Rukun Jual Beli Dalam Islam: Syarat, Dasar Hukum dan Contohnya

Rukun jual beli dalam Islam harus diketahui, khususnya oleh umat muslim. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi perdagangan dengan mengikuti anjuran agama. Pasalnya, sektor ekonomi, khususnya sektor bisnis digital, saat ini sedang berkembang pesat.

Islam telah menunjukkan bahwa hukum semua kegiatan sehari-hari sesuai dengan ketentuan agama. Ini juga termasuk dalam aktivitas perdagangan, karena sangat penting untuk memastikan sah atau tidaknya aktivitas perdagangan. Berikut ulasan selengkapnya.

Jual Beli dalam Islam dan Dasar Hukumnya 

Pengertian jual beli sendiri adalah pertukaran barang berdasarkan jumlah nilainya melalui uang atau alat pembayaran lain yang diakui secara resmi di suatu daerah tertentu. Jual beli ini bertujuan untuk memperoleh produk lain, demi memenuhi kebutuhan primer dan sekunder.

Jual beli dalam bahasa Arab adalah al-bay, yang secara harfiah diartikan sebagai pertukaran atau mubadalah. Sebutan ini digunakan untuk menyebut baik penjual maupun pembeli sebagai penentu sah atau tidaknya suatu transaksi. Dasar hukum jual beli terdapat pada Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 275.

Rukun Jual Beli dalam Islam 

Menurut Madzhab Hanafi, jual beli sah jika memenuhi rukun yang sudah ditentukan dalam Islam. Namun, para ilmuwan memiliki penjelasan yang lebih rinci untuk hal ini. Jual beli setidaknya memiliki empat rukun, yakni: 

1. Orang yang Melakukan Transaksi atau Akad Jual Beli

Dalam hal ini, orang yang melakukan akad adalah antara pembeli dan penjual. Tanpa pembeli dan penjual, tidak ada transaksi yang dapat terjadi. Penjual adalah pihak yang menawarkan barang dan pembeli adalah pihak yang menerima atau meminta barang tersebut.

2. Ijab Kabul atau Sighat

Ijab kabul atau Sighat juga bisa dikatakan telah menyetujui. Di sinilah penjual menyapa, “Saya menjual barang A” dan pembeli menjawab, “Saya menerima atau membeli barang tersebut”. Persetujuan semacam ini biasanya dilakukan saat membeli atau menjual barang.

Persetujuan untuk menjual dapat dicabut dalam keadaan tertentu (misalnya, dalam kasus penjualan online). Namun, yang harus dijamin adalah pembeli dan penjual membeli dan menjual secara sukarela (tidak ada paksaan satu sama lain).

3. Objek atau Barang yang Diperjual Belikan

Rukun jual beli dalam Islam selanjutnya adalah adanya objek atau barang yang diperdagangkan. Suatu objek bukan sekedar benda, ia harus memenuhi berbagai syarat, seperti menguntungkan atau sebuah komoditas yang memang diharapkan ada manfaatnya.

4. Ada Nilai Tukar, Bukan Barang 

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jual beli harus dilakukan dengan pertimbangan kepentingan pembeli dan penjual. Agar penjual mendapatkan keuntungan, ia membutuhkan alat tukar atau pengganti yang memiliki nilai yang sama dengan barang yang diperdagangkan atau uang seperti yang berlaku saat ini.

Syarat Jual Beli dalam Islam

Setelah mengetahui apa saja rukun jual beli dalam Islam. Selanjutnya menurut ulama, syarat jual beli dalam Islam terdiri beberapa hal, untuk mengetahui apa saja syarat tersebut. Simak penjelasannya dibawah ini! 

1. Adanya Perasaan Sukarela Antara Penjual dan Pembeli

Syaikh Abdullah Al-Jibrin menjelaskan, bahwa penjualan itu harus disertai dengan perasaan sukarela antara kedua belah pihak. Contoh yang tidak memenuhi persyaratan ini adalah perampasan. Transaksi ini batal, jika barang tersebut diperoleh tanpa persetujuan pemilik. Karena penjual tidak puas. 

Begitu pula karena penjual tidak puas dengan harganya. Alasan perampasan karena pembeli ingin segera memiliki barang tersebut atau harga yang dikutip terlalu rendah. Demikian juga jika pembeli terpaksa membeli. Jual beli dengan cara ini hukumnya batal.

2. Penjual Beli Harus Baligh dan Berakal

Dengan kata lain, pelaku transaksi jual beli adalah orang-orang dewasa dan berakal. Dan Syekh Abdullah Al Jibrin menjelaskan bahwa penjualan batal, jika penjualnya adalah seorang anak, orang gila, atau budak.

Tetapi, para ulama sepakat, memperbolehkan anak kecil untuk melakukan transaksi jual beli jika nilainya kecil. Namun, tetap tidak diperbolehkan jika nilai transaksinya besar, tanpa adanya wali atau orang dewasa yang menemaninya.

3. Barang yang Diperjual Belikan Mengandung Manfaat

Barang yang diperjualbelikan harus berupa barang yang memiliki manfaat. Namun, dilarang juga menjual benda atau barang yang memiliki manfaat, namun haram. Seperti khamr yang membuat orang yang meminumnya menjadi kehilangan kesadaran.

Dilarang juga memperjual belikan benda yang memiliki manfaat tidak mutlak atau hanya digunakan oleh tertentu saja, contohnya anjing. Karena hewan satu ini berguna untuk menjaga ladang, namun hanya digunakan oleh pihak tertentu saja.

4. Barang yang Dimiliki Diizinkan Untuk Dijual

Maksudnya di sini adalah kita dilarang menjual barang yang bukan milik kita sendiri atau belum memiliki izin dari sang pemilik barang. Contohnya kita tidak boleh menjual rumah, mobil, dan barang lainnya, meskipun itu semua milik orang tua kita. Kecuali, kita sudah diberikan kuasa oleh orang tua kita untuk menjual barang tersebut.

5. Barang dan Harganya Jelas

Jual beli Gharar adalah jual beli yang mengandung unsur tidak jelas. Maka dari itu, kamu harus memastikan dengan jelas komoditas apa yang diperdagangkan. Syekh Abdullah Al Jibrin menjelaskan, bahwa barang yang dijual harus memiliki sifat yang terlihat jelas. 

Contoh barang yang bisa dilihat adalah barang nyata yang tampak di depan mata, yang bisa dilihat, dan diamati. Selain barangnya, harganya pun juga harus jelas. Karena ketidakjelasan harga ini akan membuat permasalahan antara penjual dan pembeli suatu saat nanti.

Contoh Jual Beli dalam Islam

Berikut ini beberapa contoh transaksi jual beli yang diperbolehkan dalam Islam yang memenuhi syarat dan rukun jual beli dalam Islam:

1. Jual Beli dengan Uang

Penjualan barang ini secara resmi dilakukan dengan perantara uang. Jenis transaksi ini merupakan salah satu jenis jual beli yang paling umum di masyarakat kita saat ini.

2. Barter

Jenis perdagangan ini tidak hanya dipraktikkan pada zaman dahulu, tetapi masih menjadi pilihan masyarakat saat ini. Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan jual beli semacam ini adalah memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan etika kerja dalam Islam. 

Selain itu, asas lain harus dipatuhi, sehingga tidak menimbulkan kerugian antara dua pihak, terutama mengenai pertukaran antara dua barang sejenis yang berbeda ukuran, sehingga menimbulkan aspek riba.

3. Salam

Membeli dan menjual barang dengan pembayaran yang ditangguhkan untuk barang yang dibayar tunai. Praktek jual beli jenis ini dapat digambarkan dengan contoh dimana penjual hanya membawa contoh atau foto dengan keterangan jenis, kualitas, dan harga barang serta tidak membawa barang yang berkaitan dengan transaksi.

Jenis jual beli ini termasuk jual beli yang diperbolehkan oleh syariat, hanya jika bersifat sukarela dengan memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Berdasarkan aturan ini, tidak ada pihak yang dirugikan, setelah salah satu pihak, yakni pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada pihak lain, yakni penjual.

Contoh penjualan Salam adalah pembelian perabot rumah tangga seperti kursi, meja, dan meja rias dari seorang pramuniaga yang mempresentasikan produk dengan contoh foto atau foto produk. Selain itu, barang akan dikirim ke pembeli setelah pembayaran dilakukan di muka. 

Contoh lain adalah jual beli barang yang ditawarkan melalui media atau internet. Calon pembeli mentransfer sejumlah uang terlebih dahulu ke penjual sesuai dengan harga barang, lalu barang akan dikirim ke pembeli setelahnya.

4. Murabahah

Menjual produk di atas harga pokoknya atau menjual produk dengan harga yang lebih tinggi dari harga semula. Dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sesuai dengan tujuan usaha (perdagangan) penjual, namun tidak berlebihan, karena akan menimbulkan riba.

Ketika menjual barang, penjual harus mempertimbangkan setiap adanya daya beli untuk memenuhi kebutuhan utama pembeli pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, menetapkan keuntungan yang terlalu tinggi, dapat mempersulit orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

5. Wadiah

Menjual barang dengan harga di bawah harga pokoknya. Misalnya, seseorang menjual telepon genggam baru seharga Rp1.000.000,00. Lalu, karena ada kebutuhan mendadak, ia menjualnya dengan harga Rp800.000,00. Islam memperbolehkan jual beli berdasarkan prinsip kesepakatan bersama bukan paksaan ini.

6. Istishna

Suatu bentuk jual beli berupa pemesanan produk dengan spesifikasi dan standar tertentu sesuai dengan permintaan pelanggan. Pembeli barang biasanya melakukan pembayaran uang muka sebagai bentuk komitmen. Setelah perjanjian selesai, penjual akan memproduksi barang pesanan sesuai dengan standar dan keinginan pelanggan.

Sudah Tahu Bagaimana Rukun Jual Beli dalam Islam?

Demikian penjelasan lengkap mengenai rukun jual beli dalam islam, syarat, serta contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga penjelasan di atas menambah wawasan kamu ya! 

Share: