Pada dasarnya, ijma adalah salah satu sumber hukum Islam, setelah Al Qur’an dan juga hadist. Namun, sayangnya masih banyak yang belum tahu dan mengenal apalagi meyakini dasar hukum Islam ini sah dan harus Anda jalani. Karena bagaimanapun aturan ini para ulama putuskan, berdasarkan Al Qur’an dan hadist.
Daftar ISI
Apa itu Ijma?
Secara bahasa, sebenarnya ijma berasal dari padatan kata ijma’an dan mujma yang bisa memiliki dual makna. Di mana kata tersebut bisa bermakna tekad atau penguatan niat dan juga sepakat terhadap perkara tertentu. Namun, secara istilah ijma lebih merujuk pada kesepakatan atau konsensus para ulama pada penentuan syariat Islam.
Mudahnya, ijma adalah salah satu dari empat sumber hukum Islam yang kini diakui seluruh umat muslim, selain Al-Quran, Hadist, dan Qiyas. Secara posisi, Ijma berperan sebagai otoritas hukum yang diakui dalam menjelaskan dan mengembangkan hukum syariat.
Dalam praktiknya, ijma telah digunakan oleh para ulama untuk membahas dan mengambil keputusan dalam berbagai isu hukum, sosial, dan politik seorang muslim dalam bermasyarakat. Keputusan ini tercetus pada keputusan bersama dari musyawarah para ulama yang membahas suatu hal tertentu.
Dalil dari ijma juga terdapat dalam firman Allah pada salah satu ayat yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ ٥٩
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).” (QS. An Nisa: 59)
Syarat Pembuatan Ijma
Karena ijma adalah aturan syariat Islam yang para ulama rumuskan, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi saat pembuatan atau perumusannya. Mulai dari:
1. Kehadiran Para Ulama
Sebagai sebuah aturan, ijma harus melibatkan partisipasi dan persetujuan dari sejumlah ulama yang berwenang dan kompeten dalam bidang ilmu syariat Islam. Ulama yang hadir harus memiliki klasifikasi yang memadai dalam hukum Islam, maupun mampu memberikan argumen-argumen yang sahih.
2. Adanya Kesepakatan atau Konsensus
Hukum dasar Islam ini sudah pasti harus melibatkan kesepakatan atau konsensus dari para ulama yang terlibat. Sehingga secara teori hukum syar’I ini harus sesuai dengan musyawarah mufakat dengan dasar pengambilan keputusan dari Al Qur’an dan Hadist.
3. Adanya Konteks atau Masalah Baru
Ijma adalah hukum syar’I yang muncul setelah meninggalnya Rasul SAW. Biasanya, perumusan hukum syariat ini terjadi karena adanya konteks atau masalah yang belum ada pada masa Rasul SAW. Sehingga butuh ketentuan hukum yang jelas untuk masalah tersebut.
4. Konteks dan Kebutuhan Zaman
Sebenarnya, Islam adalah agama yang memudahkan para umatnya, terutama setiap ajarannya selalu bisa mengikuti zaman apapun. Oleh karena itu, ijma juga harus memperhatikan konteks dan kebutuhan zaman, serta mempertimbangkan berbagai aspek. Sehingga sangat mungkin untuk adanya revisi pada hukum syariat ini.
Macam-Macam Ijma
Pada dasarnya, ijma adalah hukum yang membahas berbagai kejadian atau masalah baru yang pada zaman Rasul SAW belum ada pembahasan. Secara aspek dan fokus tertentu, aturan ini memiliki berbagai macam jenis, seperti halnya:
1. Segi Perumus dari Ijma
Dalam hal siapa perumusnya, aturan ijma terdiri dari berbagai macam, mulai dari:
- Sahabi: Merujuk pada kesepakatan atau konsensus yang dirumuskan oleh para Sahabat Nabi Muhammad. Khususnya sahabat yang termasuk khalifah setelah kewafatan Rasul SAW.
- Tabi’in: Berikutnya merujuk pada kesepakatan yang dirumuskan oleh para Tabi’in, yaitu generasi yang mengikuti secara langsung para Sahabat Nabi. Meskipun Tabi’in tidak memiliki otoritas sebesar Sahabat Nabi, Ijma’ Tabi’in tetap dianggap sebagai sumber hukum yang penting.
- Ummah: Berikutnya ada aturan yang dibuat umat Islam secara umum, mujtahid harus tokoh terkemuka, cendekiawan, atau masyarakat Muslim secara luas. Tentunya setiap perumusan harus berdasarkan Al Quran dan Hadist, serta dirumuskan oleh orang yang kompeten
- Ulama: Terakhir ada ijma yang merujuk pada kesepakatan yang dirumuskan para ulama yang kompeten dan berwenang dalam bidang ilmu syariat Islam. Ulama juga harus memiliki kompetensi pada pembahasan maupun kausalitas hukum Islam yang berlaku.
2. Cara Perumusan
Ijma adalah aturan yang muncul dari kesepakatan bersama, namun dalam cara perumusannya membuat ijma terbagi dalam dua klasifikasi:
- Qauli: Merujuk pada kesepakatan atau konsensus dalam bentuk pernyataan lisan atau tulisan dari para ulama atau mujtahid yang terlibat. Cakupannya secara eksplisit dinyatakan oleh para ulama dalam bentuk fatwa, risalah, kitab-kitab hukum, atau pidato.
- Sukuti: Aturan berikutnya lebih mengarah pada kesepakatan atau konsensus dalam tindakan yang terjadi secara diam-diam. Sehingga memungkinkan sebagian mujtahid tidak memberikan tanggapan pada aturan tersebut.
3. Segi Waktu dan Tempat
Dari segi waktu dan tempat, ijma merupakan aturan yang bisa terbagi dalam beberapa spesifikasi seperti:
- Shahaby: Pertama ada jenis yang tercetus langsung dari kesepakatan para sahabat untuk menyelesaiakn sebuah masalah yang belum ada di zaman Rasul SAW.
- Mashhur: Ijma’ Mashhur adalah jenis ijma yang terjadi pada masa sesudah generasi pertama umat Islam, khususnya generasi Tabi’in.
- Ahli Madinah: Jenis ijma yang terjadi di kota Madinah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Khususnya para ahli Madinah terkait dengan isu-isu hukum yang terjadi.
- Ahli Makkah: Ijma yang terjadi di kota Makkah setelah wafatnya Nabi Muhammad atas kesepakatan dari Ahli Makkah yang memiliki kualifikasi terkait dengan isu-isu hukum.
- Ahli Kufah: Kesepakatan atau konsensus para mujtahid terintegrasi di Kufah oleh ahli kufah.
- Ahli Negara atau Daerah: Ijma ini dirumuskan untuk sebuah Daerah maupun negara, untuk penyesuaian atas aturan syar’I pada masa ke masa.
- Ahli Bait: Kesepakatan ini tercetus atas Ahli Bait (Keluarga Rasul), sebagai mujtahid yang membuat aturan tersebut.
- Ummah: Berikutnya ada aturan yang muncul dalam mengatasi suatu masalah pada suatu masa tertentu.
- Khalifah: Selain macam-macam ijma sebelumnya, ada satu macam lagi yang dicetuskan langsung oleh empat khalifah yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).
Contoh-Contoh Ijma
Karena ijma adalah aturan yang disepakati bersama oleh para mujtahid, beberapa contohnya lebih kepada aturan syar’i, halal haram, atau penyelesaian masalah baru. Berikut adalah contoh penerapannya:
1. Adzan dan Iqomah 2 Kali pada Shalat Jumat
Aturan pertama ini muncul pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA. yang memerintahkan 2 kali adzan dan iqomah pada ibadah shalat jumat.
2. Pembukuan Al Quran
Banyak yang lupa jika Al Quran adalah firman Allah yang tersebar pada beberapa waktu. Namun, pada masa kekhalifahan Abu Bakar as Shiddiq RA., muncul perintah untuk membukukan Al Quran agar tidak dilupakan dan jadi pedoman dari masa-kemasa.
3. Minyak Babi Haram
Mengharamkan minyak babi adalah salah satu contoh ijma. Ini merupakan keputusan pada alim ulama yang berdasarkan pada kontroversi kandungan minyak babi dalam sebuah makanan maupun kosmetik.
4. Sunnah Rasul Jadi Sumber Hkum Setelah Al Quran
Sebagai suri tauladan seluruh umat muslim, segala tindak tanduk, ucapan, dan ajaran Rasul adalah sunnah yang jadi pedoman muslim dalam hidup. Dari hal inilah sunnah tersebut dijadikan sumber hukum dalam Islam yang memiliki kedudukan langsung di bawah Al-Qur’an.
Anda Sudah Paham dengan Apa itu Ijma?
Itu adalah beberapa penjelasan mengenai ijma, macam, dan contoh aturan baru yang menjadi sumber hukum Islam setelah masa wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena merupakan aturan yang sah secara hukum Islam, ada baiknya Anda menjalankan setiap aturan syariat sebagaimana sudah diatur dalam hukum-hukum Islam!