangguan eksibisionisme psikologi adalah terapi kognitif. Dalam terapi ini, pasien akan belajar mengenali pemicu perilaku memamerkan alat kelamin dan cara mengelola dorongan dan fantasi seksual tersebut.
Psikolog atau ahli kesehatan mental akan membantu mengalihkan fantasi seksual menjadi bentuk lain yang lebih positif dan melakukan restrukturisasi kognitif.
3. Support Group
Selain psikoterapi dan terapi kognitif, pelaku eksibisionisme juga dapat mengikuti konseling kelompok atau support group. Konseling ini melibatkan orang-orang yang menghadapi masalah serupa, namun juga bisa melibatkan tenaga kesehatan mental.
Kelompok ini bertujuan untuk memberikan dukungan agar mereka bisa keluar dari perilaku yang tidak sesuai norma tersebut. Support group membantu pelaku untuk pulih lebih cepat, karena dapat mendorong mereka untuk menghentikan kebiasaan buruk dan kembali diterima oleh masyarakat setelah hidupnya kembali normal.
4. Obat-obatan
Selama menjalani psikoterapi, pelaku akan diberikan resep obat-obatan untuk menghambat hormon seksual atau mengurangi dorongan seksual. Beberapa obat yang dapat diberikan kepada pengidap eksibisionisme psikologi adalah obat penurun hasrat seksual, antidepresan.
Selain itu juga ada obat SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors), leuprolide, dan medroksiprogesteron asetat. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa penanganan gangguan eksibisionistik harus dilakukan secara profesional dan tepat.
Orang yang menderita gangguan ini perlu mencari bantuan medis untuk mendapatkan perawatan yang sesuai agar mereka dapat mengatasi masalahnya dengan lebih baik.
Sudah Paham Penyebab Gangguan Eksibisionisme Psikologi?
Kesimpulannya, gangguan eksibisionisme psikologi adalah suatu masalah serius yang perlu lebih diperhatikan dalam masyarakat. Perilaku eksibisionis dapat menyebabkan trauma bagi korban dan menciptakan ketidaknyamanan serta kecemasan di sekitarnya.
Dengan kesadaran yang meningkat dan penanganan yang tepat terhadap gangguan eksibisionisme. Kita dapat menciptakan lingkungan aman serta peduli terhadap kesehatan mental dan seksual individu-individu di dalamnya.
Kerja sama antara masyarakat, tenaga medis, dan lembaga terkait sangat penting untuk memberikan dukungan bagi mereka yang memerlukan bantuan dalam mengatasi gangguan eksibisionisme dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.