Dulunya, Kepulauan Maluku adalah satu provinsi. Namun, sejak tahun 1999, kawasan ini terbagi menjadi provinsi Maluku dan Maluku Utara. Provinsi Maluku letaknya di Kepulauan Maluku selatan, sementara Maluku Utara ada di bagian utara. Kedua provinsi ini masih memiliki tradisi budaya yang kental, salah satunya upacara adat Maluku.
Masyarakat Maluku sangat melestarikan tradisi budayanya. Maka tak heran kalau berkunjung ke sana, kamu bisa menyaksikan ritual hingga upacara adat Maluku saat ada perayaan tertentu. Nah, apa saja upacara adat mereka ini? Simak sampai habis!
Daftar ISI
5 Upacara Adat Maluku dan Makna Tradisinya
Kepulauan Maluku menyimpan banyak tradisi unik, mulai dari ritual dan upacara adatnya. Tradisi ini sudah menjadi warisan budaya turun temurun yang bahkan sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakatnya ketika ada hari-hari besar atau perayaan tertentu.
Apa saja upacara adat Maluku? Berikut penjelasannya:
1. Upacara Hapolas
Hapolas merupakan tradisi selamatan kematian dari Maluku Utara. Tradisi atau upacara adat Maluku ini dilakukan oleh masyarakat suku Makian, khususnya daerah Makian Timur, Maluku Utara.
Istilah Hapolas berasal dari bahasa daerah Makian yaitu “polas” yang berarti ‘membayar’ dengan “ha” yang bermakna perintah. Sesuai namanya, tradisi ini mewajibkan masyarakat Makian untuk membayar dengan tujuan membantu sesama yang mengalami duka akibat kehilangan keluarganya.
Tradisi ini hanya ada pada peristiwa kematian saja, tidak untuk peringatan kelahiran maupun pernikahan. Jadi, bagi masyarakat suku Makian, kalau ada sesamanya berduka, mereka harus saling membantu untuk meringankan pihak yang berduka dengan memberikan sedekah.
Sedekah ini bukan hanya berupa uang dan hapolas, tapi bisa juga dalam bentuk lain. Misalnya bahan kebutuhan pokok atau tenaga yang bisa mendukung lancarnya acara secara gotong royong.
Jumlah transaksi saat menerima bantuan uang ini tidak ada nominal tertentu. Besaran uang hapolas diukur dari seberapa ikhlas dan ketulusan masing-masing untuk membantu pihak yang berduka.
Tradisi ini sudah berlangsung selama ratusan tahun dan masih lestari hingga sekarang. Ini menunjukkan betapa masyarakat suku Makian sangat menjaga nilai tradisi leluhurnya dan menjunjung tinggi rasa solidaritas terhadap sesama.
Upacara adat Maluku hapolas juga mengajarkan nilai penting tentang kebersamaan, kepedulian, dan pentingnya merawat rasa kemanusiaan dan menjaga hubungan baik dengan sesama serta Tuhan Yang Maha Esa.
2. Upacara Obor Pattimura
Upacara obor Pattimura adalah upacara adat Maluku untuk mengenang pahlawan asal Maluku, bernama Thomas Matulessy. Thomas Matulessy atau Kapitan Pattimura adalah pahlawan yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan pernah mendapat hukuman gantung oleh Belanda.
Setiap tanggal 15 Mei, pemerintah dan rakyat Maluku menggelar perayaan Hari Pattimura. Mengapa tanggal 15 Mei? Karena pada tanggal itu, Thomas Matulessy melakukan perlawanan dan mengusir penjajahan dari tanah Maluku.
Untuk memeriahkan Hari Pattimura, rakyat Maluku melaksanakan upacara obor di Gunung Saniri yang mana gunung ini menjadi tempat Pattimura bersama rakyat Maluku melawan penjajah.
Proses pembuatan obor pada upacara ini terbilang unik. Rombongan pemuda dan ketua adat yang sudah berada di puncak Gunung Saniri mulai membuat obor dengan menggesek-gesekkan dua buah ranting hingga keluar asap dan terbentuk api.
Pembuatan obor ini luar biasa karena hanya dengan menggesekkan dua rating, bukan bilah batu, tetapi bisa berubah jadi hitam, jadi asap, lalu lama-lama jadi api. Proses inilah yang menggambarkan semangat Pattimura saat melawan penjajah.
Setelah itu, warga yang ikut ke puncak sudah membawa obor masing-masing. Obor tadi kemudian dibagikan kepada warga dan mereka membawanya kembali menyeberangi laut dan mengaraknya sepanjang 25 km menuju pusat kota.
Perayaan obor ini sebagai pengingat bagaimana Kapitan Pattimura berjuang melawan penjajah. Sebelum berperang, Pattimura melakukan upacara adat untuk meminta restu dari Tuhan dan para leluhurnya dalam menyatukan hati serta membakar semangat pantang mundur dalam mengusir penjajah.
Upacara adat Maluku kali ini sangat menarik untuk disaksikan, terlebih jika kamu sedang berada di Maluku. Sebab, upacata tersebut kental akan nilai perjuangan dan mengenang jasa pahlawan yang turut turun langsung memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
3. Upacara Makan Patita
Ada juga upacara adat Maluku bertema kuliner yang masih eksis hingga saat ini. Tradisi ini menekankan nilai kekeluargaan di mana masyarakat akan berkumpul untuk makan bersama saat ada perayaan hari-hari besar, seperti hari ulang tahun kota, hari kemerdekaan Indonesia, hari jadi tempat ibadah, atau hari besar.
Ada banyak sekali hidangan tradisional yang disajikan dalam tradisi ini. Misalnya pisang rebus, ikan, colo-colo, kohu-kohu (urap khas Maluku), kasbi dari singkong, papeda, ikan asar, patatas, sayur mayur, nasi kuning, nasi kelapa, dan lain-lain.
Siapapun boleh hadir dan mencicipi makanan yang tersedia. Dalam tradisi ini, masyarakat Maluku masih menjunjung tinggi semangat kekeluargaan sehingga yang menanggung dan menyediakan makanannya pun bersama-sama tanpa ada biaya apapun.
Di sini, setiap keluarga memang sudah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan makanan tertentu. Lalu ketika perayaan makan patita datang, masing-masing keluarga tadi membawa makanan yang sudah mereka siapkan sebelumnya.
Perayaan makan patita memiliki makna kebersamaan dan kekeluargaan yang kuat. Dengan berkumpul dan makan-makan bersama, bisa memupuk rasa persaudaraan yang kuat karena masyarakat menyiapkan dan menikmati hidangan bersama-sama.
4. Upacara Mandi Safar
Upacara adat Maluku bernama mandi safar (tobo safar) biasanya dilakukan oleh masyarakat Tidore, Maluku Utara. Sesuai namanya, mereka melakukan tradisi ini saat masuk bulan safar, tepatnya hari Rabu terakhir bulan Safar.
Tidak hanya masyarakat Tidore yang melakukan tradisi ini. Masyarakat Maluku Tengah juga melakukan ritual mandi safar karena mereka percaya ritual ini bisa mendatangkan keselamatan bagi mereka dan bisa menghindarkan dari segala macam marabahaya.
Pemimpin upacara ini biasanya tokoh agama. Sebelum memulai, tokoh agama lebih dulu membacakan ayat suci Al-Qur’an ke dalam wadah yang ada di rumah adat. Lalu, masyarakat meminum isi di dalamnya dengan niat mendapatkan barokah dan kebaikan.
Setelah itu, masyarakat, mulai dari yang kecil hingga dewasa berbondong-bondong menuju pantai untuk memulai ritual mandi safar. Mereka membasuhkan air ke tubuhnya, bahkan para orangtua juga mengusapkan air laut ke bayi mereka.
Pukul 6 sore, raja, tokoh agama, dan tokoh adat melaksanakan mandi safar dan memanjatkan doa tolak bala. Setelah memanjatkan doa keselamatan, kegiatan selanjutnya adalah penutupan.
Dari sini mandi safar mengandung nilai dan makna religius yang kental. Masyarakat membersihkan dan menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak baik, serta berharap mendapat keberkahan dari ritual penyucian ini.
5. Upacara Cuci Negeri
Terakhir ada tradisi cuci negeri yang masih ada sampai saat ini. Upacara adat Maluku satu ini bertujuan untuk membersihkan lokasi-lokasi yang konon menjadi tempat sakral sejak zaman nenek moyang, seperti sumur tua, rumah tua, dan batu pamali milik tiga soa yang jadi sumber kehidupan masyarakat.
Tradisi ini sudah berlangsung sangat lama dan diwariskan secara turun temurun. Tujuannya untuk menghormati leluhur dan nenek moyang sehingga tak heran banyak yang menyebut tradisi ini sangat berkaitan erat dengan hubungan masyarakat dan nenek moyang mereka.
Upacara cuci negeri memiliki beberapa prosesi. Kaum perempuan membawa beberapa seserahan berupa pinang dan sirih serta membawa minuman tradisional setempat bernama Sopi.
Seserahan tadi akan dibagikan kepada warga saat upacara berlangsung. Setelah itu, pemangku adat setempat pun mulai membacakan doa-doa. Ada warga yang memakan pinang dan sirih, ada juga warga lain yang mengiringi prosesi pembersihan dengan menyanyi lagu adat dan tabuhan tifa sampai acara selesai.
Kamu bisa menyaksikan ritual ini sekitar bulan Desember tanggal 27-29. Menurut kepercayaan masyarakat, akhir tahun adalah waktu di mana arwah leluhur turun dari tempat peristirahatan menuju ke tempat di mana mereka pernah hidup.
Selain menjunjung tinggi nilai leluhur, ternyata upacara ini bertujuan untuk menghidupkan nilai kebersihan, musyawarah, gotong royong, dan toleransi antar penduduk.
Tradisi ini juga bermakna membersihkan tubuh, khususnya hati dan pikiran. Pelaksanaan cuci negeri juga bermakna membersihkan negeri dari segala kotoran atau marabahaya yang bisa mengganggu masyarakat.
Baca Juga : 6 Upacara Adat Jambi: Makna, Fungsi, dan Waktu Pelaksanaan
Menarik, bukan Upacara Adat Maluku Ini?
Masyarakat Kepulauan Maluku memiliki tradisi upacara adat Maluku yang masih eksis hingga sekarang. Mereka masih memegang tradisi leluhur dan menjaga nilai-nilai perjuangan para pahlawan, seperti pada proses upacara obor Pattimura. Ini menandakan rakyat Maluku sangat menghormati jasa para pahlawan dan leluhur mereka.
Oleh karena itu, tradisi ini jangan sampai punah sehingga anak cucu nanti masih bisa menyaksikannya.