Teori Waisya: Sejarah, Bukti, Tokoh, Kelebihan & Kekurangan

Semua orang pasti tahu kalau ada enam agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Tapi tahukah kamu, agama apa yang pertama kali masuk ke Indonesia? Jawabannya adalah agama Hindu. Ada banyak teori tentang masuknya agama Hindu salah satunya adalah Teori Waisya. 

Seperti apa Teori Waisya yang menggambarkan masuknya agama Hindu ke Nusantara dan siapa saja tokoh yang mempercayai teori ini? Artikel ini akan menyajikan informasinya secara lengkap.

Sejarah Teori Waisya

Hadirnya Teori Waisya tidak lepas dari kedatangan kaum pedagang atau yang kita tahu bernama kasta Waisya dari India yang berdagang ke Nusantara. 

Kasta dalam agama Hindu dibagi menjadi empat tingkatan yang selama ini kita kenal dengan Catur Varna, yaitu: 

  • Brahmana: Tokoh agama atau pendidikan dalam Hindu seperti pendeta agung. 
  • Ksatria: Tokoh yang menduduki pemerintahan, keturunan raja, dan para bangsawan. 
  • Waisya: Tokoh masyarakat yang punya keterampilan tertentu dan dapat menggerakan perekonomian pada masanya seperti pedagang, petani, dan pandai besi. 
  • Sudra: Masyarakat kelas bawah yang biasanya membantu ketiga kasta di atasnya. 

Berdasarkan tingkatan Catur Varna dalam kepercayaan Hindu, kaum Waisya menduduki strata tingkat ketiga yang biasanya terdiri dari pedagang, petani, ataupun pandai besi. 

Namun, yang paling aktif menyebarkan agama Hindu di Nusantara adalah para pedagang. 

Teori ini mempercayai bahwa tersebarnya agama Hindu di Nusantara karena kaum Waisya aktif menjalankan aktivitas perdagangan dengan kerajaan-kerajaan Nusantara. 

Sebelum Agama Hindu masuk ke Nusantara, masyarakat di Nusantara sudah memeluk kepercayaan terhadap roh leluhur yaitu animisme, dinamisme, dan totemisme. 

Namun, intensitas interaksi penduduk Nusantara pada masa itu dengan pedagang-pedagang dari India membuat mereka mengenal agama Hindu.

Selain itu, adanya dukungan kerajaan membuat agama Hindu semakin mudah diterima oleh masyarakat pada zamannya. 

Apalagi, para pedagang India banyak yang menetap di Nusantara, sekitar 6-12 bulan guna menunggu musim yang baik untuk berlayar sekaligus menghabiskan seluruh barang yang mereka perdagangkan. Hal ini pun membuat kemunculan berbagai perkampungan India di Nusantara. 

Tokoh dalam Teori Waisya 

NJ Krom
NJ Krom | Sumber gambar: Kompasiana

Pencetus sekaligus pendukung utama dari Teori Waisya adalah Nicolaas Johannes (NJ) Krom. Pria berdarah Belanda ini lahir pada 5 September tahun 1883 yang merupakan ahli bidang kesusastraan klasik. 

Krom meraih gelar doktornya di tahun 1908 dan dua tahun kemudian tepatnya di tahun 1910 ia mendapat jabatan di Commissie in Nederlandsch Indie voor Oudheidkundige Onderzoek op Java en Madoera yang berada di Pulau Jawa atau pada masa itu dikenal dengan Hindia belanda. 

Saat menjabat tersebut, ia menyadari akan satu hal di mana masalah kepurbakalaan di Hindia Belanda tidak akan mudah ditangani oleh satu komisi dan hanya bisa diselesaikan oleh lembaga pemerintahan resmi. Ia pun berperan aktif memperjuangkan hal tersebut dan berhasil membentuk lembaga yang dimaksud. 

Organisasi ini pun dikenal dengan Dinas Purbakala atau yang dalam Bahasa Belanda bernama Oudheidkundige Dienst yang terbentuk pada tahun 1913. Ia berhasil menjabat sebagai kepala Dinas Purbakala pada masa tersebut. 

Selama tinggal di Pulau Jawa yaitu pada periode 1910-1915, Krom kerap bertemu dengan orang-orang Hindu, sehingga ia sangat akrab dan dekat dengan kebudayaan Hindu. 

Selain itu, ada juga berusaha mendapatkan lebih banyak informasi tentang agama Hindu dengan mendatangi berbagai tempat ibadah umat Hindu di Pulau Jawa. 

Pada tahun 1915, ia pun turun dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Purbakala dan mulai aktif menulis tentang arkeologi di Hindia Belanda. 

Tulisan-tulisannya tersebut dikumpulkan menjadi naskah yang kemudian diletakkan di Brandes Oud Javaansche Oorkonden (OJO). 

Di masa inilah, ia mulai menulis tentang sejarah Jawa Hindu dan berbagai tulisan tentang Seni Hindu Jawa. 

Bukunya yang berjudul inleiding tot de Hindoe-Javaansche Kunst pun pertama kali dicetak dan terbit pada tahun 1919.  Pada masa inilah Teori Waisya mulai dikenal.

Ia mencetuskan teori ini adalah bentuk antitesis dari Teori Ksatria yang juga menjelaskan masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia melalui penaklukan dan peperangan. 

Bukti Pendukung

Kampung Keling
Kampung Keling | Sumber gambar: Hotel Murah

Teori Ksatria menjelaskan Agama Hindu masuk ke Indonesia karena adanya peperangan dan penaklukan. Sedangkan, Teori Waisya menyangkal hal tersebut karena adanya unsur Nusantara dalam agama Hindu Nusantara sangatlah jelas. 

Dengan kata lain, unsur kebudayaan India dalam agama Hindu di Indonesia tidaklah kental. 

Hal ini terbukti dengan corak Agama Hindu di Bali yang justru berpadu dengan kepercayaan animisme, atau pemujaan kepada roh leluhur dan nenek moyang. 

Selain itu, masyarakat Hindu Bali juga sangat mengedepankan berbagai upacara, berbeda dengan agama Hindu India yang lebih banyak melakukan pemujaan dengan pujian-pujian, mantra, dan tapa yoga. 

NJ Krom menjelaskan, masyarakat Nusantara pada masa itu ikut aktif dalam proses pembentukan budaya Hindu di Nusantara. Maka dari itu, agama Hindu yang berasal dari India lebih berakulturasi dan beradaptasi sehingga bisa masyarakat bisa menerima dengan baik. 

Teori Waisya juga mendapat dukungan dari Von Faber yang merupakan pencetus Teori Sudra, yaitu teori masuknya agama Hindu ke Nusantara melalui kaum Sudra yang ingin mencari kehidupan lebih baik. 

NJ Krom juga mengemukakan bukti lainnya yaitu adanya kampung-kampung para pedagang India di Indonesia yang mereka gunakan untuk menetap sementara sampai menemukan musim yang pas untuk berlayar kembali ke India. 

Kampung ini pun dikenal dengan Kampung Keling yang ada di beberapa daerah di Indonesia seperti Aceh, Medan, dan Jepara. Daerah-daerah yang memiliki Kampung Keling ini berada di lokasi-lokasi yang strategis, sehingga memudahkan penyebaran agama Hindu. 

Selain itu, dalam Teori Waisya juga dijelaskan, para pedagang yang menetap ini juga melakukan pernikahan dengan orang Indonesia selama mereka menetap. 

Pernikahan inilah yang menjadi landasan kuat sebuah agama bisa menyebar dan masyarakat bisa menerimanya dengan mudah. 

Keturunan dari kaum Waisya tersebut yang meneruskan ajaran agama Hindu, sehingga makin banyak keturunannya. Dengan begitu, makin menyebar juga paham agama tersebut. 

Kelebihan dan Kekurangan 

Rempah-Rempah Daya Tarik Nusantara
Rempah-Rempah Daya Tarik Nusantara | Sumber gambar: Freepik

Layaknya sebuah teori, pastilah ada kelebihan dan kekurangannya. Inilah beberapa kelebihan dan kekurangan teori Waisya dari NJ Krom. 

4 Kelebihan Teori Waisya

Adapun 4 hal yang memperkuat Teori Waisya, yaitu:

1. Interaksi Sosial 

Para kaum Waisya tentunya melakukan transaksi jual beli dengan penduduk Nusantara pada masa tersebut, sehingga terjadilah interaksi sosial. 

Melalui interaksi ini, maka terjadilah pertukaran informasi salah satunya informasi tentang agama. 

Masyarakat pada masa itu menjadi kenal dengan agama Hindu beserta ajarannya, mulai mempelajarinya, dan lambat laun menjadi umat Hindu. 

2. Sumber Daya Alam 

Faktor yang membuat golongan Waisya ini bolak-balik ataupun menetap di Nusantara karena sumber daya alam yang melimpah. 

Saat para pedagang ini menetap di Indonesia karena sumber dayanya, mereka pun akhirnya mulai menyebarkan agama dan budaya Hindu. 

3. Kelahiran Kampung Keling 

Pedagang India yang menetap di Nusantara akhirnya membangun perkampungan yang banyak orang kenal dengan Kampung Keling. Kelahiran Kampung Keling adalah bukti sejarah penyebaran agama Hindu bermula dari Kampung Keling. 

4. Perkawinan

Saat para pedagang ini menetap, mereka pun akhirnya menikah dengan penduduk lokal dan menghasilkan banyak keturunan yang memeluk agama Hindu serta menyebarkannya. 

2 Kekurangan Teori Waisya

Ada 2 hal yang melemahkan teori Waisya, yaitu:

1. Para Pedagang Tidak Menguasai Bahasa Sansekerta & Huruf Pallawa

Salah satu hal yang melemahkan Teori Waisya adalah fakta kasta Waisya tidak menguasai Bahasa Sansekerta ataupun Huruf Pallawa dalam berbagai kitab Hindu. 

Fakta ini membuat para kaum Waisya tidak bisa memahami dengan jelas agama Hindu, apalagi sampai mengajarkannya pada orang lain. 

Meski demikian, hal ini masih menjadi perdebatan karena ada beberapa ahli yang mengatakan para pedagang India cukup menguasai Bahasa Sansekerta. 

2. Adanya Kepentingan Pedagang 

Ada juga pernyataan yang menentang teori ini yaitu fakta bahwa seorang pedagang memiliki kepentingan berdagang dan menghasilkan uang untuk kehidupannya. 

Artinya, mereka tidak punya kepentingan untuk menyebarkan agama layaknya kasta Brahmana. 

Sudah Paham Tentang Teori Waisya? 

Itulah penjelasan tentang Teori Waisya atau teori masuknya agama Hindu melalui pedagang India. Sebuah teori tentu ada pro dan kontranya, sekarang kembali lagi kepada kamu, manakah yang kamu percaya? 

Teori apapun yang kamu percayai, tentu tidak menjadi masalah. Perdebatan pasti ada, namun yang terpenting adalah menghargai dan menghormati umat Hindu untuk menjalankan agamanya di Indonesia.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page