Pengertian Stigma: Fungsi, Jenis, Faktor, dan Contohnya

Kamu mungkin pernah mendengar istilah stigma yang kerap muncul dan beredar di antara buku-buku bacaan formal, berita, atau bahkan pada obrolan orang-orang sekitar. 

Cukup dengan melihat konteks pembicaraannya, kamu mungkin akan tahu apa arti istilah tersebut. Namun, bagaimana definisi yang sebenarnya tentang istilah ini? Simak artikel ini untuk mengetahui lebih lanjut.

Pengertian Stigma

Pada dasarnya, otak manusia dapat berpikir begitu luas, sehingga menciptakan banyak buah pemikiran yang berbeda-beda di setiap insannya. Buah pemikiran tadi boleh jadi adalah sesuatu yang bernilai positif atau mungkin pemikiran negatif. 

Kemudian pemikiran tersebut yang akhirnya akan menjadi standar-standar penilaian masyarakat terhadap berbagai hal. Dari sanalah stigma muncul yang berupa opini-opini publik terhadap sesuatu yang mereka anggap berbeda atau kadang cenderung menyimpang dari standar yang sudah ada. 

Mengutip dari KBBI menyatakan bahwa istilah tersebut merupakan sebuah ciri negatif atau sebuah sikap yang menyimpang dari seseorang. Penyimpangan ini karena orang yang bersangkutan bersikap sesuai standar masyarakat kebanyakan.

Istilah ini sebenarnya mengutip dari bahasa inggris yang memiliki arti noda, ataupun bercak. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penempatan istilah stigma ini dapat juga berarti ketidaksetujuan masyarakat atas sikap seseorang. 

Akhirnya, pandangan buruk terhadap orang tersebut membuat masyarakat secara tidak langsung memberikan label negatif sebagai stigma atau cap yang telah melekat.

Apa Saja Fungsinya?

Jika memperhatikan pengertian dasarnya, kata tersebut memang bermakna negatif. Namun, dalam praktiknya penggunaan stigma juga diberikan kepada seseorang dengan makna positif.

Oleh karena itu, stigma juga kerap berguna bagi kehidupan masyarakat sehari-hari. Adapun contoh fungsi dari pemberian cap dengan makna positif dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut.

  • Orang yang memiliki pendidikan tinggi, hingga kuliah S1 bahkan magister, mendapatkan cap bahwa mereka pandai. Kondisi tersebut mempermudah mereka dalam mendapatkan pekerjaan.
  • Stereotip positif terhadap ras tertentu, membuat orang secara instan berpikir bahwa orang yang berasal dari kelompok tersebut memiliki karakteristik yang baik juga.
  • Pemberian label tertentu terhadap kelompok politik, sedikit banyak akan memberikan keuntungan bagi kelompok politik pesaingnya dalam meraih simpati masyarakat.                                                                                                                              

Jenis-Jenis Stigma

Jenis-Jenis Stigma
Jenis-Jenis Stigma | Image source : Pexels

Ada beberapa jenis stigma yang mungkin sering kamu dengar dan  terjadi di lingkungan sekitar kita, baik dalam bersosialisasi di rumah, tempat kerja, teman dan orang lain. Berikut adalah 5 jenis-jenisnya, yaitu:

1. Labeling

Labeling adalah suatu kondisi adanya pembedaan atau pemberian label terhadap seseorang atas hal yang membuatnya berbeda. Perbedaan ini sering kali dianggap tidak sesuai dengan standar masyarakat sekitar, setidaknya terhadap sesuatu yang sudah menjadi standar masyarakat kebanyakan.

Jenis pemberian cap negatif ini berupa menandai seseorang dalam hal yang dianggap kurang atau melebihi standar. Dengan demikian, baik buruknya label yang diberikan akan membuatnya menonjol.

Sebagai contoh, saat sekolah kamu mungkin memiliki teman sekelas yang mendapatkan label paling nakal atau paling pandai.

2. Stereotip

Berbeda dengan labeling, stereotip menjadi salah satu stigma yang lebih berdasarkan keyakinan milik kelompok sosial tertentu. Stereotip merupakan hasil dari kerangka pemikiran yang terkait atribut personal kelompok sosial ataupun kategori sosial yang spesifik.

Kondisi tersebut menjadi aspek kognitif yang muncul karena adanya pengetahuan serta keyakinan mengenai beberapa hal. Akibatnya, memunculkan sebuah pandangan yang seolah menjadikan hal tersebut sebagai standar di setiap lapisan masyarakat. 

Kendati begitu, kenyataannya tidak semua stereotip ini terbukti. Pasalnya, pada dasarnya setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagai contoh, stereotip terhadap gender tertentu atau terhadap orang-orang dari etnis tertentu.

3. Separation

Separation adalah bentuk hubungan pemisahan antara pihak-pihak yang memberikan dan pihak yang diberikan cap atau ciri negatif. Keduanya menjadi golongan yang berbeda. Biasanya, pihak pemberi label tidak memiliki label ataupun stereotip.

Sedangkan, berbanding terbalik dengan pihak yang mendapatkan label dan stereotip. Jika ciri negatif sudah diberikan, semuanya akan terasa benar dan sesuai kenyataan.

Selain itu, seringkali pemisahan yang signifikan ini akan terasa oleh pihak yang mendapatkan label, bahkan mereka sendiri juga setuju dengan stereotip yang diberikan kepadanya.

4. Diskriminasi

Diskriminasi termasuk sebagai sikap merendahkan atau penindasan terhadap orang-orang tertentu, karena mereka masuk dalam sebuah kelompok sosial tertentu.

Adanya pandangan negatif yang diskriminatif ini menjadi sebuah ketidakadilan pemikiran terhadap orang-orang yang bersangkutan. Kondisi tersebut menjadi komponen behavioral yang tak bisa lepas, ketika sebuah stigma muncul pada satu kelompok sosial.

Sebagai contoh, sebuah kelompok masyarakat A memiliki label negatif terkait perilaku mereka. Dengan demikian, secara otomatis akan muncul diskriminasi terhadap semua orang yang termasuk dalam kelompok A. Padahal, belum tentu orang tersebut memiliki perilaku yang sama.

5. Pengucilan

Pengucilan menjadi salah satu perilaku yang kemudian muncul apabila seseorang memiliki stigma buruk di mata masyarakat.

Jenis pemberian cap atau ciri negatif ini berupa sikap mengucilkan, menjauhi, dan membuat orang yang bersangkutan merasa asing dari pergaulan atau kelompok yang dulu menerimanya. Perilaku ini memberikan perasaan tidak diterima oleh mayoritas.

Biasanya pada titik ini, akan terjadi apabila perilaku orang yang bersangkutan terlampau jauh berbeda dari standar yang mereka anggap normal atau baik di masyarakat. Perasaan terasing ini akan membuat orang tersebut mengalami kesulitan berbaur dengan orang lain.

4 Faktor Pembentuk Adanya Stigma

Sejumlah Pendemo "Black Lives Matter"
Sejumlah Pendemo “Black Lives Matter” | Image source : Pexels

Adanya pemikiran negatif atau anggapan menyimpang sebenarnya berasal dari cara berpikir individu itu sendiri. Berikut ini adalah 4 faktor yang menyebabkan munculnya stigma, yaitu:

1. Ilmu Pengetahuan atau Wawasan

Tak dapat kita pungkiri, kurangnya pengetahuan akan memberikan pengaruh pada pola pikir dan pemahaman seseorang dalam menanggapi setiap permasalahan.

Pengetahuan yang dimiliki menjadi latar belakang utama yang akan membantu seseorang mengembangkan pemikirannya. Selain itu, pengetahuan ini juga erat hubungannya dengan pengalaman hidup, lingkungan, dan pekerjaan yang mereka miliki.

2. Persepsi yang Berbeda

Masih terkait dengan pengetahuan, memberikan pengaruh besar dalam proses kita mengelola pemikiran. Akhirnya munculah persepsi yang juga berbeda-beda pada setiap individu.

Pola pikir dan cara pandang kita terhadap orang yang mendapatkan cap negatif di masyarakat nantinya akan mempengaruhi perilaku kita pada orang tersebut.

3. Tingkat Pendidikan

Secara struktural, tingkat pendidikan memberikan pengaruh besar atas luas atau tidaknya pengetahuan seseorang. Pengetahuan dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan dan teori-teori yang mereka dapatkan ketika mengemban ilmu.

Namun, bukan berarti tingkat pendidikan menjadi satu-satunya akar pengetahuan yang membentuk sudut dan cara pandang kita terhadap orang lain. Di sisi lain orang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, bahkan juga bisa mendapatkan stigma tertentu di masyarakat.

4. Pembentukan Stigma Berdasakan Usia

Faktor pembentuk stigma lainnya adalah usia. Seiring berjalannya waktu, orang di usia yang lebih dewasa memiliki pengalaman yang berbeda dan lebih banyak daripada orang yang jauh lebih muda. Hal ini mempengaruhi bagaimana mereka memandang orang lain. Usia memberikan perubahan cara berpikir.

Contoh Stigma yang Mempengaruhi Pandangan Masyarakat

Berikut adalah beberapa contoh cap negatif yang paling sering muncul di lingkungan kita yakni:

  • Anggapan negatif masyarakat awam dalam menanggapi berbagai kasus mental health yang sering merugikan.
  • Stereotip tentang perempuan di lingkungan yang masih menerapkan patriarki.
  • Penggambaran media terhadap gambaran penjahat yang sering muncul sebagai karakter yang tidak memiliki kemanusiaan.
  • Stereotip tentang orang dari kelompok ras tertentu yang mempengaruhi penilaian masyarakat akan orang tersebut.

Baca Juga : Mengenal Prejudice: Pengertian, Jenis, Indikator, dan Dampaknya

Kamu Siap untuk Lebih Bijak dalam Penggunaan Stigma?

Stigma boleh ada, akan tetapi satu hal yang seharusnya kita sadari bahwa jangan sampai menjadi tolok ukur dalam menilai segala sesuatu. Pasalnya, pemberian stereotip dapat menyebabkan pihak-pihak tersebut mengalami diskriminasi atas pemerataan pandangan negatif. 

Padahal, belum tentu mereka memiliki perilaku yang sama dengan seseorang yang memilki sikap buruk. Oleh karena itu, kamu harus lebih bijak dalam memandang seseorang. Selain itu, pastikan untuk tidak membeda-bedakan asal suku, ras, atau agama orang tersebut.

Share: