Hukum Perceraian dalam Islam: Syarat Sah dan Cara Melakukannya

Setiap orang yang berumah tangga pastinya tidak ingin bercerai. Apalagi ketika pasangan tersebut mempunyai anak atau bahkan cucu sekali pun. Akan tetapi, terkadang cerai dianggap sebagai solusi tepat dan cepat untuk mengakhiri semuanya. Seperti apa hukum perceraian dalam Islam? Berikut pembahasannya.

Pengertian dan Hukum Perceraian dalam Islam

Definisi cerai dalam Islam yaitu melepaskan status atau ikatan pernikahan. Dengan bercerai, maka gugurlah hak serta kewajiban suami-istri. Maksudnya, keduanya tidak boleh melakukan hubungan suami-istri, seperti berduaan atau bahkan seperti ketika sebelum bercerai.

Islam sudah mengatur adab serta aturan di dalam menjalankan rumah tangga. Bahkan Islam juga mengizinkan pasangan suami-istri untuk bercerai. Meskipun seharusnya ini merupakan opsi yang paling akhir jika sudah tidak ada lagi solusi atau jalan keluar untuk mengatasi permasalahan.

Di dalam Al-Quran, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman “Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui” (Al-Baqarah: 227).

Ayat terkait hukum perceraian dalam Islam tersebut berlanjut ke Surah Al-Baqarah ayat 228 sampai 232. Untuk itu, sebelum melakukan perceraian memang keduanya perlu berpikir secara matang dengan pikiran yang jernih baru mengambil keputusan.

Syarat Perceraian dalam Islam

Ketika sudah tidak ada solusi lain sehingga mau tidak mau harus bercerai, maka sangat penting untuk memahami persyaratannya. Ketika syarat-syarat tersebut belum terpenuhi, maka perceraian pun tidak sah. Adapun syarat yang sesuai dengan hukum perceraian dalam Islam antara lain:

1. Terdapat Ucapan Talak 

Dalam Islam, proses perceraian dimulai ketika suami menjatuhkan talak kepada istri. Perlu dipahami, talak hanya dapat dilakukan oleh suami atau talak tersebut berlaku ketika suami yang mengucapkannya. Itu artinya, berapa kali pun istri mengucapkan talak, maka jatuh talak belum berlaku.

Suami boleh menjatuhkan talak dengan banyak sebab. Misalnya ketika istri sudah tidak mampu dibimbing atau nusyuz. Nusyuz adalah istilah untuk istri yang tidak patuh pada suami. Misalnya keluar rumah tanpa izin suami, membangkang ketika diingatkan terkait kebaikan, dan lain-lain.

2. Tidak Diucapkan Ketika Mabuk

Khalifah Utsman bin Affan pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:

“Setiap talak itu boleh (sah) selain talak yang dilakukan oleh orang yang mabuk atau orang yang gila.” (HR. Sa’id bin Manshur 1112, ‘Abdur Rozaq 12308, Ibnu Abi Syaibah 5/39, Al Baihaqi 7/359).

Berdasarkan hadis di atas, syarat cerai dalam Islam yaitu talak harus diucapkan dalam kondisi sadar. Tidak sah suami menjatuhkan talak pada istrinya dalam kondisi tidak sadar seperti gila atau mabuk.

3. Tidak Terpaksa

Syarat perceraian yang ketiga yaitu perceraian tersebut harus dilakukan bukan hanya dalam kondisi sadar melainkan tidak dalam kondisi terpaksa. Jika unsur atau syarat ini belum terpenuhi, maka sudah jelas perceraian tidak bisa dilakukan alias tidak sah. Misalnya seorang suami dipaksa menceraikan istrinya karena sebab-sebab tertentu yang dia sendiri atau bahkan keduanya tidak ingin bercerai. 

Hal ini sesuai keterangan dalam hadis yaitu: 

“Sesungguhnya Allah menggugurkan (pahala atau dosa) atas umatku dalam beberapa perbuatan yang dilakukan karena kesalahan, lupa, dan dipaksa.” (HR. Ibnu Majah).

4. Tidak Diucapkan Ketika Marah

Dalam berumah tangga sudah tentu terdapat hal-hal yang menyebabkan kesalahpahaman di antara kedua pihak. Kondisi tersebut yang menyebabkan suami marah lalu membuatnya menjatuhkan talak.

Akan tetapi, apakah suami yang menjatuhkan talak ketika marah maka talak tersebut hukumnya sah? Sebenarnya, ada pendapat yang mengatakan talak tidak sah ketika suami mengucapkannya dalam kondisi marah. Namun, ada pendapat lain yang mengatakan talak tetap sah.

Seperti pendapat Ibnu Qayyim al-Jauziyah, ulama terkenal dari Mazhab Hambali. Beliau menghukumi sah atau tidaknya berdasarkan tiga klasifikasi. 

Untuk level pertama, kemarahan biasa yang tidak berpengaruh terhadap kesadarannya. Pihak yang marah tetap sadar serta mengetahui yang dia ucapkan. Dalam kasus ini, jika suami yang mengucapkan talak, maka talaknya sah. 

Level kedua, suami yang sangat marah lalu membuatnya tak menyadari apa yang terucap. Pada kasus ini, talak tersebut hukumnya tidak sah. Alasannya kondisi suami yang sangat marah serta tak sadar dengan yang diucapkannya (tidak sadar seperti hukumnya orang gila). 

Lalu level marah yang ketiga yaitu kemarahan di antara level satu dan dua. Maksudnya, suami yang sangat marah namun dia menyadari yang diucapkannya. Pada kasus ini, maka talak tersebut dihukumi sah.

Cara Bercerai dalam Islam

Seperti penjelasan mengenai hukum perceraian dalam Islam sebelumnya, cerai merupakan keputusan yang paling akhir bagi suami-istri. Jangan buru-buru mengucapkan cerai jika masih ada solusi lain. 

Bagaimana jika belum menemukan solusi? Cobalah mencari solusi sampai benar-benar cerai hanya opsi satu-satunya yang tersisa.

Lalu untuk cara bercerai yang benar dalam Islam yaitu tinggal mengucapkan lafaz talak. Akan tetapi, talak tersebut diucapkan dan memenuhi syarat-syarat perceraian seperti penjelasan sebelumnya. Terkait lafaznya, berikut pembahasannya.

1. Mengucapkan Talak secara Jelas

Maksudnya adalah lafaz talak dapat dipahami secara langsung tanpa ada penafsiran lain. Misalnya “Aku ceraikan kamu” atau “Kamu telah aku ceraikan” dan sebagainya. Ketika kata-kata tersebut diucapkan, maka sudah pasti jatuh talak.

2. Mengucapkan Talak dengan Kiasan

Maksud lafaz ini yaitu terdapat makna kiasan atau arti lain di dalamnya. Jika suami mengucapkan talak kiasan/kinayah, maka terdapat dua kemungkinan. Jika memang suami berniat menceraikan, maka talak tersebut hukumnya sah. Namun jika tidak ada niat, maka talak tidak sah.

Seperti apa contoh talak dengan kiasan tersebut. Misalnya “pulanglah kau ke rumah orang tuamu”, “aku lepaskan dirimu”, “kau bukan tanggung jawabku lagi”, dan masih banyak contoh-contoh talak kiasan lainnya. 

Etika Bercerai dalam Islam

Sebelum memutuskan untuk bercerai, pahami dulu etika perceraian agar jika memang harus bercerai maka kedua pihak tidak saling membenci atau bahkan membuka aib.

1. Memberi Nasihat

Etika pertama, seorang suami harus memberi nasihat terlebih dahulu pada istrinya. Suami merupakan pemimpin rumah tangga dan nakhoda yang mengemudikan bahtera rumah tangga tersebut. Suami berhak dan bahkan berkewajiban mengingatkan dan memberi nasihat pada istrinya.

Suami juga perlu introspeksi diri tentang perannya sebagai suami apakah sudah benar atau belum. Jadi pada intinya memberi nasihat dan introspeksi diri terlebih dahulu sebelum benar-benar memutuskan bercerai.

2. Pisah Ranjang

Etika dalam bercerai yang kedua yaitu pisah ranjang. Untuk tahap ini, dilakukan saat suami sudah memberi nasihat pada istri terkait kesalahannya. Akan tetapi, belum ada perubahan dari istri tersebut atau bahkan semakin melakukan perbuatan atau tindakan yang dilarang.

Jika itu terjadi, maka alternatifnya yaitu pisah ranjang. Selama proses ini, biarkan keduanya saling mendinginkan hati. Kemudian saling mengingat kebaikan masing-masing dan dampak jangka panjang jika sampai keduanya bercerai.

Kemudian, suami bisa kembali berkomunikasi dengan istri lalu sama-sama berusaha untuk menemukan solusi terbaik. Proses ini dilakukan dengan pikiran dingin dan tanpa emosi sehingga benar-benar mendapatkan keputusan secara tepat dan baik untuk keduanya, termasuk buah hatinya.

3. Tidak Saling Membuka Aib

Jika memang tidak ada solusi lain kecuali harus bercerai, maka suami-istri tersebut harus memegang teguh etika yang ketiga ini. Keduanya dilarang saling membuka aib setelah bercerai. Sebaiknya keduanya tetap menjalin hubungan dengan baik, terutama jika menyangkut anak.

Bahkan Rasulullah secara tegas menjelaskan melalui hadisnya yang diriwayatkan Imam Muslim. 

“Sesungguhnya pengkhianatan terbesar di hadapan Allah pada hari kiamat kelak ialah seorang lelaki yang bercampur dengan istrinya kemudian membeberkan rahasia istrinya.” (HR Muslim).

Kesimpulan

Sudah paham hukum perceraian dalam Islam? Jadi, cerai merupakan keputusan paling akhir ketika tidak ada satu opsi pun yang tersedia. Setiap pasangan harus paham syarat dan etika dalam bercerai sehingga perceraian tersebut bukan semata-mata karena emosi. Semoga bermanfaat.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page