Prasasti Kedukan Bukit: Sejarah, Isi, Makna, dan Lokasi Penemuannya

Prasasti Kedukan Bukit adalah salah satu prasasti terkenal peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang terbilang kecil. Namun, bagaimana prasasti ini muncul pertama kali? Artikel ini akan menjelaskan tentang sejarah, isi, makna yang terkandung serta lokasi penemuan Prasasti Kedukan Bukit. Simak selengkapnya!

Sejarah Penemuan Prasasti Kedukan Bukit

Menurut buku “Pasang Surut Runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha” karya Rizem Alzid, menyatakan bahwa Dapunta Hyang Sri Jayanasa adalah pendiri Kerajaan Sriwijaya. Raja Dapunta Hyang merupakan sosok yang kuat dalam pembentukan sebuah kerajaan di wilayah sekitar Palembang.

Kerajaan Sriwijaya memiliki sekitar 10 buah peninggalan. Salah satu prasasti yang terkenal adalah Prasasti Kedukan Bukit. 

Raja Dapunta Hyang meninggalkan prasasti yang sudah berusia sekitar 1.300 tahun ini sekaligus penemuannya yang pertama pada 29 November 1920 di Sumatera Selatan. Namun, orang yang menemukan peninggalan ini pertama kali adalah C.J. Batenburg, orang dengan kewarganegaraan Belanda. 

Lalu, pada tahun 1924, seorang ahli bahasa Melayu terkenal bernama Philippus Samuel van Ronkel menerjemahkan dan mentranskripsikan isi dari prasasti ini sehingga memiliki makna yang lebih mudah.

Letak Tempat Penemuan

C.J. Batenburg menemukan Prasasti Kedukan Bukit pertama kali di Sumatera Selatan. Lokasi tepatnya yaitu di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan Tigapuluh Lima Ilir, Kecamatan Ilir Barat Dua Palembang. Prasasti tersebut pertama muncul di tepi sungai Sungai Tatang di aliran air ke Sungai Musi.

Saat ini, prasasti tersebut berada di ruangan gedung A lantai 1 Museum Nasional Indonesia yang terletak di Jakarta dengan nomor D.164. Sebelumnya, prasasti ini terletak di atas saluran air di Museum Nasional. Namun, karena prasasti tersebut memiliki sejarah dengan Kota Palembang, akhirnya dipindahkan.

Faktanya, Prasasti Kedukan Bukit tersebut sebelumnya bukan terletak di tempat yang buruk. Namun, karena tempatnya kurang layak, yaitu berada di atas saluran air, akhirnya dipindahkan ke tempat lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, letak prasasti ini juga sebelumnya berada di tempat yang sama dengan prasasti lainnya.

Tulisan yang Terdapat dalam Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit berisikan potret dari Kerajaan Sriwijaya pada masa lampau. Pertumbuhan dari pelayaran di Indonesia saat masa Hindu-Buddha merupakan isi kandungan dari prasasti tersebut.

Ada dua jenis isi dari prasasti tersebut berdasarkan transkrip asli dan yang sudah memiliki terjemahan dari ahli Bahasa Melayu. Berikut kedua jenis prasasti tersebut:

1. Berdasarkan Transkrip Asli:

Transkrip Prasasti Kedukan Bukit
Transkrip Prasasti Kedukan Bukit | Sumber gambar: buayajalan.com
  1. svasti śrī śakavaŕşātīta 604 ekādaśī śu-
  2. klapakşa vulan vaiśākha ḍapunta hiyaṁ nāyik di
  3. sāmvau maṅalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa
  4. vulan jyeşţha ḍapunta hiyaṁ maŕlapas dari Miṉāṅkā
  5. tāmvan mamāva yam vala dua laksa dangan kosa
  6. duaratus cāra di sāmvau daṅan jālan sarivu
  7. tluratus sapulu dua vañakña dātaṃ di mata jap mukha upam
  8. sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula[n]… (āsāḍha ?)
  9. laghu mudita dātaṁ marvuat vanua …
  10.  śrīvijaya siddhayātra subhikşa … (nityakāla ?)

2. Berdasarkan Terjemahan:

  1. Selamat ! Tahun Saka telah lewat 604, pada hari ke sebelas
  2. paro-terang bulan Waiśakha Dapunta Hiyang naik di
  3. sampan mengambil siddhayātra. pada hari ke tujuh paro-terang
  4. bulan Jyestha Dapunta Hyang marlapas dari Miṉāṅgā
  5. tamwāṉ membawa bala dua laksa dengan perbekalan
  6. dua ratus cara atau peti di sampan dengan berjalan seribu
  7. diikuti sebanyak 1312 orang yang berjalan kaki datang ke hulu Upang
  8. sukacita pada hari ke lima paro-terang bulan….
  9. lega gembira datang membuat benua….
  10. Śrīwijaya jaya, siddhayātra sempurna….

Secara garis besar, prasasti tersebut berisikan tentang masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Misalnya, mengisahkan tentang kemenangan Perang Minanga. Pada saat itu, Kerajaan Sriwijaya berada pada masa kejayaan militer dengan membuktikan kekuatan dan bagaimana dominasi saat pertempuran.

Setelah memenangkan Perang Minanga, Kerajaan Sriwijaya mampu merebut kembali pusat pemerintahan. Sekitar 20 ribu prajurit turun dalam perang tersebut dan dapat membuktikan bahwa Kerajaan Sriwijaya memiliki organisasi serta keahlian yang kuat dalam struktur kemiliteran. 

Selain itu, isi dari Prasasti Kedukan Bukit juga menuliskan bukti kehadiran Raja Dapunta Hyang dalam keberhasilannya memimpin Kerajaan Sriwijaya. Beliau merupakan salah satu raja yang memiliki peran sangat penting pada masa itu. Faktanya, prasasti tersebut secara keseluruhan berisi tentang Kerajaan Sriwijaya.

Tafsir dari Prasasti Kedukan Bukit

Terjemahan Prasasti Kedukan Bukit
Terjemahan Prasasti Kedukan Bukit | Sumber gambar: kibrispdr.org

Prasasti Kedukan Bukit menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno, sehingga memerlukan terjemahan untuk membuatnya lebih mudah dipahami. Philippus Samuel van Ronkel memiliki peran penting dalam menafsirkan tulisan yang ada pada prasasti tersebut.

Tafsir prasasti tersebut bertepatan pada tanggal 11 Waisaka tahun 604 atau 23 April 682 Masehi, Dapunta Hyang sebagai Raja Sriwijaya naik perahu menuju suatu tempat guna bergabung dengan pasukannya. Pada saat itu, pasukan dari Dapunta Hyang baru saja mengalahkan Minanga atau Binanga. 

Kemudian, pada tanggal 7 Jesta atau 19 Mei, Dapunta Hyang memimpin pasukannya untuk kembali ke Ibu Kota dari Minanga. Mereka tiba di Muka Upang, bagian timur Palembang pada 5 Asada atau 16 Juni. Sebagai bentuk syukur, Dapunta Hyang memberi perintah kepada pasukannya untuk membangun vihara. 

Fakta-fakta Mengenai Prasasti Kedukan Bukit

Dalam sejarah Prasasti Kedukan Bukit sejak pertama kali muncul sampai sekarang, terdapat beberapa informasi lainnya yang penting mengenai prasasti tersebut. Beberapa informasi mengenai peninggalan bersejarah tersebut telah mengalami berbagai macam tafsiran dari para ahli sehingga memiliki makna yang beragam.

Berikut tafsiran yang menjadi informasi mengenai prasasti berdasarkan para ahli bahasa, seperti:

1. Unsur Pertanggalan

Dalam unsur pertanggalan di baris ke-8 prasasti, di bagian akhirnya ada unsur yang telah hilang dan seharusnya berisikan nama bulan. Lalu, J.G. de Casparis (1956: 11–15) dan Boechari (1993: A1-1–4), menuliskan nama bulan Āsāda. Data ini berdasarkan dari fragmen prasasti No. D.161 pada penemuan di Situs Telaga Batu.

2. Arti dari Siddhayatra

Siddhayatra memiliki makna semacam “ramuan bertuah” (Pr. potion magique) menurut George Cœdès. Namun, kata ini bisa saja memiliki arti lain. Dalam arti lain, berdasarkan Kamus Jawa Kuna Zoetmulder tahun 1995, ‘Siddhayatra’ berarti sukses dalam perjalanan. 

Oleh sebab itu, dalam penerjemahan berdasarkan Kamus Jawa Kuna Zoetmulder, kalimatnya dapat berubah menjadi “Sri Baginda naik sampan untuk melakukan perjalanan suci, sukses dalam perjalanannya.”

3. Asal Usul Minanga

Isi sejarah dalam Prasasti Kedukan Bukit yaitu bagaimana Dapunta Hyang lepas dari kuasa Minanga Tamwan. Akibatnya, Dapunta Hyang dapat menguasai wilayah tersebut atau lokasi penemuan prasasti tersebut untuk pertama kali yaitu di Sungai Musi, Sumatera Selatan.

Kemudian, ada yang berpendapat bahwa pelafalan dan bunyi dari Minanga Tamwan sama dengan Minangkabau yang terletak di daerah pegunungan di hulu Batang Hari. Namun, ada pula yang beropini bahwa Minanga berbeda dengan Malayu. 

Selain itu, menurut Soekmono, Minanga Tamwan memiliki makna bertemunya dua sungai yang berasal karena kata ‘tamwan’ berarti ‘temuan’. Sungai tersebut adalah Kampar Kanan dan Kampar Kiri di Riau atau daerah sekitar Candi Muara Takus. 

4. Minanga Menjadi Binanga

Selain memiliki arti pertemuan dan Minangkabau, ada beberapa yang berpendapat bahwa Minanga adalah Binanga yang merupakan sebuah daerah di sehiliran Sungai Barumun. Sekarang menjadi Provinsi Sumatera Utara.

5. Pasukan Dapunta Hyang Berasal dari Luar Sumatera

Pendapat lain mengatakan bahwa pasukan atau kelompok militer dari Raja Sri Jayanasa berasal dari Semenanjung Malaya dan bukan dari Sumatera. Namun, beberapa sejarawan mengatakan bahwa Datu Sriwijaya lahir di Sumatera Selatan. 

Selain itu, sejarawan juga menyampaikan bahwa Minanga terletak di muara Sungai Komering Sumatera Selatan. Begitu pula dengan M. Arlan Ismail yang menyatakan bahwa tempat Minanga berada di muara Sungai Komering purba di Sumatera Selatan.

Hasil dari Penemuan Prasasti Kedukan Bukit

Kota Palembang
Kota Palembang | Sumber gambar: sumsel.voi.id

Penemuan Prasasti Kedukan Bukit menghasilkan beberapa hal bersejarah untuk Kota Palembang Sumatera Selatan. Faktanya, isi dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya tersebut menjadi patokan-patokan penting di Kota Palembang.

Misalnya, tanggal 16 Juni menjadi hari lahir Kota Palembang. Penyebabnya adalah karena Dapunta Hyang mendirikan pemukiman setelah ia dan pasukannya mengalahkan Minanga. Selain itu, tempat tersebut juga lokasi penemuan Prasasti Kedukan Bukit. 

Namun, Pemerintah Kota Palembang mengubah tanggalnya menjadi 17 Juni 683 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Kepala Daerah Kotamadya Palembang Nomor 57/UM.WK/1972 tanggal 6 Mei 1972. Alasannya agar sama dengan tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. 

Menjaga dan Merawat Peninggalan Bersejarah

Sebagai bentuk peninggalan bersejarah yang memiliki peran penting di masa lampau, Prasasti Kedukan Bukit harus selalu terjaga sampai kapanpun. Melestarikan sejarah sama dengan menghargai jasa para pahlawan yang sudah berjuang untuk kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Oleh sebab itu, merawat, menjaga, dan melestarikan adalah hal yang tidak boleh terlupakan sampai kapanpun bahkan sampai anak cucu kita kelak.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page