Salah satu wanita hebat Indonesia yang berperan dalam kemerdekaan, yaitu Cut Nyak Dien. Ia merupakan pahlawan nasional yang berasal dari Aceh yang begitu gigih melawan kolonialisme Belanda bersama masyarakat Aceh lainnya. Untuk menghargai jasa dan perjuangan beliau, Anda perlu tahu biografi Cut Nyak Dien.
Dalam artikel ini, Anda akan mengetahui profil dari Cut Nyak Dien, mulai dari latar belakang keluarga hingga beliau wafat. Perjuangan dan peran Cut Nyak Dien dalam melawan Belanda juga akan dibahas. Selain itu, tidak ketinggalan juga pembahasan tentang fakta dan apresiasi untuk Cut Nyak Dien.
Daftar ISI
Profil Cut Nyak Dien
Pembahasan pertama dalam biografi Cut Nyak Dien adalah profil kehidupan beliau yang berawal dari latar belakang keluarga, masa kecil, pernikahan dan keluarga, wafat, hingga peninggalan dan warisannya. Berikut ini adalah pembahasan secara lengkapnya.
1. Latar Belakang Keluarga Cut Nyak Dien
Biografi Cut Nyak Dien ini dimulai dengan latar belakang keluarganya. Ia lahir di Kampung Lam Padang, VI Mukim, Aceh pada tanggal 24 November 1848. Keluarga Cut Nyak Dien memiliki darah campuran Aceh dan Minangkabau. Ia memiliki garis keturunan keluarga bangsawan Aceh yang berasal dari ibunya, yaitu Teuku Intan.
Ayahnya adalah Teuku Nanta Setia yang merupakan seorang ulama dan pejuang kemerdekaan Aceh. Kakek dari ayahnya adalah Datuk Makhudum Sati, seorang perantau dari Minangkabau, Sumatera Barat.
Kakek Cut Nyak Dien merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Pariaman. Kakeknya datang ke Aceh pada abad ke-18 pada masa kesultanan Aceh dipimpin oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.
Ayah Cut Nyak Dien yang merupakan tokoh masyarakat di daerah Lampadang, berperan dalam mengorganisir perlawanan rakyat Aceh terhadap kekuasaan Belanda sejak Cut Nyak Dien kecil. Ibunya juga memiliki peran penting dalam tumbuhnya karakter Cut Nyak Dien.
Cut Nyak Dien tumbuh dalam keluarga yang religius dan memiliki nilai-nilai kebangsawanan yang tinggi. Ia belajar agama Islam dari ayahnya dan belajar berburu dari kakeknya yang merupakan seorang pejuang juga. Selain itu, keluarga Cut Nyak Dien menjunjung tinggi kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.
Keluarga Cut Nyak Dien juga memiliki kebanggaan terhadap warisan dan budaya Aceh. Mereka mewariskan tradisi dan adat istiadat Aceh, serta mengajarkan bahasa Aceh. Hal tersebut membuat Cut Nyak Dien memiliki identitas yang kuat sebagai orang Aceh.
2. Masa Kecil Cut Nyak Dien
Biografi Cut Nyak Dien ini juga akan menceritakan tentang masa kecilnya yang tumbuh menjadi gadis cantik, pintar, lemah lembut, tegas, dan berbudi luhur. Ia juga terbiasa dengan hidup di lingkungan multikultural. Hal itu disebabkan karena Aceh adalah daerah yang terkenal dengan keberagaman etnis dan agamanya.
Lingkungan sekitarnya juga banyak menyumbang pembentukan karakter Cut Nyak Dien. Aceh pada masa itu merupakan daerah yang terkenal dengan perjuangan melawan penjajahan Belanda.
Cut Nyak Dien akhirnya tumbuh dalam lingkungan yang keras dan penuh dengan perjuangan. Ia sering mendengarkan cerita para pejuang Aceh dalam melawan Belanda, yang menjadi inspirasi baginya untuk menjadi seorang pejuang.
Selain mempelajari ilmu agama Islam sejak kecil, ia juga belajar bahasa Melayu, bahasa Arab, bahkan bahasa Inggris, walaupun tidak didapatkan melalui pendidikan formal karena lingkungannya kurang mendukung hal itu untuk perempuan.
Meskipun demikian, Cut Nyak Dien tetap bersemangat untuk belajar dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Untuk ilmu-ilmu yang berhubungan dengan rumah tangga, seperti memasak, melayani suami, dan kehidupan sehari-hari diajarkan langsung oleh ibunya.
3. Pernikahan dan Keluarga
Beberapa sumber biografi Cut Nyak Dien menyebutkan bahwa pada tahun 1862, Cut Nyak Dien yang masih berumur 12 tahun dijodohkan oleh orang tuanya dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang atau bangsawan Aceh keturunan Lamnga XII.
Ibrahim Lamnga sendiri adalah seorang pejuang Aceh yang terlibat dalam perang melawan Belanda. Namun, pernikahan mereka tidak berlangsung lama karena Ibrahim Lamnga gugur dalam pertempuran melawan Belanda, dan Cut Nyak Dien menjadi janda pada usia yang masih muda.
Pada tahun 1880, Cut Nyak Dien melepas masa jandanya karena dinikahi oleh Teuku Umar. Sebelumnya, Cut Nyak Dien meminta perjanjian saat menerima lamaran tersebut, yakni ingin ikut turun di medan perang setelah pernikahan. Dari pernikahan keduanya, Cut Nyak Dien dikaruniai anak diberi nama Cut Gambang.
Pernikahan mereka menjadi pernikahan yang sangat penting dalam sejarah Aceh. Keduanya merupakan pejuang yang berjuang bersama-sama melawan Belanda dan menjadi inspirasi bagi masyarakat Aceh untuk terus berjuang mempertahankan kemerdekaan dan identitas budaya mereka.
4. Masa Tua dan Meninggalnya Cut Nyak Dien
Setelah perjuangan dan pengabdian yang panjang dalam mempertahankan kemerdekaan Aceh, Cut Nyak Dien yang sudah relatif tua mengalami kondisi tubuh yang tidak lagi mendukung untuk ia ikut berperang. Hal tersebut juga terjadi karena berbagai penyakit yang menggerogoti tubuhnya, seperti encok dan rabun.
Cut Nyak Dien akhir meninggal dunia pada 6 November 1908 di pengasingannya yang berada di Sumedang, Jawa Barat dan dimakamkan di sana juga. Pada tahun 1959, makam Cut Nyak Dien berhasil ditemukan atas perintah Ali Hasan, Gubernur Aceh saat itu.
5. Warisan dan Pengaruh
Biografi Cut Nyak Dien menjadi salah satu kisah dari tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dan menjadi simbol perjuangan perempuan dalam merebut kemerdekaan.
Sebagai seorang pejuang, Cut Nyak Dien mewariskan semangat juang dan keberanian kepada masyarakat Aceh dan Indonesia pada umumnya.
Selain itu, Cut Nyak Dien juga mewarisi nilai-nilai budaya Aceh dalam hal perjuangan kebebasan dan keadilan untuk rakyat Aceh, serta menjaga tradisi dan identitas budaya Aceh, seperti yang telah ditulis dalam biografi Cut Nyak Dien ini.
Selama hidupnya, ia memimpin pasukannya dalam perang melawan penjajah Belanda, yang menjadi bukti bahwa perempuan memiliki andil dalam perjuangan kemerdekaan.
Perjuangan dan Peran Melawan Belanda
Dalam biografi Cut Nyak Dien ini, perjuangan dan perannya dalam melawan Belanda juga akan dibahas. Berikut ini adalah beberapa perjuangan dan peran Cut Nyak Dien yang patut diketahui.
1. Awal Mula Perjuangan Melawan Belanda
Perjuangan Cut Nyak Dien dimulai saat kehilangan suaminya dalam pernikahan pertamanya dengan Teuku Ibrahim Lamnga. Sebelum ditinggalkan suaminya untuk selama-lamanya, Cut Nyak Dien sering ditinggalkan Teuku Ibrahim yang berjuang melawan kolonial Belanda.
Berbulan-bulan setelah meninggalkan istrinya di Lam Padang, Teuku Ibrahim membawa perintah untuk mengungsi dan mencari perlindungan di tempat yang aman. Atas perintah dari suaminya, Cut Nyak Dien bersama penduduk Lam Padang meninggalkan wilayah tersebut pada tanggal 29 Desember 1875.
Pada tanggal 29 Juni 1878, kabar duka menimpa Cut Nyak Dien karena gugurnya Teuku Ibrahim dalam peperangan. Kabar tersebut membuat Cut Nyak Dien terpuruk, tetapi hal tersebut juga menjadi alasan kuat Cut Nyak Dien untuk melanjutkan perjuangan sosok suaminya yang telah wafat.
2. Berjuang Bersama Teuku Umar
Cut Nyak Dien dan Teuku Umar menjadi pasangan yang berpengaruh dalam perjuangan rakyat Aceh hingga semangat para pejuang Aceh semakin berkobar. Banyak strategi yang mereka lakukan untuk melawan Belanda, salah satunya adalah mencoba mendekati Belanda.
Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar bersama pasukannya menyerahkan diri kepada kolonial Belanda di Kutaraja. Strategi tersebut berhasil mengelabui Belanda dan akhirnya Teuku Umar diberi gelar Johan Pahlawan dan menjadi komandan unit pasukan Belanda yang memiliki kekuasaan penuh.
Dengan kekuasaan tersebut, Teuku Umar bersama Cut Nyak Dien merapatkan barisan bersama para pejuang untuk kembali melawan Belanda dengan cara berpura-pura tunduk demi mendapatkan pasokan persenjataan yang kemudian digunakan untuk menyerang kembali Belanda.
Dari pertempuran tersebut, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien berhasil merebut kembali kampung halamannya, yaitu Lam Padang dari kolonial Belanda.
3. Peran Cut Nyak Dien dalam Perang Aceh
Pada 11 Februari 1899, Teuku Umar dan pasukannya terlibat bentrok dengan pasukan Belanda di Meulaboh yang mengakibatkan gugurnya Teuku Umar di medan perang. Gugurnya Teuku Umar dikarenakan penyerangan yang ia rencanakan sudah diketahui oleh pasukan Belanda sejak awal.
Kematian Teuku Umar menimbulkan duka yang mendalam bagi Cut Nyak Dien. Ia sangat terpukul oleh kematian suaminya dan membutuhkan beberapa waktu meratapi dirinya dan berusaha untuk tegar. Setelah semuanya usai, Cut Nyak Dien kembali memulai perlawanan ke kolonial Belanda.
Cut Nyak Dien bekerja sama dengan Pang Laot sebagai sahabat sekaligus tangan kanan mendiang suaminya untuk melatih keterampilan perang dan keteguhan hati dalam mempersiapkan perang.
Setelah pasukannya siap, Cut Nyak Dien tidak terburu-buru menyerang seperti yang dilakukan Teuku Umar dulu. Ia memilih berjuang di pedalaman dengan menerapkan taktik gerilya karena dirasa kurang tepat jika melakukan penyerangan langsung ke kubu lawan.
Cara perang yang dilakukan Cut Nyak Dien memang tidak sampai mengurangi keberadaan pasukan Belanda secara drastis, tetapi serangan tersebut mempengaruhi mental dan fokus pasukan Belanda.
Karena perang dilakukan secara gerilya, Cut Nyak Dien dan para pengikutnya tidak bisa lama tinggal di suatu daerah. Ia harus terus bergerak dan berpindah-pindah agar pasukan Belanda tidak bisa menemukannya.
4. Penangkapan dan Pengasingan
Cut Nyak Dien dengan kondisi fisiknya yang sudah tidak muda lagi dan menderita berbagai penyakit seperti encok dan rabun membuat Pang Loat merasa iba akan kondisinya. Pada akhirnya, Pang Laot melaporkan keberadaan Cut Nyak Dien ke pasukan Belanda.
Pang Laot meminta kepada komandan Van Vuuren agar mendapatkan perlakuan yang baik dan merawat penyakit Cut Nyak Dien setelah penangkapannya. Permintaan itu ditepati oleh Van Vuuren untuk mengobati penyakit Cut Nyak Dien di rumah sakit.
Karena dirasa kekuatan Cut Nyak Dien masih berpengaruh di Aceh, akhirnya Belanda mengasingkan Cut Nyak Dien ke pulau Jawa, lebih tepatnya di Sumedang Jawa Barat pada tahun 1907.
Di pengasingan, ia ditahan bersama tahanan politik Aceh lainnya. Cut Nyak Dien juga ditahan bersama seorang ulama bernama Ilyas. Ulama tersebut segera menyadari bahwa Cut Nyak Dien merupakan ahli dalam agama. Hal tersebutlah yang membuat Cut Nyak Dien dijuluki sebagai Ibu Perbu di pengasingan.
Penghargaan untuk Cut Nyak Dien
Dengan segala perjuangannya, dalam biografi Cut Nyak Dien ini juga akan dibahas tentang penghargaan atas dedikasinya dalam merebut kemerdekaan. Berikut ini adalah beberapa bentuk penghargaan untuk Cut Nyak Dien:
1. Diberikan Gelar Pahlawan Nasional
Gelar pahlawan nasional adalah penghargaan tertinggi yang diberikan oleh negara Indonesia kepada seseorang yang telah memberikan kontribusi besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1964, Presiden Soekarno memberikan gelar pahlawan nasional kepada Cut Nyak Dien sebagai pengakuan atas perjuangannya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Penghargaan ini diberikan pada tanggal 2 Mei 1964 melalui Surat Keputusan Presiden No.106 Tahun 1964.
Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Cut Nyak Dien diresmikan dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dan para pejabat pemerintah lainnya. Karena pemberian penghargaan ini dilakukan setelah Cut Nyak Dien meninggal dunia, penghargaan ini diberikan secara anumerta.
Penghargaan ini menjadi bukti nyata pengakuan dan apresiasi terhadap perjuangan Cut Nyak Dien. Gelar ini juga menjadi pengingat untuk generasi muda Indonesia untuk mengenang sejarah dan melanjutkan perjuangan para pahlawan.
2. Biografi dalam Seni Film
Film drama epos yang berjudul Tjoet Nja’ Dhien diproduksi pada tahun 1988 oleh sutradara Eros Djarot. Film dibuat untuk mengangkat biografi Cut Nyak Dien dalam seni peran, serta bentuk penghargaan dan referensi bagi generasi muda Indonesia dalam mengetahui sejarah perjuangan Cut Nyak Dien.
Peran Cut Nyak Dien dibintangi oleh Christine Hakim dan Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar. Film yang berdurasi 150 menit ini menceritakan bagaimana Cut Nyak Dien bersama suaminya, Teuku Umar, berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Aceh dari penjajahan Belanda pada masa Perang Aceh.
Kisah perjuangan yang dramatis dan mengharukan tersebut berhasil diangkat dengan apik karena menampilkan latar belakang dan budaya Aceh yang sangat kental, sehingga memperlihatkan gambaran yang jelas tentang kehidupan mereka pada saat itu.
Selain itu, pengambilan gambar dan efek visual yang ciamik serta musik khas Aceh juga turut menyempurnakan kekhidmatan cerita dalam film ini. Film ini juga sarat makna akan pesan kesetaraan gender. Bahwasanya, Cut Nyak Dien sebagai seorang perempuan juga bisa memimpin ratusan pasukannya.
Film ini akhirnya berhasil meraih banyak penghargaan dan pujian dari penonton dan kritikus film. Keberhasilan tersebut dapat memborong delapan piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) pada 1988.
Walaupun produk film sudah cukup lama, yaitu di tahun 1988, film ini berhasil di restorasi oleh lembaga arsip perfilman sehingga kualitas audio dan visual film ini tetap terjaga. Hingga saat ini, film ini masih sering diputar kembali pada perayaan hari Kebangkitan Nasional.
3. Kapal Perang KRI Cut Nyak Dien 375
Kapal Perang KRI Cut Nyak Dien 375 adalah salah satu kapal perang kelas corvette (kapal perang kecil) buatan Jerman pada akhir tahun 1970-an. Kapal ini dibeli oleh TNI AL pada tahun 1993 dan dimodifikasi dengan penambahan kapasitas BBM untuk patroli lebih lama di laut.
Pemberian nama Cut Nyak Dien ini sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas perjuangan dan pengorbanannya dalam membela bangsa Indonesia. Dengan kehadiran KRI Cut Nyak Dien 375 ini juga diharapkan membangkitkan semangat nasionalisme dan patriotisme bagi masyarakat Indonesia.
Kapal yang memiliki panjang sekitar 75,2 meter dan berat hingga 854 ton ini dilengkapi dengan berbagai jenis senjata seperti rudal, torpedo, dan meriam. Dalam menjalankan tugasnya, kapal perang ini mampu berpatroli mengarungi lautan dan mengamankan wilayah laut Indonesia.
Kapal perang ini telah menjalani beberapa misi seperti menangkap pembajakan kapal, penangkapan kapal ikan asing yang mencari ikan di wilayah perairan Indonesia, dan operasi gabungan TNI AL bersama kapal perang lainnya.
4. Mata Uang
Selain biografi Cut Nyak Dien dalam seni peran, apresiasi lainnya adalah dibuatnya mata uang dengan gambar Cut Nyak Dien. Mata uang pecahan Rp10.000,00 Cut Nyak Dien adalah salah satu mata uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1998.
Uang kertas pecahan tersebut dikeluarkan dalam rangka memperingati seratus tahun wafatnya Cut Nyak Dien. Mata uang ini memiliki desain pada bagian depan terdapat gambar Cut Nyak Dien yang sedang mengenakan pakaian tradisional Aceh.
Sementara itu, pada bagian belakangnya terdapat pemandangan Segara Anak, yang merupakan danau yang ada di kawah Gunung Rinjani.
Pada 31 Desember 2008, Bank Indonesia mencabut peredaran uang pecahan Rp10.000,00 Cut Nyak Dien. Penarikan ini adalah siklus mata uang Indonesia yang diperbarui dengan desain baru.
Meskipun mata uang ini tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran resmi di Indonesia, pecahan Rp10.000,00 Cut Nyak Dien masih menjadi koleksi berharga bagi para kolektor mata uang dan penggemar sejarah. Mata uang tersebut juga menjadi bukti nyata atas penghargaan jasa Cut Nyak Dien.
5. Nama Jalan
Selain fungsi teknisnya sebagai prasarana transportasi, jalan juga memiliki fungsi sejarah melalui nama pahlawan pada penamaan jalan di Indonesia. Tidak terkecuali Cut Nyak Dien, namanya diabadikan sebagai nama jalan di berbagai kota besar di Indonesia sebagai penghormatan atas perjuangan dan jasa-jasanya.
Salah satu kota yang memiliki jalan bernama Cut Nyak Dien adalah Jakarta. Jalan Cut Nyak Dien terletak di Menteng, Jakarta Pusat dan menjadi jalan utama yang menghubungkan beberapa wilayah penting di Jakarta.
Selain itu, beberapa jalan bernama Cut Nyak Dien juga tersebar di Pulau Sumatera, antara lain di Kota Aceh, Medan, Pekanbaru, hingga Sumatera Selatan. Pemberian nama ini bukan hanya sekedar bentuk penghormatan, tetapi juga menjadi cara untuk mengenang perjuangan Cut Nyak Dien.
Pemberian nama jalan juga menjadi salah satu bentuk pelestarian sejarah dan warisan budaya Indonesia selain menuliskan biografi Cut Nyak Dien.
Dengan mengabadikan nama Cut Nyak Dien, masyarakat Indonesia diharapkan akan semakin menghargai dan memahami sejarah dan perjuangan para pahlawan nasional Indonesia ini.
6. Masjid Cut Nyak Dien
Masjid Cut Nyak Dien berada di Menteng, Jakarta Pusat ini dibuat pada tahun 1984 dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pihak pengelola sepakat memberi nama masjid tersebut dengan nama Cut Nyak Dien karena terinspirasi dari masjid terdekat yang menggunakan nama pahlawan yaitu Masjid Cut Meutia.
Pada awalnya, masjid Cut Nyak Dien dibangun karena Masjid Cut Meutia selalu ramai jamaah yang melebihi daya tampungnya. Penamaan masjid dengan nama Cut Nyak Dien adalah sebuah penghormatan bagi sosok yang dianggap sebagai teladan umat manusia.
Masjid yang mampu menampung hingga 200 jamaah ini sudah mengalami renovasi sebanyak tiga kali semenjak pembangunannya. Renovasi yang terakhir telah diresmikan langsung oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada 1 Maret 2022. Masjid ini juga menjadi masjid favoritnya untuk melakukan sholat Jumat.
7. Museum Rumah Cut Nyak Dien
Rumah Cut Nyak Dien yang terletak Lampisang, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar merupakan rumah tradisional khas Aceh yang sudah hancur pada masa peperangan dengan Belanda. Rumah tersebut dibangun kembali dan dijadikan museum untuk mengenang perjuangan dan jasa-jasanya.
Rumah Cut Nyak Dien dibangun kembali pada tahun 1981-1982 sesuai dengan aslinya dan dijadikan museum oleh pemerintahan setempat. Rumah ini memiliki panjang 25 meter dan lebar 17 meter dengan 65 tiang penyangga.
Bangunannya memiliki warna cat berwarna hitam dan berpada dengan dengan warna merah, kuning, putih, dan hijau pada bagian luar. Bagian dalamnya didominasi warna cokelat dan memiliki ukiran-ukiran kayu.
Pengunjung museum akan menemukan foto atau lukisan yang menggambarkan biografi Cut Nyak Dien secara singkat, replika senjata tradisional seperti parang, rencong, pedang, tombak, dan keris, serta berbagai macam dokumen sejarah yang menceritakan perjuangan Cut Nyak Dien dan Perang Aceh.
Jika ingin berkunjung kesana, wisatawan tidak akan dipungut biaya sepeserpun dan tempat itu terbuka untuk umum setiap hari mulai pukul 09.00 WIB. Melalui museum ini, generasi muda diharapkan mengenal dan belajar sosok Cut Nyak Dien serta perjuangannya dalam Perang Aceh.
Kesimpulan
Dari biografi Cut Nyak Dien yang telah dibahas di atas, dapat disimpulkan bahwa Cut Nyak Dien adalah seorang pahlawan wanita yang memperjuangkan kemerdekaan Aceh di masa penjajahan Belanda.
Kisah hidupnya penuh lika-liku perjuangan dengan suaminya. Setelah suaminya gugur pun, ia tetap melanjutkan perjuangannya memimpin pasukan perangnya. Penghargaan yang ditujukan untuk Cut Nyak Dien, senantiasa mengingat jasa-jasanya dan mewarisi semangat patriotisme dan keberaniannya.