Pemberontakan PKI Madiun: Latar Belakang, Tokoh, dan Kronologi

Peristiwa pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 adalah sejarah Indonesia yang harus diketahui. Kali ini, akan disajikan latar belakang, kronologi, serta para tokoh yang ikut andil dalam setiap peristiwa. Berikut penjelasannya.

Sebelum Pemberontakan PKI Madiun

Demi memahami pandangan kedua belah pihak, berikut adalah kejadian yang menyebabkan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun. 

1. Kabinet Amir Sjarifoeddin & Kabinet Hatta

Delegasi Indonesia di Perjanjian Renville
Delegasi Indonesia di Perjanjian Renville | Sumber gambar: kompas.com

Salah satu cikal bakal pemberontakan PKI Madiun berawal dari kejatuhan kabinet Amir Sjarifoeddin dan pembentukan kabinet Hatta. Kala itu, Partai Sosialis terbagi menjadi 2 faksi kecil. Keduanya memiliki pandangan yang berbeda.

Faksi Sjarifoeddin sangat menekankan keselarasan dengan Rusia dan kesejahteraan kelas. Sedangkan, faksi Sjahrir percaya bahwa doktrin Marxis (kesejahteraan kelas) tidak mungkin berhasil di Indonesia karena di Indonesia tidak ada borjuasi.

Menjelang akhir masa jabatan perdana menteri Sjarifoeddin pada 28 Januari 1948, Sjahrir, Dr. Leimena dan beberapa aktivis mendekati Hatta untuk memintanya menjadi perdana menteri berikutnya. Hatta setuju dengan syarat mendapat dukungan dari PNI atau Partai Nasional Indonesia dan Masyumi. 

Demi mendapatkan dukungan penuh nasional, Hatta juga menawarkan beberapa posisi kabinet kepada faksi Sjarifoeddin. Mereka menolak tawaran tersebut dan menuntut posisi kunci sebagai imbalan atas dukungan mereka terhadap Hatta. Salah satunya, Sjarifoeddin harus masuk sebagai Menteri Pertahanan. 

Perundingan gagal. Tanggal 31 Januari 1948, Hatta membentuk kabinet tanpa golongan sayap kiri. Atas permintaan kuat Sjahrir, dua anggota Partai Sosialis juga masuk. Lalu, ketiganya keluar dari Partai Sosialis dan membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI). 

Program pemerintahan Hatta berdasar atas 2 hal: Pelaksanaan Perjanjian Renville dan rasionalisasi tentara Indonesia.

2. Pembentukan FDR

Golongan sayap kiri merasa kecewa karena tidak ada anggotanya yang masuk kabinet. Pada 26 Februari 1948, diadakan rapat massa di Surakarta. Pemberontakan PKI Madiun berawal dari reorganisasi golongan sayap kiri ini, lalu lahirlah Front Demokrasi Rakyat (FDR).

Di dalamnya terdiri dari Partai Sosialis, PKI, Partai Buruh Indonesia (PBI), Pesindo, dan federasi serikat buruh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) di bawah pimpinan Amir Sjarifoeddin. Setelah beberapa pertemuan, program mereka berubah secara radikal, antara lain:

  • Penentangan Perjanjian Renville
  • Penghentian perundingan dengan Belanda
  • Nasionalisasi semua perusahaan asing

Penentangan terhadap kabinet Hatta terlihat jelas dari poin pertama mereka.  Sumber kekuatan FDR berasal dari tentara dan buruh. Selama masa jabatannya sebagai Perdana Menteri, Amir Sjarifoeddin telah membangun kelompok oposisi yang kuat di dalam tubuh Angkatan Darat TNI.

Selain organisasi nasional Tentara Nasional Indonesia (TNI), Sjarifoeddin juga membangun organisasi lokal, yakni TNI-Masjarakat. Sebelumnya, kelompok ini untuk melawan Belanda, namun sekarang beralih.

Selain itu, SOBSI juga merupakan organisasi buruh terbesar di Indonesia. Jumlah anggotanya sekitar 200.000 hingga 300.000 orang. 

3. Program Hatta & Dampaknya pada FDR

Demo anti-imperialisme
Demo anti-imperialisme | Sumber gambar: koransulindo.com

Program rasionalisasi Hatta bertujuan untuk mengurangi jumlah kekuatan militer sekaligus mengatasi masalah ekonomi. Berdasarkan Keputusan Presiden No.9 tahun 1948, Hatta memulai programnya.

Saat itu, Republik Indonesia memiliki kelebihan tenaga kerja karena banyaknya pengungsi dari daerah kekuasaan Belanda, seperti Surabaya (dekat Madiun). Selain itu, jumlah tentara melebihi jumlah senjata dan amunisi. Setidaknya dari 200.000 tentara yang nantinya akan tersisa 57.000 orang saja.

Terdapat 3 cara untuk mencapai tujuan tersebut, yakni:

  • Demobilisasi perwira militer yang ingin kembali ke pekerjaan sebelumnya
  • Mengirim para perwira militer kembali ke kementerian pembangunan dan pemuda
  • Demobilisasi ratusan perwira untuk kembali ke masyarakat desa

Pada 15 Mei 1948, TNI-Masjarakat didemobilisasi. Perwira militer memandang TNI-Masjarakat sebagai organisasi militer yang kurang terlatih, tidak berpendidikan, dan sangat terkait dengan organisasi komunis. 

Pemerintah memerlukan pemimpin Angkatan Darat yang telah menjalani pelatihan dengan serius. Lahirlah dua organisasi pro-pemerintah, Divisi Siliwangi Jawa Barat dan Korps Polisi Militer. Keduanya diakui dan diberi status hukum. 

Program ini semakin menyulut pemberontakan PKI Madiun. Menurut pandangan FDR, demobilisasi TNI-Masjarakat artinya pengurangan pengaruh FDR di pemerintahan dan upaya menghancurkan kekuasaan FDR.

Selain FDR, ada juga kelompok yang menentang rasionalisasi Hatta. Lebih lagi, kelompok ini berada di dalam satuan militer. Ia adalah Divisi IV atau Divisi Senopati di bawah komando Kolonel Sutarto. 

Dalam melawan kelompok ini, Hatta memasukkan Divisi IV ke dalam Divisi I, jadi Kolonel Sutarto sekarang menjadi perwira cadangan. Namun, Sutarto dan prajuritnya mengabaikan perintah serta tetap mengatur divisi mereka sendiri. 

Mereka membuat Divisi IV menjadi pasukan siap tempur dan mendapat dukungan dari mayoritas penduduk Solo dan pengikut FDR. Mereka menamai unit ini Divisi Pertempuran Panembahan Senopati. 

Pada 2 Juli 1948, Sutarto dibunuh secara misterius. Bagi para pendukung FDR, pembunuhan ini juga bagian dari program rasionalisasi Hatta.

4. Kedatangan Musso

Awal pemberontakan PKI Madiun semakin memanas setelah kedatangan Musso.  Suripno adalah seorang komunis muda yang mewakili Republik Indonesia (RI) di Kongres Federasi Pemuda Demokratis Dunia pada 1947.

Ia mendapat mandat untuk menghubungi Uni Soviet. Pada 1948, ia bertemu Dubes Rusia dan membahas hubungan konsuler masa depan Rusia dan Indonesia.

Pemerintah Rusia menyatakan pada Suripno bahwa Perjanjian Konsuler telah diperbaiki. Namun, Hatta memutuskan untuk menghentikan hubungan bilateral. Lalu, Suripno diminta kembali ke Indonesia. Pada 11 Agustus, Suripno tiba di Jogjakarta dengan sekretarisnya Musso. 

Pada tanggal 26-27 Agustus, terjadi konferensi FDR. Hasilnya, mereka mengadopsi garis politik baru. Anggota biro politik baru ini adalah pimpinan FDR (Djoko Sujono, Maruto Darusman, Tan Ling Djie, Harjono, Setiadjit, Aidit, Wikana, Suripno, Amir Sjarifoeddin, dan Alimin) dan Musso sebagai ketua.

Pengangkatan Musso menjadi alasan sah musuh PKI untuk melaksanakan kampanye anti-PKI. Pemerintah menyiapkan strategi untuk melenyapkan komunis, dan menuduh Musso mempromosikan keterlibatan RI dalam konflik Soviet-Amerika.

5. Menuju Pemberontakan PKI Madiun

Sebagian pemimpin FDR melakukan perjalanan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur mempromosikan ide-ide politik Musso. Sementara sebagian masih di Jogjakarta mencoba berunding dengan PNI dan Masyumi untuk masuk dalam kabinet. Namun, kondisi di dalam FDR sendiri kacau.

Pemberontakan PKI Madiun

Gerombolan pemuda ditangkap di Madiun
Gerombolan pemuda ditangkap di Madiun | Sumber gambar: id.wikipedia.org)

Pukul 3 pagi, 18 September 1948 pihak FDR dipimpin Soemarsono dan Djoko Sujono mulai merebut sentral telepon, pemerintahan daerah, dan markas tentara. Akhirnya, 2 perwira terbunuh, dan 4 terluka. Dalam hitungan jam, Madiun berada di bawah kuasa FDR. 

Setiadjit dan Wikana mengambil alih pemerintahan sipil dan mendirikan Front Pemerintahan Nasional Daerah Madiun. Soemarsono mengumumkan di radio lokal “Dari Madiun, kemenangan dimulai”. Setelah itu, Musso dan Sjarifoeddin ke Madiun. 

Pukul 10 malam, 19 September, Presiden Soekarno menyatakan bahwa pemberontakan Madiun adalah upaya untuk menggulingkan Pemerintah Republik Indonesia dan Musso telah membentuk “Republik Soviet Indonesia”. Beliau juga meminta rakyat untuk memilih antara dia dan Hatta atau Musso dan partai komunis.

Satu setengah jam selanjutnya, Musso membalas Soekarno. Ia menyatakan perang terhadap pemerintah Indonesia dan berusaha meyakinkan rakyat bahwa Soekarno-Hatta adalah budak Imperialisme Amerika, pengkhianat, dan pengedar Romusha. 

Pada 20 September, beberapa pemimpin FDR meninggalkan Musso dan menyatakan bersedia untuk berdamai dengan pemerintah Indonesia. 

Saat Sore hari, Kolonel Djoko Sujono menyiarkan melalui radio bahwa apa yang terjadi di Madiun bukanlah kudeta, tetapi upaya untuk mengoreksi kebijakan pemerintah yang “menggiring revolusi ke arah yang berbeda”. Soemarsono juga menyatakan serupa.

Pada 23 September, Amir Sjarifoeddin menyatakan bahwa konstitusi FDR adalah negara Republik Indonesia, bendera mereka tetap merah putih, dan lagu kebangsaan tetap Indonesia Raya. 

Akhir Pemberontakan PKI Madiun

Pemerintah mengabaikan upaya sebagian pemimpin FDR untuk menghentikan konflik. Pemerintah melakukan pembersihan anti komunis dari Jogja dan Solo. pada 30 September, Letkol Sadikin, Brigade Divisi Siliwangi menguasai Madiun. Akhirnya, FDR/PKI mundur ke daerah pegunungan. 

Pada 28 Oktober, pemerintah menangkap 1.500 pemberontak terakhir. Musso sembunyi di kamar kecil dan ditembak mati pada 31 Oktober karena menolak menyerah. Satu persatu pemimpin FDR ditangkap/tumbang hingga pada 19 Desember dieksekusi.

Soemarsono berhasil melarikan diri, namun tertangkap oleh Belanda. Siklus tertangkap dan melarikan diri ini terjadi selama 17 tahun. Hingga akhirnya tertangkap pada tahun 1965. 

Yuk Kita Jaga Bersama Indonesia Tercinta Ini!

Demikian pembahasan mengenai latar belakang, tokoh, dan kronologi pemberontakan PKI Madiun. Peristiwa ini adalah sejarah perjuangan Indonesia muda dalam menemukan jati diri dan sebaiknya harus kita pahami. 

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page